Penugasan anggota Polri pada jabatan sipil patut dipertanyakan legalitasnya, jika dibiarkan terus-menerus hal ini akan berimplikasi dengan timbulnya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan ke depan. Di antaranya perihal conflict of interest dan netralitas dalam menjalankan tugas-tugasnya baik sebagai polisi maupun pejabat di luar instansi Polri.
Meningkatnya angka kekerasan setiap tahunnya tidak lepas dari ketimpangan relasi kekuasaan antara Polri dengan masyarakat sipil serta kultur kekerasan yang belum hilang dari tubuh Polri. Salah satu aspek yang paling terdampak atas hal ini yaitu kebebasan sipil dengan berbagai macam peristiwa pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang yang disertai dengan penganiayaan.
Pada rezim jokowi kali ini seakan semuanya dipercayakan kepada kepolisian yang pada akhirnya sangat berbahaya jika polisi menguasi negeri ini. Dalam hal penunjukan mereka menjadi komisaris BUMN, pemerintah berdalih dengan alasan banyak perusahaan negara yang menghadapi konflik lahan, tumpang tindih perizinan, hingga isu sosial dimasyarakat. Hal ini justru menyiratkan pemerintah lebih mengedepankan pendekatan keamanan ketimbang cara yang semestinya dipakai, jika dibiarkan terus-menerus langkah ini tentunya akan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Masuknya polisi ke berbagai lembaga pemerintahan dan BUMN mengindikasikan pemerintah cenderung menggunakan polisi sebagai instrumen kekuasaan.
Pemrintah seharusnya bercermin pada negara Filipina yang cenderung militeristik. Duterte lebih senang menggandeng tentara dan polisi. Sebut saja dalam perang menghadapi narkoba, ribuan orang tewas dijadikan obyek penembakan oleh pihak polisi tanpa melalui proses pengadilan. Hal ini tentu saja mengindikasikan posisi polisi diberi hak istimewa yang menjadikkannya memiliki kewenangan luar biasa.
Banyak perwira nganggur
Polisi bisa begitu berkuasa lantaran kebutuhan akan keamanan dan ketertiban yang besar, hal ini mendorong dibesarkannya pula instansi Polri. Sayangnya, banyaknya anggota tak dibarengi dengan posisi yang memadai. Pada Maret 2018, ada sekitar 414 perwira menengah Polri yang nganggur. Sehingga penempatan perwira di luar instansi Polri dijadikan salah satu solusi atas banyaknya perwira nganggur. Selain itu, cara untuk mengatasi penumpukan perwira juga dilakukan dengan memperlambat kenaikan pangkat dengan menambah masa jabatan dan meningkatkan status kepolisian daerah sehingga membuka peluang bagi perwira yang berpangkat Kombes mendapat jabatan lain. Yang paling penting dari permasalahan ini yaitu mengkaji ulang sistem penerimaan sekolah kepolisian terlebih Akademi Kepolisian yang merupakan sumber penghasil perwira muda. Pensiun dini juga dapat dijadikan opsi untuk mengurangi banyaknya perwira yang nganggur. seperti yang diambil Ronnie F. Sompie yang mundur dari Kepolisian guna mendaftar sebagai Direktur Jenderal Imigrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H