Mohon tunggu...
Aksara Matahari
Aksara Matahari Mohon Tunggu... Model - Manusia

Hanyalah seorang manusia yang mencoba melestarikan Budaya Leluhur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Korupsi pada Masa Jawa Kuna

14 Mei 2021   18:58 Diperbarui: 14 Mei 2021   19:02 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dsc02549-jpg-609e503ed541df5efb24a593.jpg
dsc02549-jpg-609e503ed541df5efb24a593.jpg

Prasasti Luitan (Dok. Pribadi)

Prasasti Luitan ini bertarikh 823 aka (901 M) dan dikeluarkan oleh rakryn mapatih i hino pu daka r bhubajrapratipakakaya. Pada waktu itu ketika penduduk desa  luitan (tatkla anak wanwa) di Luitan yang masuk wilayah (watak) Kapung memberitahukan bahwa tanah sawah yang dimilikinya (umajarakan parah nikana sawa kmitanya) untuk diukur kembali oleh Rakryn Mapatih (kinonnakan ya ukuran de rakryn mapati). Di sini tampah yang digunakan pun berukuran lebih kecil daripada ukuran yang baku. Kalau tidak teliti penduduk desa tersebut akan kena kemplang petugas pajak sebesar 12,5 tampah x 6 dharana = 75 dharana. Lumayan besar untuk ukuran waktu itu.

"Mohon bapak ukur ulang. Luas tanah saya tidak besar, kok bayar pajaknya tinggi sekali," begitu kira-kira kata si petani. Ternyata setelah diukur ulang, luas tanah si petani cuma 27 tampah. Mengapa bisa terjadi selisih luas begitu banyak? Rupanya tampah yang digunakan petugas pajak pertama berukuran lebih kecil, kira-kira duapertiga daripada ukuran tera. Otomatis luas tanahnya membengkak. Karena kejelian si petani, maka dia berhasil menyelamatkan hartanya

Sebagai singkatnya, kasus-kasus dari ketiga prasasti tersebut menunjukkan adanya penyelewengan dalam penetapan pajak. Jika rakyat tidak mengajukan protes karena tidak tahu mana ukuran luas yang dijadikan dasar penetapan pajak, atau karena tidak diberi kesempatan untuk mengajukan protes, penarik pajak atau sang nyaka akan memperoleh keuntungan dari jumlah yang dibayarkan oleh rakyat. Jadi di era modern seperti sekarang, alangkah baiknya jika mendapati kasus dugaan korupsi hendaknya kita juga harus segera melapor ke pihak terkait yakni KPK.

Padahal hari ini aku juga melakukan tindakan korupsi terhadap diriku sendiri. Disaat enak-enaknya ngising, ada suara ketok-ketok pintu. Padahal belum semuanya berhasil terbuang, sehingga segeralah kuhentikan  aktivitas ritual tersebut meskipun sebenarnya masih ada sisa di dalam tubuh. Setelah cebok aku menuju ke pintu depan dan bertemu tamu yang ternyata sales kompor gas. Dan hingga kini sisanya juga belum ku keluarkan.

#WesNgunuWae

Sumber:

Boechari dan A.S. Wibowo Prasasti Koleksi Museum Nasional I :124-126

Brandes 1913, OJO, XXVI : 33

Boechari, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Jakarta: KPG.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun