Mohon tunggu...
Alvina dwi Hasanah
Alvina dwi Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebagai Mahasiswa di UIN KHAS Jember

Suka membaca karya-karya sastra dan ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Telaah Hadis yang Berkaitan dengan Komunikasi Serta Kontekstualisasinya dalam Era Modern

25 Juni 2024   21:35 Diperbarui: 25 Juni 2024   21:55 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembicaraan mengenai hadis terkait komunikasi merupakan bagian integral dari kodrat manusia. Melalui komunikasi, manusia dapat mengungkapkan dirinya, menjalin interaksi sosial, dan membentuk kepribadiannya. Jelas terdapat perbedaan mencolok antara individu yang terbiasa berkomunikasi dengan mereka yang tertutup dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Orang yang aktif dalam komunikasi dan interaksi sosial cenderung lebih mudah menghadapi tantangan hidup. Sebaliknya, individu yang pasif dan enggan berkomunikasi akan menemukan banyak kesulitan akibat keterbatasan dalam berkomunikasi. Sebagai makhluk sosial, manusia seharusnya hidup dalam masyarakat dan menghindari sikap individualis yang cenderung menciptakan kepribadian yang pasif. Hidup bermasyarakat menuntut seseorang untuk berinteraksi secara bertahap, sehingga terbentuk etika komunikasi yang baik.

Komunikasi memiliki peran krusial dalam kehidupan manusia, baik dalam hubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia, atau dalam hubungan vertikal dan horizontal. Komunikasi membantu membangun konsep diri, aktualisasi diri, dan kelangsungan hidup, serta memperoleh kebahagiaan dan menghindari tekanan dan ketegangan. Melalui komunikasi, kita dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat---keluarga, kelompok belajar, institusi pendidikan, hingga masyarakat yang lebih luas untuk mencapai tujuan bersama.

Komunikasi adalah proses simbolis. Simbol digunakan untuk merujuk sesuatu berdasarkan kesepakatan kelompok. Simbol ini meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Komunikasi memiliki dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukkan apa yang disampaikan, sementara dimensi hubungan menunjukkan cara penyampaian pesan dan mengisyaratkan bagaimana hubungan antara para peserta komunikasi dan bagaimana pesan itu seharusnya ditafsirkan.

Komunikasi dapat terjadi dalam berbagai tingkat kesengajaan, mulai dari komunikasi yang tidak disengaja hingga yang benar-benar direncanakan dan disadari. Kesengajaan bukanlah syarat mutlak untuk terjadinya komunikasi. Bahkan tanpa niat menyampaikan pesan, perilaku kita bisa ditafsirkan oleh orang lain. Kita tidak bisa mengendalikan bagaimana orang lain menafsirkan perilaku kita. Menganggap komunikasi hanya sebagai proses yang disengaja adalah pandangan yang sempit.

Dalam komunikasi, kesadaran kita biasanya lebih tinggi dalam situasi khusus dibandingkan situasi rutin, misalnya ketika diuji secara lisan oleh dosen atau berdialog dengan orang asing berbahasa Inggris, dibandingkan saat bercanda dengan keluarga atau teman-teman. Konsep "kesengajaan" ini sebenarnya cukup rumit.

Seseorang yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik dapat dengan mudah mempengaruhi pendengar tanpa menimbulkan kebosanan, meski dalam pembicaraan yang cukup panjang. Komunikasi yang efektif mampu menghasilkan pemikiran manusia dan cenderung meyakinkan bahwa apa yang dikatakan adalah sebuah kebenaran. Sebaliknya, komunikasi yang tidak terkontrol dapat berakibat fatal. Banyak dampak negatif yang timbul seperti pertikaian, permusuhan, perselisihan, perkelahian bahkan kematian akibat komunikasi yang tidak beretika.

Dengan pemahaman tentang Al-Qur'an dan as-sunah, hal-hal negatif tersebut dapat dihindari. Umat Muslim hendaknya senantiasa mengikuti teladan Rasulullah SAW. karena beliau merupakan uswatun hasanah bagi semesta alam. Rasulullah adalah contoh sempurna komunikasi vertikal dan horizontal (hablu min Allah dan hablu min annas). Al-Jahiz mengatakan bahwa Rasulullah memiliki kharisma dan tutur kata yang lembut sehingga terhindar dari penentangan atau bantahan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam komunikasi. 

A.HADIS YANG BERKAITAN TENTANG KOMUNIKASI (MENJAGA LISAN)

Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Hamzah, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Hazim dari Yazid dari Muhammad bin Ibrahim dari Isa bin Thalhah bin 'Ubaidullah At Taimi dari Abu Hurairah dia mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa diteliti yang karenanya ia terlempar ke neraka sejauh antara jarak ke timur." (HR. Bukhari. No. 5996 dalam Ensiklopedia Hadis dan No. 6477 pada Kitab Fath al-Bari').

B.KANDUNGAN YANG DAPAT DIPEROLEH DARI HADIS

Adapaun isi/kandungan dalam hadis ini antara lain:

1. Ucapan Tanpa Pertimbangan. Ucapan yang keluar tanpa dipikirkan terlebih dahulu sering kali membawa dampak yang tidak diinginkan. Ucapan seperti ini bisa berupa kebohongan, fitnah, atau kata-kata yang menyakiti perasaan orang lain. Dalam bahasa Arab, "kalimat" dapat berarti satu kata atau satu rangkaian ucapan. Ketika seseorang berbicara tanpa mempertimbangkan konsekuensi kata-katanya, ia bisa menciptakan masalah besar, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ucapan yang tidak hati-hati dapat menimbulkan luka yang dalam, merusak hubungan, dan bahkan menyebabkan perpecahan di masyarakat.

2. Dampak Ucapan Sembarangan. Hadis ini dengan jelas menggambarkan dampak negatif dari ucapan yang tidak dipikirkan. Nabi Muhammad menggunakan perumpamaan jarak antara timur dan barat untuk menunjukkan betapa jauh seseorang bisa tersesat karena satu ucapan yang sembrono. Ini mengajarkan kita bahwa setiap kata yang diucapkan memiliki konsekuensi. Ucapan tanpa pertimbangan bisa membuat seseorang menyimpang jauh dari jalan kebenaran, seperti jarak yang tak terjembatani antara timur dan barat. Ini adalah peringatan kuat agar kita selalu menjaga lisan kita.

3. Pentingnya Menjaga Lisan. Dalam banyak riwayat lainnya, Rasulullah menekankan pentingnya menjaga lisan. Misalnya, dalam sebuah hadis, beliau bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menegaskan bahwa menjaga lisan adalah bagian dari iman. Ucapan yang baik adalah cerminan dari hati yang bersih dan iman yang kuat. Sebaliknya, ucapan yang buruk mencerminkan hati yang tidak terjaga dan iman yang lemah. Oleh karena itu, menjaga lisan adalah salah satu cara untuk menjaga iman dan hati kita.

4. Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali berbicara tanpa berpikir panjang. Hadis ini mengingatkan kita untuk selalu berpikir sebelum berbicara, memastikan bahwa kata-kata kita tidak menyakiti atau merugikan orang lain. Terlebih lagi, di era digital ini, di mana ucapan kita bisa menyebar luas melalui media sosial, kehati-hatian dalam berbicara menjadi semakin penting. Sebuah postingan atau komentar yang sembrono bisa menimbulkan dampak yang luas dan berjangka panjang. Oleh karena itu, setiap kali kita hendak berbicara atau menulis sesuatu, kita harus berhenti sejenak untuk mempertimbangkan dampaknya.

5. Sikap yang Bijak. Hadis ini juga mengajarkan sikap bijak dalam berkomunikasi. Kita diajarkan untuk berbicara dengan penuh kesadaran, menghindari ghibah (mengumpat), namimah (adu domba), dan ucapan sia-sia yang bisa mendatangkan murka Allah. Ucapan yang bijak mencerminkan kebijaksanaan dan kematangan seseorang. Dengan menjaga lisan, kita tidak hanya menjaga diri kita sendiri dari dosa, tetapi juga menjaga keharmonisan hubungan dengan orang lain dan menjaga perdamaian di masyarakat.

C.KONTEKSTUALISASI HADIS DENGAN MASA SEKARANG

Selain itu, kontekstualisasi hadis di atas dalam zaman kontemporer seperti saat ini, antara lain:

1. Menjaga Lisan di Era Digital. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba bisa mengucapkan satu kalimat tanpa dipikir yang karenanya ia terjatuh ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat." Hadis ini mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga lisan. Relevansi pesan ini semakin kuat di era digital saat ini, di mana kata-kata bisa tersebar dengan cepat dan luas.

2. Jejak Digital di Era Modern. Kini, kita hidup di zaman digital, di mana media sosial menjadi sarana utama untuk berkomunikasi. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Dalam hitungan detik, apa yang kita tulis bisa dibaca oleh ribuan hingga jutaan orang. Namun, kecepatan dan kemudahan ini sering membuat kita lengah dan tidak berhati-hati dalam berbicara atau menulis.

3. Ketelanjuran dan Dampaknya. Sering kali kita melihat seseorang membuat komentar atau postingan yang tanpa sadar mengandung penghinaan, fitnah, atau informasi palsu. Contohnya, menyebarkan rumor tanpa verifikasi atau mengomentari topik sensitif dengan nada merendahkan. Dampaknya bisa sangat luas dan berbahaya. Reputasi orang bisa rusak, hubungan hancur, dan bahkan memicu konflik sosial yang lebih besar.

4. Analogi dengan Hadis. Hadis tersebut mengingatkan kita bahwa satu kalimat saja bisa membawa konsekuensi serius. Di zaman Rasulullah , mungkin kalimat ini diucapkan dalam percakapan sehari-hari. Namun, dalam konteks modern, kalimat ini bisa diibaratkan sebagai status di media sosial, tweet, atau komentar di internet. Artinya, kita harus berhati-hati dalam setiap kata yang kita ucapkan atau tulis karena dampaknya bisa sangat besar dan merugikan.

Tak lupa, penulis juga mencatumkan beberapa langkah bijak dalam berbicara dan menulis, diantaranya:

1.Tahan Diri dan Refleksi: Sebelum menulis atau mengucapkan sesuatu, pikirkan baik-baik. Apakah yang kita sampaikan bermanfaat? Apakah ada kemungkinan menyinggung perasaan orang lain?

2.Verifikasi Informasi: Jangan langsung menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Selalu cek sumber dan validitas informasi tersebut.

3.Sopan Santun dan Empati: Gunakan bahasa yang sopan dan penuh empati. Ingat bahwa di balik layar ada manusia yang memiliki perasaan.

4.Belajar dari Kesalahan: Jika terlanjur mengucapkan atau menulis sesuatu yang salah, segera minta maaf dan klarifikasi. Mengakui kesalahan adalah tanda kedewasaan dan tanggung jawab.

Jadi, hadis ini mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam berucap dan menulis. Di era digital yang serba cepat dan instan, menjaga lisan menjadi semakin penting. Dengan demikian, kita tidak hanya menjaga diri kita dari dampak negatif, tetapi juga menjaga harmoni dan kedamaian dalam masyarakat. Seperti pepatah lama yang berkata, "Mulutmu harimaumu," mari kita jaga kata-kata kita agar tidak menjadi bumerang yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun