Mohon tunggu...
Alvina dwi Hasanah
Alvina dwi Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebagai Mahasiswa di UIN KHAS Jember

Suka membaca karya-karya sastra dan ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melacak Etos Keadilan dalam Hadits: Masyarakat vis a vis Penguasa

26 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 26 Juni 2024   18:03 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Islam sebagai Agama yang memberi rahmat bagi semua alam (rahmatan lil alamin). Dan Agama yang baik dan relevan di setiap tempat dan zamannya (sholeh likuli zaman walmakan). Maka seharusnya, Islam secara tidak langsung juga menyoal dan ada keterkaitan erat dengan yang namanya Keadilan sebagai nilai kemanusiaan yang telah juga diajarkan oleh beliau Nabi Muhammad. Disini penulis mengawali dengan memberi penjelasan secara fundamental sebagai berikut.

Kata adil berasal dari bahasa Arab yang secara harfiyah berarti sama. Menurut KBBI, adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran dan sepatutnya. Dengan demikian, seseorang disebut berlaku adil apabila ia tidak berat sebelah dalam menilai sesuatu, tidak berpihak kepada salah satu kecuali keberpihakannya kepada siapa saja yang benar dan arif, sehingga ia tidak akan berlaku sewenang-wenang. Pembahasan tentang Adil merupakan salah satu grand isu yang mendapat perhatian yang serius dari para ulama' dan cendekiawan Muslim. Dalam buku "Wawasan Al-Qur'an", Prof. Dr. M. Quraish Shihab membahas perintah penegakan keadilan dalam al-Qur'an dengan mengutip tiga kata yakni al-adl, al-qisth, al-mizan. Kata al-adl menunjuk kepada arti "sama" yang memberi kesan adanya dua pihak atau lebih, sedangkan kata al-qist menunjuk kepada arti "bagian" (yang wajar dan patut), dan al-mizan menunjuk kepada arti alat untuk menimbang yang berarti pula "keadilan". Ketiganya sekalipun berbeda bentuknya namun memiliki semangat yang sama yakni perintah kepada manusia untuk berlaku adil. Prof. Dr. Yusuf Qardlawi dalam bukunya "Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur'an & Sunnah" memberikan pengertian adil adalah "memberikan kepada segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara berjamaah, atau secara nilai apa pun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain". Dan Nabi juga bersabda:

"(Diantara) penghuni surga ialah tiga orang; seorang penguasa yang adil, serta ahli sedekah dan mendapat bimbingan dari Allah; orang yang memiliki sifat penyayang dan lembut hati kepada keluarga dekatnya dan setiap kepada muslim serta orang yang tidak mau meminta-minta sementara ia menanggung beban keluarga yang banyak jumlahnya." (HR Muslim).

Kendati, demikian segala ihwal kriminalisasi, hiruk-pikuk pelanggaran HAM, keadilan kian hari di buldozer dan sekalipun kelaliman penguasa atas rakyatnya begitu intensif. Tidak sedikitpun kerja-kerja mafsadah itu redam dan sesekali berhenti guna harmoni. Mereka tetap dengan prinsipnya, yang akan terus rakus -- menggerus, hingga kemenangan atas penderitaan Mustad'afin terbayar. Begitu kiranya gambaran wajah Indonesia saat ini. Yang katanya Negara demokrasi, yang kental akan supremasi hukum, namun fakta lapangannya berbanding terbalik. Hipokrit, bukan?

Yang seharusnya momentum bulan puasa kemarin menjadi ajang untuk berlomba dalam kebaikan, menjadikan diri sebagai hamba yang kaffah, muhasabah atas kesalahan yang diperbuat. Namun kenyataannya di pulau ujung timur jawa tepatnya di desa pakel, banyuwangi. Lagi-lagi terjadi kriminalisasi (masyarakat dikeroyok oleh preman bayaran) berikut upaya konflik horizontal di masif kan hingga pada penyerobotan lahan milik masyarakat. Yang menyebabkan Tanaman milik masyarakat rusak di tebang. Lantas untuk menghidupi keluarga sehari-hari bagaimana? Mungkin bisa kita refleksikan bersama, tanpa perlu ditafsirkan.

Sekali lagi, pemerintah disini ngapain, bertindak secara konstitusi atau malah ribut ngurusin pilkada. Atau jangan-jangan sengaja tidak untuk diselesaikan. Tidak hanya di pakel. Konflik agraria -- ekologis dan pelanggaran HAM berat di titik-titik pelosok negeri masih terjadi. Seperti halnya study kasus di wadas, kendeng, karimunjawa, papua, kanjuruhan, rempang. Dan masih banyak lagi. Islam sebagai rahmat bagi sesama, seyogianya bisa berdaulat dan berjuang demi proletar (Mustad'afin) agar kemudian bisa mengentaskan kemiskinan, hidup rukun berkebutuhan cukup, persamaan HAK dijunjung tinggi dan hal ihwal maslahah yang lainnya.

Sedikit merujuk terhadap revolusi mekah. Ketika Muhammad SAW hadir ditengah masyarakat, beliau bukan hanya sekadar mengajarkan kepatuhan kepada Tuhan atas wahyu yang dibawanya. Namun, Muhammad SAW juga memobilisasi dan memimpin masyarakat untuk melawan ketimpangan sosial. Dalam iklim masyarakat kapitalistik-eksploitatif, Muhammad SAW bersama para pengikutnya kaum tertindas berjuang guna menyuarakan persamaan, persaudaraan dan juga keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun