Mohon tunggu...
Alvi Anugerah
Alvi Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis jika sedang menggebu-gebu

Humaniora Universal.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mengkhayal Founder Go-jek Jadi Pejabat Negara

16 Juni 2015   14:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01 4345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nadiem Makarim Berpose dengan Helm Go-Jeknya SUMBER: OBENDON.COM 

Pro-Kontra terhadap Go-jek tengah mengemuka pasca kejadian peneroran terhadap salah satu mitra gojek (sebutan Go-jek kepada supir-supir ojek yang bernaung di bawahnya) merebak di sosial media. Tulisan-tulisan analisis bernada megah yang beredar di dunia maya ataupun kompasiana (padahal analisisnya terlampau biasa-biasa saja) seperti tulisan imperialis intelektual  atau Gojek dan Kehancuran Kreatif misalnya.  Ketika semua riuh itu terpusat dalam pro kontra kehadiran Go-jek, saya malah berimajinasi sesuatu yang berbeda.

Bagaimana jika Nadiem Makarim (Founder Go-Jek) jadi pejabat negara? Membenahi sistem birokrasi serta pencapaian suatu sektor tertentu dalam pemerintahan? Seperti halnya Ignasius Jonan, Managing Director Citibank yang sukses membalikkan pailit  KAI menjadi untung jor-joran ketika ia jadi direktur utamanya.

Lantas, setelah saya berkhayal demikian, saya menimbulkan pertanyaan untuk kemudian saya jawab sendiri. Pertama, Kenapa Harus Nadiem Makarim yang jadi pejabat negara? Kedua, Pejabat negara posisi apa yang pantas diduduki oleh Nadiem?

Nadiem Makarim lewat ide sederhana namun mendunia bernama Go-Jek itu terbukti bukanlah "orang" biasa. Dalam rapatnya bersama Gubernur Ahok pada 17 Februari  2015 silam, Makarim menjelaskan bahwa Go-Jek ciptaannya bukan perusahaan transportasi karena Makarim sama sekali tak membeli armada baru yang malah menambah macet dan sesak Jakarta. Go-Jek “hanyalah” startup/perusahaan teknologi informasi yang menghubungkan ojek dengan calon penumpangnya. Makarim malah melabeli bisnisnya sebagai socialpreuneur, yakni bisnis mencari profit berjiwa sosial karena ia ingin tukang ojek efisien dan efektif dalam melakukan pekerjaannya, yang pada akhirnya meningkatkan penghasilan si tukang ojek. Ia juga ingin membantu para konsumen ojek untuk mengefisienkan waktu produktif aktivitas mereka di tengah permasalahan kemacetan Jakarta yang sangat menyita waktu. “Uang bisa keluar masuk kantong kita, tapi waktu, sekalinya terbuang, akan hilang begitu saja,” begitu katanya penuh makna.

Atas dasar itulah, Ahok mengundang founder Go-Jek berserta jajarannya ke balai kota. Ahok melihat keberhasilan go-jek membantu permasalahan transportasi ibukota dengan cara manajerial sistem operasi tukang ojek. Ahok berencana mengintegrasikan Go-Jek dalam aplikasi Smart City DKI Jakarta. Go-Jek akan didesain terintegrasi dengan transportasi resmi dari pemerintah ibukota, salah satunya bus transjakarta. Dalam rancangannya nanti, Go-Jek akan jadi transportasi “resmi” pemerintah ibukota yang menghubung-hubungkan rumah-rumah warga dengan shelter Bus Transjakarta.

Empat Jabatan yang Ideal untuk Nadiem

Nadiem dan Gubernur Ahok Jumpai Pers Pasca Pertemuan Pemprov DKI dengan PT Go-Jek Indonesia (Kompas.com)

Nah, melihat pencapaian Nadiem dan Go-Jeknya itulah alasan logis saya mengkhayal Nadiem menjadi pejabat negara. Di tengah keruwetan dan berkelindannya pemasalahan satu sektor dengan sektor lain, anak muda bertenaga yang penuh inovasilah jawabannya. Ide Nadiem begitu sederhana dan tidak terpikirkan oleh pejabat-pejabat negara terkait yang juga linier dengan bidang yang Nadiem tekuni saat ini. Apa yang dilakukan Nadiem bukan hal yang benar-benar baru. Ia hanya membuat satu aplikasi sederhana yang membuat tukang ojek terkoneksi dengan seluruh penumpang yang membutuhkan jasanya. Tentunya disertai dengan manajemen kerja yang baik juga. Hal yang seharusnya terpikirkan dan dilakukan pejabat-pejabat kota atau negara yang notabene punya kuasa dan wewenang lebih mengatur sistem operasi tukang ojek di kotanya. Jika gerakan serupa Go-Jek ini dilakukan oleh pemerintah, dampak sosial, eknomi, budaya, serta sektor-sektor lainnya pasti akan lebih terasa.

Lalu, seandainya Abu Nadiem itu jadi pejabat negara, jabatan apa yang layak ia sandang

Pertama, Nadiem Makarim bisa diproyeksikan sebagai Direktur Transjakarta. Dalam kondisi ibukota kekinian, kehadiran transportasi bus dengan jalur khusus itu idealnya jadi kebutuhan pokok warga. Namun pada kenyataannya, permasalahan sterilisasi jalur, belum adanya jadwal bus yang pagu karena tingkat ngaret bus yang relatif tinggi, kondisi bus memprihatinkan ditambah permasalahan birokrasi, membuat progres transjakarta jadi alat transportasi ideal bagi warga kota masih jadi impian. Saya yakin, Nadiem punya ide sederhana untuk memecahkan masalah-masalah itu.

Transjakarta Merek Foton | (kompas.com)

Kedua, Nadiem begitu ideal untuk menempati posisi sebagai  Kepala Dinas Perhubungan  DKI Jakarta. Terobosan-terobosan Ahok untuk sistem lalu lalang transportasi di DKI  harus diakui adalah baik. Namun, tanpa memiliki pelaksana handal, terobosan-terobosan Ahok hanya jadi kumpulan ide-ide mentah. Urusan trayek angkutan yang njelimet, izin KIR yang jadi barang mainan oknum-oknum pemerintahan, persoalan klasik kendaraan umum ngetem, serta permasalahan terkait manajemen transportasi yang lain harusnya bisa dengan cepat teratasi jika ada sosok kadishub yang tepat mengisinya. Lantas, bagaimana orang non pemerintahan seperti Nadiem bisa masuk dalam struktur pemerintahan yang notabene diisi oleh pejabat-pejabat karir? Sistem lelang jabatan yang digagas Jokowi-Ahok di DKI harusnya bisa jadi solusi orang-orang capable non pemerintahan masuk ke dalam pemerintahan.

Bandara Juanda gembok mobil yang parkir sembarangan | NTMC Polri

Ketiga, Mengkhayal Nadiem jadi Menteri Perhubungan? Mengapa tidak? Tentunya bukan untuk periode sekarang. Nadiem tampak ideal jika jadi menteri perhubungan di masa depan. Melihat background Go-Jek tak hanya fokus bergerak di bisnis transportasi, melainkan bisnis logistik seperti kirim antar barang, Belanja, juga pemesanan makanan, ide-ide Nadiem harusnya semakin menarik jika diimplementasikan dalam ranah yang lebih luas.

Aktivitas pekerja pada proyek pembangunan Pelabuhan New Priok di Kalibaru, Jakarta Utara | (Kompas.com)

Keempat, bukan tak mungkin Nadiem Makarim sangat berbakat untuk menempati posisi sebagai Menteri Sosial. Lah, kok bisa? Jelas bisa dong. Nadiem mengklaim bahwa bisnisnya adalah bergenre socialpreneur, yakni usaha mencari profit namun dengan menggerakan lini-lini sosial sebagai unsur utamanya. Kementerian Sosial harus lebih terbuka untuk mengadopsi ide-ide sejenis Go-Jek. Hal itu kan bisa jadi momentum menghilangkan stigma masyarakat tentang kementerian sosial sebagai kementerian pemberi bantuan. Meski memberikan bantuan adalah perihal mulia, memberdayakan orang nampaknya kegiatan yang lebih mulia.

Artikel ini bukan artikel dagelan. Inilah kekuatan khayalan. Layaknya Sukarno yang mengkhayal sebuah Indonesia Merdeka, atau Nadiem yang mengkhayal tentang kehidupan tukang ojek yang sejahtera, saya pun sama, berharap orang-orang cergaslah yang menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan. Semoga deh ya… 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun