Mohon tunggu...
M Alvian Rizky
M Alvian Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Umum PK. PMII UNIKOM

saya suka menulis dan juga membaca buku, selain kegiatan tadi saya memiliki organisasi yang bergerak di bidang literasi masyarakat, karena membangun literasi ditengah masyarakat menjadi penting untuk memajukan peradaban manusia yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Politik Dua Kaki Partai Golkar di Pilpres 2024 : Antara Airlangga dan Ridwan Kamil

12 September 2023   09:59 Diperbarui: 12 September 2023   12:13 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Partai Golkar kembali dihadapkan dengan pilihan sulit dalam menghadapi Pilpres 2024. Partai berlambang pohon beringin ini memiliki dua kader potensial yang berpeluang menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres), yaitu Ketua Umum Airlangga Hartarto dan Wakil Ketua Umum Ridwan Kamil. Namun, keduanya berada di koalisi yang berbeda.

Airlangga Hartarto telah menyatakan komitmennya untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) dari Koalisi Indonesia Maju, yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PBB, Partai Gelora, dan Partai Garuda. Sementara itu, Ridwan Kamil disebut-sebut sebagai salah satu nama yang dipertimbangkan oleh PDI Perjuangan untuk menjadi cawapres pendamping Ganjar Pranowo, capres dari partai berlambang banteng moncong putih tersebut.

Apakah Partai Golkar akan memainkan politik dua kaki di Pilpres 2024, seperti yang pernah dilakukannya di Pilpres 2004? Bagaimana dampaknya bagi partai dan para kandidatnya? Berikut ulasan lengkapnya.

Politik Dua Kaki ala Golkar

Politik dua kaki adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan strategi politik yang dilakukan oleh sebuah partai atau kelompok untuk mendukung dua kandidat atau koalisi yang berbeda dalam sebuah kontestasi pemilu. Tujuannya adalah untuk memperbesar peluang untuk mendapatkan kekuasaan atau pengaruh politik, sekaligus menghindari risiko kehilangan kedua-duanya.

Partai Golkar dikenal sebagai partai yang sering memainkan politik dua kaki dalam pilpres. Hal ini terlihat dari sejarah partisipasinya dalam kontestasi pemilihan presiden secara langsung sejak tahun 2004.

Pada Pilpres 2004, Partai Golkar mengusung Wiranto sebagai capres dan Salahuddin Wahid sebagai cawapres. Namun, pada saat yang sama, salah satu kader senior Golkar, Jusuf Kalla, maju sebagai cawapres bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Partai Demokrat. Hasilnya, pasangan SBY-JK berhasil memenangkan pilpres, sementara pasangan Wiranto-Solahuddin tersingkir di putaran pertama.

Pada Pilpres 2009, Partai Golkar kembali mengusung Jusuf Kalla sebagai capres, kali ini berpasangan dengan Wiranto dari Partai Hanura. Namun, pada saat yang sama, beberapa kader Golkar juga terlibat dalam koalisi pendukung SBY-Boediono dari Partai Demokrat. Hasilnya, pasangan SBY-Boediono menang telak dengan meraih lebih dari 60 persen suara, sementara pasangan JK-Wiranto hanya mendapat sekitar 12 persen suara.

Pada Pilpres 2014, Partai Golkar mengusung Aburizal Bakrie sebagai capres dan Hatta Rajasa sebagai cawapres. Namun, pada saat yang sama, beberapa kader Golkar juga terlibat dalam koalisi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla dari PDI Perjuangan. Hasilnya, pasangan Jokowi-JK berhasil mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan selisih tipis sekitar 6 persen suara.

Pada Pilpres 2019, Partai Golkar resmi bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin dari PDI Perjuangan. Namun, pada saat yang sama, beberapa kader Golkar juga terlibat dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dari Partai Gerindra. Hasilnya, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin berhasil mempertahankan kekuasaannya dengan meraih sekitar 55 persen suara, sementara pasangan Prabowo-Sandiaga hanya mendapat sekitar 45 persen suara.

Dari sejarah di atas, terlihat bahwa Partai Golkar selalu memiliki kader yang berada di pihak pemenang pilpres, meskipun partainya sendiri tidak selalu menang. Hal ini menunjukkan bahwa Partai Golkar memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi politik yang dinamis dan berubah-ubah.

Dilema Airlangga dan Ridwan Kamil

Pada Pilpres 2024, Partai Golkar kembali dihadapkan dengan dilema politik dua kaki. Partai ini memiliki dua kader potensial yang berpeluang menjadi cawapres, yaitu Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil. Namun, keduanya berada di koalisi yang berbeda.

Airlangga Hartarto telah menyatakan komitmennya untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai capres dari Koalisi Indonesia Maju. Ia bahkan telah mengumumkan bahwa ia siap menjadi cawapres Prabowo jika diminta. Airlangga juga mengklaim bahwa koalisi ini telah memiliki dukungan sekitar 40 persen suara rakyat.

Namun, Airlangga juga harus bersaing dengan beberapa nama lain yang juga dianggap layak menjadi cawapres Prabowo, seperti Sandiaga Uno dari Partai Gerindra, Zulkifli Hasan dari PAN, Yusril Ihza Mahendra dari PBB, Anies Baswedan dari Partai Gelora, dan Ahmad Riza Patria dari Partai Garuda.

Sementara itu, Ridwan Kamil disebut-sebut sebagai salah satu nama yang dipertimbangkan oleh PDI Perjuangan untuk menjadi cawapres pendamping Ganjar Pranowo. Nama RK muncul setelah Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut bahwa bakal cawapres Ganjar sudah mengerucut menjadi lima nama, yaitu Sandiaga Uno, Mahfud MD, Ridwan Kamil, Erick Thohir, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Ridwan Kamil sendiri belum memberikan respons terkait isu tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa ia ingin me time setelah tidak lagi menjabat sebagai gubernur Jawa Barat. Namun, ia juga tidak menampik kemungkinan untuk maju di pilpres jika ada peluang.

Namun, Ridwan Kamil juga harus bersaing dengan beberapa nama lain yang juga dianggap layak menjadi cawapres Ganjar, seperti Mahfud MD dari kubu pemerintah, Sandiaga Uno dari Partai Gerindra, Erick Thohir dari Partai NasDem, AHY dari Partai Demokrat, dan Moeldoko dari Partai Berkarya.

Dampak Politik Dua Kaki bagi Golkar

Apabila Partai Golkar memutuskan untuk memainkan politik dua kaki di Pilpres 2024 dengan mengusung Airlangga Hartarto sebagai cawapres Prabowo dan Ridwan Kamil sebagai cawapres Ganjar, maka partai ini akan mendapatkan beberapa dampak positif dan negatif.

Dampak positifnya adalah Partai Golkar akan memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan posisi wakil presiden, sekaligus menghindari risiko kehilangan kedua-duanya. Selain itu, partai ini juga akan menunjukkan bahwa ia memiliki kader-kader berkualitas yang mampu bersaing di level nasional.

Dampak negatifnya adalah Partai Golkar akan terpecah belah dan kehilangan soliditas internal. Hal ini akan menimbulkan konflik dan gesekan antara kader-kader yang berbeda pandangan politik. Selain itu, partai ini juga akan kehilangan kredibilitas dan kepercayaan publik sebagai partai yang konsisten dan bertanggung jawab.

Oleh karena itu, Partai Golkar harus mempertimbangkan secara matang dan bijak langkah politiknya di Pilpres 2024. Apakah ia akan tetap setia dengan koalisi pendukung Prabowo Subianto atau beralih ke koalisi pendukung Ganjar Pranowo? Ataukah ia akan memainkan politik dua kaki dengan mengusung dua kader potensial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun