Di bawah langit pagi yang cerah, Pondok Pesantren Al-Hikmah di Jawa Tengah diramaikan oleh lantunan ayat suci Al-Quran dan suara santri yang bersemangat menuju ruang kelas.
Di antara mereka, terdapat empat sekawan yang tak pernah sepi: Adrian, si jenius yang cerdik, Riyan, si humoris, Hadian, si jenaka pecinta tebak-tebakan, dan Reno, si santai yang suka melontarkan komentar sarkastis.
(Bel berbunyi, pertanda pelajaran akan segera dimulai)
Riyan: (Menepuk bahu Adrian) "Yan, dengar-dengar tadi kamu mimpi jadi pejuang kemerdekaan ya? Pasti seru banget tuh!"
Adrian: (Tersipu malu) "Iya, Riyan. Gak nyangka aja bisa mimpi kayak gitu."
Hadian: (Ikut nimbrung) "Wah, ceritain dong detailnya! Pasti kamu jadi jagoan yang jago silat trus ngalahin penjajah sendirian!"
Reno: (Menyela dengan nada malas) "Hah? Mimpi jadi pejuang kemerdekaan? Emang bisa ngalahin penjajah pake mimpi doang?"
Adrian: (Menatap Reno dengan serius) "Entahlah, Ren. Tapi mimpi itu terasa nyata banget buatku."
(Ustad Agus, ustad yang lucu dan bijaksana, memasuki kelas)
Ustad Agus: (Memberi salam) "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!"
Para Santri: (Menjawab salam) "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Ustad!"