"Apakah kau gelisah memikirkan sesuatu?"
Mereka semua yang asik berbincang-bincang di pelataran depan pafiliun kecil itu, sambil meminum teh hijau dan bercanda gurau, tiba-tiba terfokus kepada Wei Tianzhi yang dirinya mulai terlihat melemah. Di saat itulah Manchu menyadarinya.
"Aku tidak apa-apa."
"Kau yakin? Kau pucat sekali. Berbaringlah di dalam kami akan menjaga kalian."
"Sungguh...?"
Mereka semua mengangguk lalu Liu Tao bersahut, "kembali saat sehat."
"Ya."
Qin Dai, dan para murid akhirnya kembali ke akademi tianshang. Namun, sesekali salah satu dari murid Qin Dai, setiap harinya terus menengok pafiliun tersebut sambil berjaga-jaga, dan apabila ada informasi mendesak mereka pun bisa segera menghubungi guru mereka.
Manchu setiap hari berlatih beladirinya yang di temani oleh Liu Tao. Hari ini hari ke-2 mereka tinggal di pafiliun.
"Titah kaisar tiba..." umum dari kaki tangan sang kaisar kepada mereka.
"Mengapa ada titah kaisar datang kemari," tanya Manchu. Liu Tao hanya menggeleng.
"Aku datang kemari untuk menyampaikan titah dari sang Kaisar."
"Silahkan," jawab Liu Tao.
"Kaisar memberikan titah kepada keluarga Liu untuk menghadiri perjamuan istana di akhir pekan ini sebagai ucapan bangganya karena telah memiliki sesosok Putri yang terpilih dari kalangan pinggiran yang berhasil mempertanggungjawabkan apa yang telah di perbuat, dan berhasil dalam membuktikan kemampuannya di pertandingan battle umum Academy Tiānshàng ( 天上 ), sekian."
"Baik, titah saya terima." Ucap Liu Tao.
"Kalau begitu, saya permisi."
"Baik, di persilahkan."
Murid Qindai yang mengetahui hal tersebut kemudian langsung memberitah gurunya, dan tepat di malam hari Qin Dai pun datang menemui mereka.
"Kalian menerima titah perjamuan istana?"
"Ya. Kau bisa tahu."
"Murid ku yang memberitahu ku."
"Oh..."
"Chu Yu, sudah ku anggap seperti anak sendiri. Berhati-hatilah masuk ke dalam istana karena istana tidak sesederhana itu."
"Baik."
"Dan coba sampaikan pesan ku kepada Tianzhi jika dia sudah sembuh. Aku merasakan energi sihir hitam mengelilingi tubuhnya yang berpusat pada pedang tiankong. Jika dia tidak segera memulihkan diri atau mencari tahu sumber dari energi negatif tersebut, maka dia akan mengalami kematian secara perlahan."
"Ya, aku juga merasakanya." Timpal Manchu.
"Kau juga mengetahuinya," tanya Liu Tao.
"Ya. Aku adalah seorang pengembara. Aku juga sempat belajar ilmu sihir, dan sepertinya itu sihir hitam yang kuat untuk mengendalikan seseorang dari dalam. Namun, aku mengambil kesimpulan bahwa ini semua ada kaitanya dari orang dalam istana. Apakah kau ingat apa yang sempat aku ucapkan malam itu?"
"Hem," anggu Liu Tao.
"Aku akan membentu kalian jika membutuhkan tenaga lebih. Tapi, aku tidak bisa ikut lebih dalam karena kau tahu sendiri aku bukanlah siapa-siapa di tempat ini," ungkap Qin Dai.
"Kata siapa, kau itu bukan siapa-siapa?" teriak seseorang dari belakang.
"Tianzhi," seru mereka bersama.
"Aku mendengarnya. Kau adalah, seorang yang berbakti pada Academy Tiānshàng ( 天上 ) juga pada Istana walau tak di akui seluruh usaha mu. Kau pun sempat di curangi tapi tidak melakukan pembelaan. Kala itu aku hanya mampu diam, karena aku tahu aku di Akademi jika bukan karena keluarga dari Qingyi aku tak mampu melalukan apa-apa, jika bukan karena Kaisar dan Permaisuri, aku juga tidak akan berdiri sampai hari ini. Jadi, maafkan aku yang hanya diam saja melihat kejahatan merajalela, guru." Ungkap Tianzhi membungkuk.
"Apa yang kau ucap. Aku bukan guru mu, guru hanya Haocun."
"Di mata ku semua sama, yang bijak dan tua. Menurut ku mereka semua adalah, guru sekaligus orang tua yang membimbing ku."
"Duduklah kita semua harus bekerja sama. Mari bicara."
"Baik."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H