Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Go-Jek Pun "Mangkal"

29 Desember 2016   10:28 Diperbarui: 29 Desember 2016   19:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ciputat, Tangerang Selatan. Sudah sekitar 5 bulan saya meninggalkan Tangsel dan sudah setahun semenjak aplikasi ojek online mulai mewabah di kalangan orang Indonesia. Sore itu saya berjalan pulang ke rumah melewati Stasiun Pondok Ranji. Seperti biasa, kemacetan parah dekat jembatan hingga stasiun menjadi santapan para pengendara setiap sore di sana. Menghindari macet, saya pun berjalan menyusuri lautan kendaraan dan motor yang nyelap-nyelip untuk maju. Ada hal unik saat menyusuri jalan. Sekilas saya melihat poster kecil di dinding "Base Camp GOJEK STPDR". Terlintas di benak saya kalau kini Go-Jek lebih "berani" sehingga mereka pun membuat tempat "nongkrong" di dekat Stasiun Pondok Ranji. Tidak hanya satu. Saat saya kembali berjalan terlihat spanduk yang menutupi tempat "nongkrong" para rider yang tidak hanya bertuliskan markas Go-Jek, namun juga Grab.

Hal pertama ialah berasal dari kebutuhan konsumen serta gaya hidup modern yang membuat aplikasi ojek online mudah lekat di hati masyarakat. Gawai yang senantiasa "nempel" hingga "malasnya" manusia modern mencari ojek menjadi senjata ampuh tumbuhnya ojek online itu sendiri. Kini aplikasi ojek online pun menjadi "spek" yang perlu ada di setiap gawai. Berbagai fitur dan promo yang mendukung perkembangan teknologi membuat pemakai merasakan servis lebih. Belum lagi harga yang "jauh" jika dibandingkan dengan ojek biasa pada umumnya. 

Solidaritas antara sesama rider ojek online menjadi pemicu timbulnya tempat "nongkrong" ojek online. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya rider di setiap jalan terlebih di kawasan Pondok Aren hingga Serpong. Tidak sedikit dari mereka yang mengenal satu sama lain sehingga klakson sering dibunyikan di kala mereka bertemu di jalan, mirip semacam "salam" sesama rekan dari mereka. Sebelum ada tempat nongkrong pun kerumunan rider sangat rajin kumpul di sekitar jembatan, bahkan dekat stasiun seperti Rawa Buntu dan Pondok Ranji. Sangat lucu memang tatkala kita mencari Go-Jek namun kita sadar mereka "numpuk" di sekitar kita. Solidaritas ini pun tidak hanya terjadi antar sesama produk, Go-Jek dan Grab pun juga terlihat bekerja sama dan saling kenal. Maka tidaklah heran jika munculnya tempat "nongkrong" itu sendiri berawal dari rasa persaudaraan sesama ojek online di sekitar.

Faktor eksternal timbulnya komunitas ini pun tak lain ialah para opang yang konservatif. Menurut pengakuan para rider di Tangsel, benturan dengan para opang di awal memang sering terjadi. Seiring berjalannya waktu, banyak hal yang mulai mengubah sikap para opang itu sendiri. Terciptanya semacam aturan sosial antar-rider dan opang merupakan salah satu munculnya harmonisasi antar-rider dan opang. Saat ngobrol dengan para rider, contoh aturan yang tercipta ialah para rider harus mangkal minimal 100 meter dari stasiun meskipun tidak menyeluruh. Aturan yang tercipta itu setidaknya berhasil meminimalisasi benturan dengan opang sekitar. 

Terbukanya mind set para opang yang sadar akan sulitnya persaingan membuat mereka mulai membuka diri dengan ojek online. Hal ini pula yang membuat eksistensi ojek online kian kuat, bahkan menjadi pemandangan yang wajar di sekitar Kota Tangerang Selatan. Hal ini berbeda dengan kondisi Kota Bandung di mana solidaritas opang masih kuat. Jangankan membuat tempat nongkrong, menampakkan jaket mereka pun masih takut.

Bagus atau tidak sih kemunculan tempat "nongkrong" para rider? Dengan ideal saya akan menjawab kembali ke diri masing-masing. Melihat sudut pandang para rider, hal ini akan menimbulkan sikap aman bagi setiap rider karena aktivitas mereka merasa terlindungi oleh pihak-pihak terkait. Munculnya senior-senior dari para rider yang mantan opang pun membuat mereka memiliki "sesepuh" yang dapat dijadikan moderator tatkala terjadi benturan. Sebagai konsumen yang pro dengan adanya ojek online, pertumbuhan ojek online mendukung terciptanya modernisasi dan optimasi teknologi di Indonesia.

Karena dalam dunia modern sekarang keefektifan produk dan jasa merupakan hal terpenting. Adanya berbagai fitur online yang mempermudah kehidupan memang harus ditanggapi dengan bijak. Timbulnya komunitas ojek online hingga bekerja sama dengan BPJS membuat profesi ojek ini menjadi lebih profesional, aman, dan kompetitif. Terlepas dari berbagai aturan yang dianggap ribet bagi para kaum konservatif, sudah saatnya kita membuka pikiran terkait hal-hal yang dihadapi di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun