Indonesia merupakan negara dengan kepulauan terbanyak dan di dalamnya terdapat berbagai keanekaragaman budaya, dan tentunya tiap daerah memiliki keunikan budayanya masing-masing.
Di Bandung terdapat museum bernama Sri Baduga yang memiliki koleksi yang sangat beragam seperti arca-arca dari zaman megalitik, pakaian adat, repika rumah tradisional, perkakas, permainan tradisional, rempah-rempah, alat musik tradisional dan juga Wayang Golek.
Koleksi kebudayaan yang ada di Indonesia tidak hanya sebagai ciri khas, tetapi budaya juga bisa untuk media berkomunikasi, salah satu bentuk kebudayaan di Indonesia yang dijadikan sebagai media komunikasi adalah Wayang Golek.
Mengutip Sejarah Wayang Golek dari Sri Baduga, Wayang Golek merupakan perkembangan dari wayang Purwa. Ceritanya mengambil lakon Mahabarata dan Ramayana yang disesuaikan dengan situasi masyarakat. Tokoh-tokoh Pandawa: Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa yang merupakan tokoh penegak keadilan, Tokoh-tokoh Panakawan: Semar, Cepot, Dawala, Gareng, yang berperan sebagai menyampaikan kritik dan sosial.
Penggunaan bahasa Sunda dalam pementasan wayang golek diprakarsai oleh Dalem Bintang R.A.A Wiranatakoesoemah IV (1846-1874). Bupati Kabupaten Bandung, ia menugaskan Ki Anting untuk mementaskan golek menggunakan bahasa Sunda. Tahun tercatat awal pembuatan wayang golek adalah tahun 1840 (Suryana Jajang 2002: 76).
Ada pula pertunjukan wayang yang terkenal yang berlokasi di Kampung Jelekong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pelestarian budaya di Dinasti wayang tersebut merupakan suatu hal yang turun temurun dari keturunan Asep Sunandar Sunarya yang merupakan dalang terkenal pada masanya.
Saat ini, wayang sudah disesuaikan seiring berkembangnya zaman, karena wayang sudah menyesuaikan dengan tren yang ada di sosial media dan untuk pertunjukannya pun sudah bisa disaksikan melalui media sosial, saat ini Dinasti Wayang Kampung Jelekong dilanjutkan oleh keturunannya dan salah satunya bernama Adhi Konthea K Sunarya, beliau mengatakan bahwa “Wayang ini merupakan bentuk pengaplikasian kehidupan sehari-hari ke dalam wayang.”
Wayang sendiri memiliki fungsi yang berbeda-beda, ada yang berfungsi sebagai dakwah yang bertujuan untuk penyebaran agama Islam, ada untuk hiburan, dan ada beberapa wayang yang hanya dipakai ketika acara yang sakral misalnya peresmian, Adhi Konthea, mengatakan, “Jika datang ke pertunjukan wayang yang sakral, maka penonton harus menyaksikan hingga pertunjukan selesai, jika merasa ngentuk tidur di tempat pun tidak apa apa, asalkan tidak pulang.”
Wayang sudah menjadi warisan budaya yang diakui oleh dunia karena termasuk ke dalam daftar warisan budaya tak benda UNESCO sejak tahun 2003, oleh sebab itu kita harus melestarikannya dengan cara memahami sejarah, jenis dan kegunaan wayang, kita juga harus bisa menghargai supaya menjadi contoh untuk generasi yang akan datang.
Referensi:
Assifa Farid. 2022. Wayang Golek Masih Diminati, Ini Sejarah dan Filosofinya. https://www.kompas.com/wiken/read/2022/02/14/141710281/wayang-golek-masih-diminati-ini-sejarah-dan-filosofinya?page=1 . 14 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H