Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan mengunjungi Kabupaten Lahat. Jaraknya 248,4 kilometer dari ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, dengan waktu tempuh sekitar 6 jam lewat jalan darat.
Dulu, image Kabupaten Lahat negatif, sebagai wilayah angker dan seram karena banyak pelaku kriminal. Sekarang, wilayah ini sudah bertransformasi menjadi surga bagi wisatawan dan investor.
Kota Lahat sudah terbentuk sejak jaman penjajahan Belanda. Usianya sudah 147 tahun. Tak heran, bila di tengah masyarakat muslim yang mendominasi Lahat, juga ditemukan sisa-sisa peninggalan Belanda seperti Gereja Santo Michael di Kecamatan Tanjung Sakti PUMI. Konon, dari Kecamatan Tanjung Sakti ini, misi gereja di  Sumatera bagian Selatan (SumBagSel: meliputi Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung) dimulai.
Tidak hanya gereja, peninggalan sekolah sejak zaman Belanda juga bisa ditemui di Lahat, yakni sekolah TK, SD, SMP dan SMA Santo Yosef. Di sekolah ini, Bupati Lahat Saifudin Aswari Rivai yang seorang muslim menghabiskan pendidikan dasar hingga menengah atas, sebelum menyelesaikan pendidikan tinggi di Jakarta.
Kak Wari –sapaan akrab Saifudin Aswari Rivai—sudah menjabat Bupati Lahat sejak tahun 2008 lalu. Saat ini dia menjalani periodesasi kepemimpinan kedua hingga 2018 mendatang. Tipikalnya humble, gesit dan kinerjanya moncer untuk memajukan masyarakat.
Tidak seperti pejabat daerah lain yang mementingkan keluarga dan kroni untuk menjadi pegawai negeri sipil, Bupati Lahat yang berlatarbelakang pengusaha ini, justru menekan pertambahan jumlah pegawai negeri. Selama delapan tahun kepemimpinannya, dia menerapkan kebijakan tidak merekrut PNS baru di daerahnya. Alasannya simpel, yakni agar APBD tidak terbebani belanja pegawai, tetapi bisa dimaksimalkan untuk belanja program infrastuktur, pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Sadar bahwa tolok ukur keberhasilan seorang pemimpin pemerintahan diukur dari dua hal yakni seberapa tinggi pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai dan keberhasilan mengurangi pengangguran, Aswari kerja keras siang malam untuk mewujudkannya.
Hasilnya, dari sisi ekonomi, terlihat perekonomian Lahat menggeliat. Industri pariwisata mulai tumbuh ditandai kehadiran hotel-hotel baru untuk menampung wisatawan. Nilainya APBD juga mengalami lonjakan luar biasa dari Rp800 miliar menjadi Rp1,8 triliun.
Hal lain yang dilakukan untuk mengatasi pengangguran, Bupati bergelar Insinyur itu menerapkan kebijakan ramah investasi kepada para pengusaha. Akibatnya banyak investor berbondong-bondong menjadikan Lahat sebagai tempat berinvestasi.
Saya sempat mendatangi salah satu power plant yang didanai konsorsium pengusaha China dan Indonesia yang beroperasi di Lahat. Di sinilah saya melihat bagaimana keseriusan Bupati Aswari memperjuangkan nasib putera daerah Lahat.