Masa sekolah selalu menyisakan kenangan manis dan pahit. Seperti halnya kehidupan, hal pembeda hanyalah ranah adaptasinya yang sempit dan sedikit dalam berinteraksi. Menengok kehidupan secara langsung dari  keseharian siswa sekolah dasar, menengah, akan ada hal -- hal istimewa yang ditemukan secara tidak sengaja.
 Bukan sebuah pesta, ataupun perayaan penyambutan pelepasan seorang guru berpengaruh yang penuh perencanaan dan di tata dengan rapi tak ada lecet sedikit pun. Praktisi pendidikan harus melihat dengan mata yang jeli penuh selidik saat berkunjung ke sekolah -- sekolah. Bahkan fasilitator yang bertugas untuk mengunjungi sekolah diharapkan akan menyampaikan keadaan langsung kondisi dan perilaku siswa dalam kesehariannya belajar, bermain, serta berbaur dengan siswa kelas lain.
Sekolah menjadi tempat belajar, bermain, berteman sekaligus tempat penuh harapan anak -- anak. Sekolah menyimpan memoar penuh dengan kecerian kegembiraan bahkan kesuraman. Sebagian anak yang menyimpan kenangan indah masa sekolah akan mengatakan sekolah menjadi tempat teraman dan ternyaman mereka. Berbeda pendapat jika menemui anak yang selalu di rundung si bangku sekolah, mereka akan menganggapnya sebagai neraka.
Orang dewasa, belum tentu dapat melupakan hal -- hal masa lalunya dengan begitu mudah. Contohnya adalah orang dewasa yang selamat dari bulliying. Korban bulliying di sekolah akan sukar untuk beradaptasi dengan lingkungan baru meskipun itu orang dewasa sekalipun, mereka akan cenderung sensitive jika mengungkit mengenai masa sekolah.
Seorang penulis luar negeri, berhasil menerbitkan sebuah buku dengan topic cerita bulliying. Banyak penerbit terkenal yang menolak naskah ini pada awalnya, karena dianggap tidak akan laku di pasaran, dan bulliying bukan sesuatu hal yang menarik. Tetapi dengan kegigihannya dan usaha kerasnya dia mampu membuktikan pada dunia, bahwa buku yang ia tulis laku dan banyak peminat.
Penulis ini adalah orang dewasa yang selamat dari bulliying, Jodee Blanco ialah namanya. Jodee mengatakan bahwa hal tersulit bagi diri sendiri adalah bergulat dengan kenangan -- kenangan kita sendiri.
Saat menulis naskah buku tentang bulliying dia memikirkan korban lain yang seperti dirinya, dia ingin orang -- orang dewasa di luar sana yang selamat dari bulliying akan merasa lega dan tidak lagi membiarkan dirinya tersiksa lagi, dan mereka harus berbahagia dengan kehidupannya sekarang ini.
Cerita yang ada dalam buku yang dia tulis dengan judul asli "Please Stop Laughing At Me" dan di terjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Bencana Sekolah" merupakan kisah milik Jodee sendiri, dimana bulliying membuat dampak besar untuk kehidupannya. Dia menderita dalam diam selama bertahun -- tahun. Penghinaan dan gangguan menjadi sasaran lelucon konyol oleh para pembuli, hingga membuat dia hamper putus asa dan menyerah dalam pendidikan.
Korban bulliying akan merasa sendirian, kesepian tidak ada teman untuk dijadikan tempat berbagi cerita, bahkan untuk saling menguatkan. Dia merasa bahwa dunia hanya akan berpihak kepada anak -- anak keren, terkenal, dan terpintar di kelas. Dia akan menganggap bahwa dialah satu -- satunya korban bulliying, tetapi sebenarnya tidak, masih ada korban lain yang sepertinya.
Melalui buku yang kak Jodee terbitkan, Â dia ingin mengajak para korban bulliying untuk tidak lagi malu dalam bergaul, tidak akan lagi menjadi sendirian, tidak akan lagi menyimpan luka batin dan mental sendirian. Mereka pantas untuk disayang, mereka pantas untuk saling dikuatkan, saling menyemangati.
Satu pesan yang amat berarti bagi pembaca semua. Jika kalian salah satu korban bulliying, jangan simpan luka itu sendirian. Berpalinglah kepada orang dewasa yang paham dan juga yang di percaya. Jangan malu meminta bantuan. Jangan hapus apa pun. Dokumentasikan apa yang kalian alami, agar menjadi bukti kuat, tak terbantahkan. Ingat, kalian tidak sendirian, banyak orang yang peduli dan menyayangimu.
Salah satu drama  yang menyajikan topic bulliying yang sangat kuat adalah The Kings Of Pigs, ini merupakan drama korea yang menceritakan kehidupan siswa laki -- laki sekolah khusus laki -- laki dengan system pendidikan sekolah yang menyepelekan hal -- hal kecil untuk siswa didiknya, terutama bagi wali kelasnya sendiri.
Dalam cerita drama ini, satu kelas yang hanya di huni siswa laki -- laki ini mementingkan kasta. Bagi siapa yang berasal dari kalangan bawah akan di rendahkan dan dikucilkan oleh teman satu kelas. Suatu ketika ada kejadian dimana ketua geng pembuli mengetahui identitas teman sekelasnya berasal dari kalangan rendahan, dia mulai mencemooh, menghina dan juga menyiksa secara fisik. Kejadian tersebut berulang kali terjadi, hingga membuat satu teman melapor kepada wali kelas, dan respon yang di dapatkan adalah ketidakpedulian wali kelas terhadap bentuk kekerasan tersebut. Wali kelas menganggap hal itu hanyalah candaan biasa anak remaja. Bermula dari itu membuat luka mental sekaligus fisik anak yang sukar untuk di sembuhkan.letika dia dewasa korban bulliying membalas dendam dengan hal yang lebih kejam di luar dugaan.
Belajar dari cerita dalam drama tersebut, mengingatkan bahwasanya semua akan selalu hidup berdampingan, teman sekolah, akan menjadi rekan kerja di masa mendatang. Maka perlakukan teman dengan sebaik yang kita bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H