Pada era globalisasi membuat antar manusia dan antarbangsa saling berkaitan dan bergantungan satu dengan lainnya di seluruh dunia (Nurhaidah & Musa, 2015). Dunia terasa semakin sempit karena suatu negara masuk ke lingkup dunia yang menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan di berbagai bidang, salah satunya perkembangan teknologi yang masif. Aktivitas manusia kini telah di dominasi oleh internet digital yang menyebabkan aliran informasi tidak memiliki batas ruang dan waktu sehingga seluruh orang di berbagai belahan dunia dapat mengakses informasi dengan mudah. Contoh hasil perkembangan teknologi internet salah satunya adalah media sosial. Media yang berbasis teknologi internet ini merupakan ruang interaksi virtual yang dikembangkan oleh teknologi internet (Mawarti, 2018). Media sosial memberikan kebebasan penggunanya dalam memberikan informasi, berkomentar, dan mengunggah sesuatu.
Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Namun, globalisasi juga meninggalkan dampak baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak-dampak yang diakibatkan oleh globalisasi ini dapat teratasi dengan adanya pendidikan karakter. Kebebasan pengguna dalam menggunakan media sosial dan kurangnya pendidikan karakter karena adanya globalisasi membuat masyarakat dengan mudahnya melakukan sesuatu, seperti ujaran kebencian.
Ujaran kebencian atau hate speech adalah sebuah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk hinaan, hasutan, ataupun provokasi kepada individu atau kelompok lain dalam berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gendet, keterbatasan fisik, orientasi seksual, agama, dan lainnya (Zulkarnain, 2020). Teks pada ujaran kebencian yang beredar pada media sosial dilakukan seseorang atau suatu kelompok untuk menggiring opini publik, bahkan menyerang pihak lawan yang memiliki perbedaan pandangan dan ideologi (Kusumasari & Arifianto, 2020).
Menurut Frederika Alexis Cull, Puteri Indonesia 2019, mengatakan bahwa ujaran kebencian bukanlah kebebasan seseorang dalam berbicara, melainkan mengekspresikan kekerasan dan pelecehan. Hal ini digunakan untuk mengambil hak asasi manusia dan harga diri mereka di masyarakat. Ujaran kebencian termasuk dalam salah satu cyberbullying yaitu tindakan perundungan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan media internet, dengan berbasis pada situs jejaring sosial. Tindakan ini untuk mengintimidasi seseorang menggunakan media atau perangkat elektronik yang disengaja oleh pelaku dengan maksud atau tujuan yang dapat merugikan seseorang.
Ujaran kebencian pada era globasasi dengan berkembangnya teknologi semakin banyak terjadi. Peristiwa ujaran kebencian tidak mengenal usia dan tidak mengenal tempat. Kebebasan dalam menggunggah sesuatu di media sosial disalahgunakan oleh oknum pengguna internet untuk menyebarluaskan sesuatu, baik berupa video, foto, atau kata-kata, yang dapat menimbulkan pencemaran nama baik, penghinaan, dan lainnya (Zulkarnain, 2020). Tidak hanya di media sosial, ujaran kebencian juga dapat terjadi di depan publik secara langsung, ceramah keagamaan, bahkan melalui tulisan yang terletak pada spanduk ataupun banner. Pada media sosial, banyak pelaku yang bersembunyi dibalik akun palsu dalam melakukan ujaran kebencian. Setelah melakukan hal tersebut, kita tidak mengetahui kondisi korban dan dampak yang setelah terjadi ujaran kebencian tersebut.
Ujaran kebencian yang dilakukan seseorang atau kelompok di media sosial berdampak besar pada pola pikir maupun sikap, terutama pada korban. Dampak yang dialami korban ketika terjadi ujaran kebencian tidak hanya kondisi fisik saja yang kena, melainkan juga kondisi psikis. Kondisi psikis yang mulai dirasakan oleh korban ketika terjadi ujaran kebencian adalah munculnya rasa takut, khawatir, cemas dan rasa tidak percaya diri. Selain itu, dampak negatif yang dapat dirasakan dari ujaran kebencian yaitu kurangnya rasa percaya kepada orang lain. Dampak-dampak tersebut membuat kondisi mental menjadi tidak stabil (mentally unstable) dan membuat seseorang mudah depresi hingga bunuh diri. Kondisi psikologi yang terganggu akibat ujaran kebencian membuat kesehatan mental terganggu dan dapat memengaruhi kesehatan fisik.Â
Dilansir dari Mental Health Foundation, tubuh dan pikiran adalah suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan sehingga tidak heran jika kesehatan mental dapat memengaruhi kesehatan fisik. Contohnya, rasa tidak percaya diri dan cemas membuat sakit perut dan masalah pencernaan lainnya, depresi bisa membuat sakit kepala dan disusul gejala lain termasuk insomnia. Bahkan, depresi dapat menyebabkan kematian.
Ujaran kebencian dapat menyebabkan aksi tawuran atau perkelahian yang dapat menyebabkan kematian. Contohnya seperti kasus perkelahian antara siswa SMP Al Fatma dan SMP Al Majiah Cianjur. Perkelahian ini dimulai dari perseteruan kedua siswa tersebut di media sosial Facebook. Perseteruan tersebut membuat emosi kedua belah pihak tersulut sehingga berakhir tawuran antara siswa SMP Al Fatma dan SMP Al Majiah Cianjur. Tawuran tersebut menewaskan Rizky, siswa SMP Al Fatma, karena serangan dari siswa SMP Al Majiah Cianjur. Tak hanya itu, terdapat dua korban dengan luka berat dan kondisi kritis akibat tawuran tersebut (Permatasari & Wijaya, 2019).
Ujaran kebencian juga dapat menyebabkan persekusi seperti kasus seorang laki-laki di Bekasi yang meninggal atas tuduhan pencurian amplifier masjid. Laki-laki tersebut dibakar oleh warga hingga meninggal atas tuduhan pencurian tersebut. Hal ini bermula dari ujaran kebencian yang dilakukan oleh seorang warga yang memprovokasikan warga lain sehingga melakukan tindakkan yang tidak semestinya serta menghakimi dengan cara menuduh tanpa adanya fakta.
Upaya pencegahan yang seharusnya dilakukan ialah melakukan sosialisasi mengenai penggunaan media sosial yang baik dan bijak. Selain itu, pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti sangat diperlukan untuk menumbuhkan rasa bijaksana. Tak hanya itu, keterampilan membaca atau literasi dasar maupun literasi digital harus dimiliki oleh setiap individu agar dapat memahami informasi yang didapat sehingga perdamaian di dunia maya maupun di dunia nyata dapat terwujud.
Referensi
Kusumasari, D., & Arifianto, S. (2020). Makna Teks Ujaran Kebencian Pada Media Sosial. Jurnal Komunikasi, 12(1), 1. https://doi.org/10.24912/jk.v12i1.4045
Lestari, S. (2018). Peran Teknologi dalam Pendidikan di Era Globalisasi. Edureligia; Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(2), 94–100. https://doi.org/10.33650/edureligia.v2i2.459
Mawarti, S. (2018). FENOMENA HATE SPEECH Dampak Ujaran Kebencian. TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, 10(1), 83. https://doi.org/10.24014/trs.v10i1.5722
Mujiwati, Y. (2017). Peranan Pendidikan Karakter Dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Ilmiah Edukasi & Sosial, 8(2), 165–170.
Nurhaidah, & Musa, M. I. (2015). Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar, 3(3), 1–14. https://doi.org/10.24815/pear.v7i2.14753
Riswanto, D., & Marsinun, R. (2020). Perilaku Cyberbullying Remaja di Media Sosial. Analitika, 12(2), 98–111. https://doi.org/10.31289/analitika.v12i2.3704
Zulkarnain. (2020). Ujaran Kebencian (Hate Speech) Di Masyarakat Dalam Kajian Teologi. Studia Sosia Religia, 3(1), 70–82. https://doi.org/10.51900/ssr.v3i1.7672
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H