Mohon tunggu...
Achsinul Arfin
Achsinul Arfin Mohon Tunggu... Freelancer - Suka membaca dan menulis

Suka menulis, baca buku, review buku, serta semangat belajar dalam hal literasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Fluktuasi BBM dan Persiapan Menuju Emisi Nol

6 Januari 2023   04:36 Diperbarui: 6 Januari 2023   04:48 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kompas.com

Kemarin, tepat pada tanggal 3  Januari 2023  pemerintah menerapkan tarif baru mengenai harga BBM, ada perubahan dibandingkan harga yang sebelumnya,  misalkan, pertamax yang sebelumnya pada kisaran harga  Rp13.900, kini berubah menjadi Rp12.800.

Kebijakan tersebut diambil setelah pemerintah mengkaji keputusan mengenai harga BBM yang berada tingkat nasional internasional.

Penurunan harga tersebut merupakan kabar baik bagi para pemakai BBM jenis pertamax,  selain itu ada pula harga yang turun, di antaranya harga Pertamax Turbo menjadi Rp 14.050 per liter, Dexlite Rp 16.150 per liter, dan Pertamina Dex Rp 16.750 per liter.

Memang harga Pertamax Turbo, Dexlite Pertamina Dex selalu fluktuatif bisa naik dan juga bisa turun, sehingga orang-orang pun bisa membeli dengan harga lebih mahal ataupun lebih murah dibanding harga pada bulan sebelumnya. 

Dengan turunnya harga BBM nonsubsidi, kebijakan tersebut lebih menguntungkan kalangan menengah ke atas, yang mana para penggunanya tersebut lebih memilih menggunakan pertamax  daripada pertalite.

Di lain pihak penurunan harga tersebut bisa jadi penjual eceran yang ada di toko-toko kelontong akan berkurang pelanggannya karena orang-orang  lebih nyaman membeli pertamax daripada di toko karena hanya selisih delapan ratus rupiah saja, apabila dipertimbangkan membeli pertamax lebih baik daripada mengantri pertalite yang penggunaannya lebih banyak, bahkan untuk membeli 1 liter pertalite di SPBU bisa menghabiskan waktu 30 sampai 45 menit apabila kondisi sedang ramai,  sebab regulasi pembeliannya yang harus memasukkan nomor plat motor ke sebuah mesin yang ada di SPBU.

***

Bahan Bakar Minyak merupakan suatu yang krusial bagi masyarakat, karena setiap mobilisasi pasti memerlukannya, entah jarak jauh maupun jarak dekat, misalkan saja tidak mungkin orang hanya menggunakan sepeda onthel untuk mengantarkan sayuran.

Bisa dibayangkan sendiri apabila kendaraan tersebut menggunakan tenaga manual yang berupa hewan atau manusia, tentunya pekerjaan akan menjadi lebih lamban.

Akan tetapi yang membuat saya bertanya-tanya, apakah ada kemungkinan kalau BBM bersubsidi akan turun harganya, mengingat pemerintah sudah menetapkan harga Rp10.000/liter untuk pertalite dalam dan Rp6.800/liter untuk solar.

Bisa jadi ketika harga BBM tersebut terus menurun, misalkan Pertamax di harga Rp10.000 menjadikan pemerintah berencana akan menghilangkan pertalite dari pasaran, sebab mereka merasa jika dalam nominal tersebut masyarakat sudah bisa beli, atau bisa juga dengan cara lama, yaitu membatasi persediaan pertalite kemudian menghilangkannya, seperti yang terjadi pada premium.

Harga-harga barang yang berada di pasar seperti halnya sayur mayur yang fluktuatif pasti ada batas harga tertentu, tidak seperti dua atau tiga tahun silam, kecuali jika ada panen raya melimpah sehingga mengakibatkan barang yang ada di lapangan lebih banyak daripada barang yang dicari.

Seperti halnya cabai, apabila banyak petani yang memanen dengan kualitas bagus tentu harganya akan turun, berbeda ketika tingkat panen sedikit, contoh kasus yang  terjadi di Jombang,  ketika itu banyak sekali yang sedang  gagal panen akan tetapi   meski di  Jombang panennya bagus, sehingga banyak para penduduknya menjadi kaya mendadak.

Fenomena tersebut juga bisa terjadi di manapun, hanya saja momennya yang kurang pas.

Salah satu target dari pemerintah adalah mengurangi ketergantungan dari energi fosil, apabila hal tersebut terealisasi dalam meminimalisir penggunaan fosil, bukannya tidak mungkin harga-harga akan terjangkau.

Konon katanya energi listrik bisa dibuat secara unlimited atau tidak terbatas dengan memanfaatkan panel surya, angin, bendungan, dan sebagainya, kebetulan sekali energi-energi tersebut sangat melimpah di Indonesia.

Polusi udara pun juga menjadi lebih minim, seperti halnya tidak adanya asap kendaraan yang mengepul yang dapat mencemari lingkungan. 

Di sisi lain rencana pemerintah dalam memanfaatkan energi terbarukan bisa sangat kecil bisa terealisasi, karena banyaknya kepentingan politik. Atau bisa dikatakan tidak serta merta dalam waktu satu atau dua tahun semua beres.

Mindset masyarakat saat ini masih terpaku dengan kendaraan yang biasa menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil. Di lain pihak ada pula seseorang yang mengatakan bahwa kendaraan dengan menggunakan tenaga listrik justru mengkonsumsi banyak biaya, katakan saja apabila baterainya rusak, harganya pun sama dengan mobil.

Ada sebuah kisah di eropa ada seseorang yang membeli mobil listrik, tetapi ketika rusak biayanya lebih mahal sehingga lebih memilih menghancurkannya di bawah tebing.

***

Kemarin pemerintah mencanangkan subsidi kendaraan bagi yang mau membeli kendaraan listrik, akan tetapi belum tahu sampai kapan subsidi tersebut berlaku, mungkin ada batasnya.

Selain kendaraan pemerintah juga harus menata infrastrukturnya juga, seperti halnya membangun stasiun pengisian baterainya juga, jangan sampai ada kendaraan listrik tapi bingung tempat pengisiannya.

Selain itu harus juga ada penyesuaian mengenai komponen kendaraan yang berada di Indonesia tentu akan berbeda dengan mobil yang berada di Eropa maupun Amerika yang memiliki empat musim pertahun.

Dengan iklim tropis, Indonesia hanya memiliki dua musim saja, yaitu musim panas dan musim penghujan. Mungkin musim panasnya tidak terlalu berdampak, di sisi lain ketika mulai masuk musim penghujan banyak sekali jalanan akan becek, bahkan beberapa wilayah tidak hanya becek oleh lumpur, aspal-aspal yang bolong juga banyak bisa mengakibatkan air masuk ke dalam mesin mobil.

Sudah ada beberapa pihak asuransi yang sudah siap mengcover pembelian mobil listrik tersebut, tinggal menggencarkan promosi sehingga bisa lebih dikenal oleh masyarakat.

Promosi tersebut bisa melalui sosial media seperti Youtube, TikTok, Facebook, dan jejaring lainnya. Selain itu juga perlu pula untuk berpromosi lewat televisi yang dinilai masih powerfull.

Yang menjadi pertanyaan, apakah masyarakat Indonesia mau untuk merubah kendaraannya ke kendaraan listrik yang memiliki emisi nol?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun