Taman Dedari
Taman Dedari adalah merupakan destinasi awal kami sesampainya kami di Bali. Perjalanan untuk sampai ke Taman Dedari dari Pelabuhan Gili Manuk memerlukan waktu sekitar 3 jam via jalan selatan. Di perjalanan kami disajikan berbagai pemandangan indah, mulai dari gapura besar dengan motif serta ukiran yang indah, serta pemandangan sawah terasering yang bisa menyejukkan hati dan pikiran ketika melihatnya, laut yang terbentang luas, serta pesisir yang bersih menambah keasrian pantai selatan di Pulau Bali.
Patung-patung raksasa ini bukan hanya sebagai ornamen semata, mereka merefleksikan tentang hikayat legenda rakyat tentang bidadari yang mandi di Sungai Ayung, sungai terpanjang yang ada di Pulau Bali. Suguhan pemandangan alam dari ketinggian, membuat patung-patung bidadari ini semakin elok berdiri kokoh seetinggi 10 meter.
Destinasi wisata inipun berlokasi 10 menit dari pusat Kota Ubud. Â Tak perlu merogoh kocek untuk masuk ke Taman Dedari yang berarti yang berarti Taman Bidadari. Kita hanya perlu membeli makanan maupun minuman yang ada disana. Kita bisa menikmati berbagai kuliner khas Bali, dengan menikmati pemandangan yang ada disini.
Sayang beribu sayang, hari mulai petang dan kami barusan datang, sehingga kami tidak bisa menikmati pemandangan yang indah dari Taman Dedari ini, dari rencana awal ingin menikmati indahnya taman ini di sore hari. Karena keterlambatan kami hanya bisa menikmati sajian kuliner yang ada disini.
Kaget bukan maen, melihat draft menu yang diberikan oleh pelayan restoran, dompetku langsuung minder, dan akhirnya saya hanya memesan minuman yang tergolong paling murah. Dan mencoba menikmatinya sebagai minuman eksklusif untuk pertama kalinya.
Setelah mengunjungi Taman Dedari kami memutuskan untuk langsung pergi ke rumah Ustadzah Sri, kamipun dikirimi dimana koordinat rumah beliau melalui google maps, pun demikian kami harus tersesat atau salah tujuan 3 kali, baru dengan menanyakan alamat yang jelas, serta menanyakannya kepada para penduduk disana, akhirnya kamipun bisa sampai.
 Pura Ulun Danu
Sesuai jadwal yang kita sepakati, setelah menunaikan sholat subuh kamipun bergegas untuk izin melanjutkan perjalanan kami, di rumah beliau kami disambut dengan hangat, dan kami sangat berterimakasih atas itu. Perjalanan kita lanjutkan menuju destinasi selanjutnya yaitu Pura Ulun Danu.
Perjalanan di pagi hari, di Pulau Dewata mempunyai sensasi tersendiri, disamping tempat yang asri, budaya yang masih dijaga dan dilestarikan menambah suasana menjadi semakin sejuk dan menentramkan. Mereka para penduduk menjaga bersama alam yang Tuhan hadirkan untuk mereka.
Setibanya kami sampai di tempat wisata Pura Ulun Danu, kami termasuk pen gunjung pertama yang datang kesana. Sehingga kami dengan mudah dan bebas bisa mengambil gambar tanpa ada gangguan banyaknya pengunjung. Pura Ulun Danu adalah salah satu tempat yang terpilih menjadi ikon uang 50.000 an.
Desa Penglipuran
Puas menikmati pemandangan dan keasrian di kawasan wisata Pura Ulun Danu, kamipun melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir kami, yaitu Desa Penglipuran, desa yang tersohor asri dengan budaya yang dijunjung tinggi, desa yang terkenal indah dengan penduduknya yang ramah.
Desa dengan begitu kuat menjaga budaya serta adat nenek moyang mereka, norma-norma yang begitu kental dengan bagaimana peraturan yang tersirat maupun tersurat, dari mulai lahiran, pernikahan sampai kematian semua sudah diatur sedemikian rupa, untuk melestarikan budaya di Desa Penglipuran.