Menjelang 19 April 2017, polarisasi pemilih pada Pilkada DKI Jakarta, semakin cair. Berbagai hasil survei terbaru yang dilansir lembaga-lembaga survei terpercaya menunjukkan kekuatan dukungan untuk kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur semakin berimbang.
Pasangan Ahok – Djarot yang semula berada dalam posisi underdog karena mengalami guncangan kasus penistaan agama kini mengalami peningkatan elektabilitas. Sedangkan Anies – Sandi justru relatif stagnan.
Memang, di beberapa survei, seperti LSI Denny JA, Anies unggul. Begitu juga sebaliknya dengan Ahok yang unggul di survei terbaru Charta Politika. Namun mengingat keunggulan baik Anies maupun Ahok tersebut masih dalam kisaran margin error, maka boleh dikata keunggulan yang nampak masih sumir. Apalagi, masih ada undecided voter dalam persentase tertentu.
Mengapa elektabilitas Ahok mengalami peningkatan? Mengutip Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, ada tiga faktor penyebab. Pertama, karena fakta persidangan penistaan agama ternyata menunjukkan bukti-bukti dan petunjuk hukum yang dituduhkan kepada Ahok relatif lemah.
Kedua, karena berubahnya peta dukungan partai-partai politik Islam yang merapat ke Ahok. Ketiga karena hasil debat publik di TV, dimana Ahok mengungguli Anies. Terlebih saat debat di Mata Najw Metro TV, dimana hal itu sempat mengkhawatirkan kubu Anies, sehingga undangan tampil dalam debat di Kompas TV tidak dihadiri.
Hal penting lain yang belakangan mendorong naiknya elektabilitas Ahok adalah pertemuan PBNU dengan Ahok – Djarot yang terjadi menjelang akhir masa kampanye. Pertemuan pimpinan NU tersebut semakin menegaskan betapa tak ada lagi barrier keagamaan untuk Ahok.
Secara tersirat, tokoh-tokoh Islam tradisisionil sudah memberi isyarat tegas, bahwa pilkada adalah ajang memilih pemimpin politik, bukan pemimpin agama. Hal ini semakin mencairkan massa pemilih islam yang sempat dibuat “alergi” terhadap Ahok karena factor agama.
Fakta menunjukkan polarisasi yang terjadi saat ini, kelompok Islam modernis plus kelompok Islam militan berada di kubu Anies. Sedangkan Islam tradisional dan nasionalis berada di kubu Ahok.
Kelompok Islam modernis di kubu Anies direpresentasikan PKS dan PAN serta kelompok militan direpresentasikan oleh FPI dan HTI. Sedangkan kelompok Islam tradisional di kubu Ahok direpresentasikan PPP dan PKB serta simpul-simpul jaringan Nahdlatul Ulama (NU).
Situasi ini membuat posisi Anies tak lagi manis seperti beberapa waktu sebelumnya. Jargon memilih pemimpin Islam yang selama ini menjadi andalan pendukung Anies tak gurih lagi. Banyak pemilih muslim tradisionil yang mulai mengambil jarak.
Dalam hal program, jualan Anies tak ada lagi yang baru. Program DP rumah 0% dan program Oke Oce masih hanya sekedar wacana, sekalipun Sandiaga mengklaim banyak yang sudah merasakan manfaat dari kehadiran program tersebut.