Skripsi adalah tugas akhir yang sangat penting bagi mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan mereka. Proses penyusunan skripsi seringkali penuh tantangan akademik dan emosional. Tekanan tenggat waktu, ekspektasi tinggi, dan ketidakpastian masa depan setelah lulus adalah semua hal yang harus dihadapi mahasiswa. Mereka juga harus menyelesaikan karya ilmiah yang berkualitas. Proses ini sering menyebabkan kecemasan dan stres, yang berdampak pada kesehatan mental mereka.
Fenomena stres dan kecemasan di kalangan siswa sekolah menengah sekarang menjadi masalah yang semakin dibahas. Data Kemendikbudristek (2023) menunjukkan bahwa sekitar 60% mahasiswa akhir mengalami stres, dan hampir 45% di antaranya merasa cemas tentang apa yang akan terjadi setelah mereka lulus. Data menunjukkan bahwa kesehatan mental mahasiswa akhir sangat rentan terganggu selama proses penyusunan skripsi; ada banyak pihak yang harus berpartisipasi dalam masalah ini.
Penyusunan skripsi membutuhkan banyak waktu dan melibatkan banyak penelitian dan analisis. Tenggat waktu yang ketat dan ekspektasi tinggi dari guru dan kampus dapat menyebabkan stres. Mahasiswa sering mengalami peningkatan beban karena harus mengatur waktu antara menyelesaikan skripsi dan menyelesaikan kewajiban akademik lainnya.
Faktor lain yang menyebabkan kesehatan mental mahasiswa memburuk adalah kecemasan tentang masa depan mereka. Banyak siswa ragu tentang peluang kerja setelah lulus. Mereka merasa tertekan dan bingung tentang langkah selanjutnya dalam hidup mereka karena tidak adanya kesempatan kerja dan persaingan di pasar kerja.
Selain itu, isolasi sosial adalah masalah yang signifikan. Banyak mahasiswa merasa terisolasi dari teman seangkatan dan dosen saat menyusun skripsi. Mahasiswa sering merasa terperangkap dalam proses yang penuh tekanan karena kesepian dan kekurangan dukungan sosial.
Stres mempengaruhi kesehatan mental dan fisik. Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi sering mengalami masalah kesehatan, seperti masalah tidur seperti insomnia, masalah pencernaan, atau depresi klinis. Bahkan, IDN Times (2023) melaporkan bahwa masalah kesehatan mental menyebabkan sekitar 38% mahasiswa terlambat menyelesaikan skripsi.
Beberapa solusi harus diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Dukungan guru sangat penting untuk mengurangi kecemasan siswa. Mahasiswa dapat merasakan rasa aman dan keamanan dengan dosen yang ramah dan empatik. Studi menunjukkan bahwa dosen dengan pendekatan yang lebih manusiawi dapat membantu menurunkan stres secara signifikan (Journal of Mental Health and Education, 2023).
Salah satu cara yang bagus untuk membantu mahasiswa mengelola stres adalah dengan mendapatkan layanan konseling psikologis di kampus. Layanan konseling memberi siswa kesempatan untuk membahas masalah mereka dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Pelatihan keterampilan organisasi dan manajemen waktu juga dapat membantu siswa merasa lebih nyaman. Program pelatihan seperti ini dapat membantu siswa mengatur waktu mereka dengan lebih baik, memungkinkan mereka menyelesaikan skripsi tanpa tertekan atau terburu-buru.
Selain itu, kelompok diskusi atau dukungan juga dapat membantu siswa menjadi lebih dekat satu sama lain dan mengurangi isolasi sosial. Mahasiswa dapat merasa lebih termotivasi dan kurang tertekan jika mereka berbagi pengalaman dan saling mendukung. Mahasiswa yang berpartisipasi dalam kelompok pendukung merasa lebih didukung dan memiliki kemampuan untuk mengurangi stres selama proses penyusunan skripsi.
Terakhir, "institusi pendidikan" memainkan peran yang sangat penting dalam menyediakan layanan kesehatan mental yang mudah diakses. Kampus harus menyediakan layanan psikologis yang lebih cepat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental. Program seperti "Mental Health Week" Universitas Sebelas Maret (UNS) membantu siswa mengenali stres dan depresi sejak dini (UNS, 2023).