Para Guru Besar dari berbagai universitas mulai mengkritik pemerintahan saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Beberapa universitas yang mengkritik termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI).
Kritik ini muncul karena banyak kekhawatiran terkait Pemilu 2024, dengan adanya kemungkinan indikasi kecurangan dari salah satu calon presiden. Kekhawatiran semakin meningkat karena calon tersebut dapat memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya, terutama dengan adanya ketidaknetralan dari pihak presiden.
Bahkan, UGM, almamater Presiden, mengeluarkan Petisi Bulaksumur yang menuntut Presiden, aparat hukum, pejabat negara, dan aktor politik untuk kembali pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial. Petisi ini juga mendesak DPR dan MPR untuk mengambil sikap menghadapi gejolak politik dalam Pemilu 2024.
Guru Besar Psikologi UGM, Koentjoro, menyampaikan bahwa UGM bangga memiliki banyak alumni yang menjadi calon presiden. Namun, petisi ini diajukan sebagai peringatan atas tindakan-tindakan menyimpang dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang juga merupakan bagian dari keluarga besar UGM.
Berbagai universitas lainnya juga mengeluarkan petisi untuk mengingatkan Presiden bahwa perilaku yang dilakukan tidak sesuai dan dapat mengancam demokrasi. Mereka memperingatkan bahwa situasi saat ini dapat mengingatkan pada peristiwa tahun 1998, di mana dosen-dosen universitas melakukan mobilisasi massa untuk menumbangkan pemerintahan Orde Baru.
Kelompok akademisi mengambil sikap politik berdasarkan kepentingan rakyat dan kajian yang mendalam. Mereka menyoroti bahaya yang mengancam demokrasi dan menekankan perlunya tindakan pencegahan untuk menghadapi situasi yang sangat membahayakan demokrasi.
Langkah para akademisi dalam mengambil sikap politik dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa teori politik yang telah dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir. Salah satu teori yang relevan adalah "Teori Kritis" atau "Critical Theory," yang diperkenalkan oleh kelompok Frankfurt School seperti Max Horkheimer dan Theodor Adorno. Teori ini menekankan pada kritik terhadap struktur kekuasaan yang dominan dalam masyarakat dan upaya untuk memahami serta mengatasi bentuk-bentuk ketidaksetaraan.
Menurut Teori Kritis, kelompok akademisi dapat memainkan peran penting dalam mendekonstruksi ideologi yang mendukung penguasaan dan mengungkap ketidakadilan dalam kebijakan dan tindakan pemerintah. Tindakan mereka untuk mengambil sikap politik dapat dianggap sebagai reaksi terhadap hegemoni yang mungkin merugikan masyarakat.
Selain itu, konsep "Partisipasi Politik" dari teori demokrasi partisipatif, seperti yang diusulkan oleh teoretisi seperti Carole Pateman dan Robert Dahl, dapat diaplikasikan. Para akademisi yang terlibat dalam tindakan politik menunjukkan partisipasi aktif mereka dalam mengawasi kebijakan pemerintah, serta memastikan bahwa kepentingan rakyat diwakili dan dijaga.
Penerapan teori-teori ini memberikan sudut pandang analitis terhadap tindakan para akademisi dalam konteks politik, menjelaskan bahwa mereka tidak hanya menyampaikan kritik semata, tetapi juga berusaha untuk merespons dan melawan struktur kekuasaan yang dianggap merugikan demokrasi dan keadilan.