Mungkin, sesekali di sela kunyahan makan siangnya, atau sesaat mematikan shower sehabis  mandi, atau setelah pillow talk dengan Mbak Franka sebelum bobo, Mas Nadiem bergumam dalam hati, "Ya Tuhan, jauhkan aku dari sikap PHP yang terkutuk. Amin."
PHP. Pemberi Harapan Palsu. Saya yakin Nadiem pasti takut jadi PHP. Sejak tanggal 23 Oktober, Banyak orang berharap sangat lebih bahwa Nadiem bisa membawa sistem pendidikan di Indonesia menjadi decacorn seperti GO-JEK.
Tak sedikit juga netizen yang mengkhayal ingin kembali sekolah di bawah kepemimpinan menteri Nadiem. Termasuk saya. Hampir setiap hari, kolom search di web browser handphone saya selalu ada ejaan namanya. Saya enggak sabaran menunggu gebrakan apa yang akan dia lakukan.
Memang, Nadiem terlihat sangat berhati-hati. Ia merendah dan memilih jadi "murid" di kementeriannya dan di depan para pakar pendidikan. Katanya, Nadiem ingin lebih banyak mendengar dan belajar.Â
Namun, gaya kerja Nadiem mulai terlihat dari caranya memprioritaskan sesuatu, yakni guru.
Dalam naskah pidato viralnya itu pun dia berkata bahwa: semua perubahan akan berawal dan berakhir di guru. Nadiem menjadikan guru sebagai striker dalam formasi  4-4-2 pendidikan selama 5 tahun ke depan. Guru adalah ujung tombak yang kelak jadi pencetak gol-gol kemenangan pendidikan kita ke depan.
Saya melihat, Nadiem akan memuliakan guru selayaknya ia memperlakukan para mitra driver ojek online dulu. Kok bisa?Â
Kedua, Â selayaknya guru yang dijadikan Nadiem sebagai ujung tombak sistem pendidikan, driver ojol juga ujung tombak bagi perusahaan teknologi bernama GO-JEK.Â
Mobilitas dan kuantitas driver ojol adalah gambaran langsung pertumbuhan revenue GO-JEK. Semua aktivitas on demand di super apps GO-JEK berjalan dengan baik dengan adanya bantuan driver.Â
Ketiga, Karena peran driver ojol yang sungguh vital, lihatlah benefitnya menjadi driver ojol hari ini. Penghasilannya jauh meningkat dibanding saat belum disentuh teknologi. Ojol tidak hanya mengantar orang, tapi juga makanan sampai barang-barang.Â