Mohon tunggu...
Alvina dwi Hasanah
Alvina dwi Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebagai Mahasiswa di UIN KHAS Jember

Suka membaca karya-karya sastra dan ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontekstualisasi Hadis tentang Bahaya Riya'

21 Juni 2024   21:00 Diperbarui: 21 Juni 2024   21:30 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak manusia yang berlomba-lomba ingin menunjukkan ibadah dan amal perbuatannya agar dilihat dan dipandang baik oleh orang lain. Perbuatan seperti ini secara sadar maupun tidak sadar dapat menjerumuskan manusia dalam riya'. Penyakit riya' adalah suatu hal yang sangat berbahaya karena dapat menghapus amal-amal perbuatan dan membuatnya menjadi sia-sia.

Menurut istilah, Imam Al Ghazali mendefinisikan riya' sebagai amal yang dilakukan untuk disaksikan orang lain agar mendapat kedudukan dan popularitas. Riya' merupakan salah satu perilaku manusia yang tergolong dalam kategori sifat tercela. Menurut  pendapat Eko Zulfikar dalam penelitiannya menjelaskan bahwa riya' dalam kehidupan manusia dapat dijumpai dalam enam kategori, yaitu kategori penampilan, pakaian, perkataan, amal perbuatan, persahabatan, dan jabatan.

Sebagaimana Rasulullah bersabda:

- - .

Artinya: Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor." Para sahabat bertanya, "Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "(Syirik ashgor adalah) riya'. Allah Ta'ala berkata pada mereka yang berbuat riya' pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: 'Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya' di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?' (HR. Ahmad 5: 429. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Hadis diatas menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam begitu khawatir akan umatnya yang terjerumus dalam syirik ashgar. Syirik terbagi menjadi syirik akbar (besar) dan syirik asghar (kecil). Syirik akbar adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal yang menjadi kekhususan bagi allah. Sedangkan syirik asghar adalah sesuatu yang dalam dalil disebut syirik namun tidak mencapai ke derajat syirik akbar. Perbuatan riya' adalah salah satu contoh dari syirik asghar. Dalam hadits ini juga mengandung makna bahwa kita seharusnaya khawatir dan takut akan terjerumus dalam syirik.

Allah juga berfirman dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah ayat 264:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memberikan perumpamaan orang yang berinfak dengan disertai riya', maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. Hujan tersebut menjadikan batu itu licin, tidak ada sesuatupun diatasnya, karena semua tanah yang ada diatasnya telah hilang. Demikian halnya dengan amal-amal perbuatan orang-oang riya', akan lenyap dan hilang disisi Allah, meskipun amal perbuatan itu tampak oleh mereka, sebagaimana tanah di atas batu tersebut.

Perbuatan riya' pada dasarnya sudah ada sejak zaman Nabi hingga saat ini. Letak perbedaannya adalah keadaan orang melakukan perbuatan riya'. Jika pada riya' zaman Nabi perbuatan riya' dilakukan secara langsung dan terbatas, misalnya orang melakukan suatu amal ibadah seperti shalat di masjid dengan memperbanyak rakaatnya atau menampakkan kekhusyukannya agar dilihat dan diperhatikan oleh orang lain. Sedangkan pada zaman sekarang perbuatan riya' bisa dengan mudah dilakukan hingga terkadang tidak menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan  termasuk perbuatan riya'.

Dengan berkembangnya teknologi, sarana atau media yang digunakan untuk membagi atau menginformasikan kepada khalayak ramai sangat mudah. Misalnya membagikan rutiitas yang dilakukan sehari-hari dengan mengunggah foto di platform digital seperti instagram, facebook, dan whatsapp terlepas dari apa maksud dan tujuannya. Ada banyak contoh unggahan foto yang berisi konten ibadah, seperti saat melakukan ibadah haji atau umroh, sedang membaca Al Qur'an, atau bersedekah. Dengan adanya fenomena ini, seakan sesuai dengan apa yang ditakutkan oleh Nabi SAW terhadap umatnya yang lalai akan esensi ibadah. Namun, tidak bisa dipukul rata atas fenomena yang terjadi disekitar kita kini. Tidak semua unggahan foto saat ibadah adalah perbuatan riya', karena ada berbagai macam tujuan orang dalam mengunggah konten-konten tersebut.

Pada hakikatnya, seseorang dikatakan berbuat riya' apabila orang tersebut melakukan suatu perbuatan dengan disertai niat atau perasaan ingin perhatian, pengakuan dari orang lain tidak dengan ikhlas hanya karena Allah. Oleh sebab itu, kita sebagai umat muslim seharusnya untuk melakukan segala ibadah dan amalan-amalan semata hanya karena Allah. Hal ini agar kita mampu terhindar dari perbuatan riya', karena riya' termasuk salah satu contoh dari syirik asghar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun