Mohon tunggu...
Achsinul Arfin
Achsinul Arfin Mohon Tunggu... Freelancer - Suka membaca dan menulis

Suka menulis, baca buku, review buku, serta semangat belajar dalam hal literasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perataan Bendungan, Usaha Melimpahkan Hasil Bumi dalam Negeri

21 Desember 2022   19:07 Diperbarui: 21 Desember 2022   19:13 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detik.com

Hujan deras dan kekeringan merupakan salah satu masalah yang dialami oleh para petani dalam mengelola sawah. Ketika musim panas tiba sumber air menjadi sangat dalam sehingga pengairannya pun menjadi kurang maksimal, bahkan ada juga beberapa petani yang wilayahnya terjadi kekeringan sampai berharap mendapat pasokan air dari pemerintah.

Sebaliknya, ketika musim penghujan tiba kadangkala hasil panen sawah pun juga kurang maksimal, di Nganjuk sendiri yang mendapat julukan Kota Angin ketika hujan deras angin berhembus sangat kencang sehingga tak ayal tanaman petani menjadi mosak-masik.

Kejadian kurang maksimalnya hasil petani tersebut harus bisa disiasati sehingga tetap bisa stabil. Salah satu caranya adalah membuat bendungan.

Tepat pada hari Selasa, 20 Desember 2022, Presiden Jokowi yang didampingi oleh  Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi, meresmikan bendungan yang ke-30, yaitu Bendungan Semantok.

Harapannya bendungan tersebut bisa membantu para petani maupun warga yang di sekitar bendungan supaya aliran air bisa menjadi jauh lebih tertata dan bisa dimanfaatkan untuk membantu di sektor pertanian maupun kelistrikan.

***

Dengan adanya peran Bendungan Semantok diharapkan targethasil panen para petani lebih melimpah, sebab belakangan ini tersebar kabar bahwa Indonesia baru saja mengimpor beras sebanyak 500.000 ton. Jika menilik potensi Indonesia yang termasuk negara agraris hal tersebut menjadi miris.

Salah satu peran pemerintah adalah membangun infrastruktur seperti yang saat ini digembar-gemborkan, seperti halnya membangun sebuah waduk, memberi subsidi kepada petani, serta sering melakukan penyuluhan dan pelatihan.

Memang tidak cukup apabila hanya berbekal infrastruktur dan subsidi saja, soft skill juga harus ikut turut andil dikembangkan. Jika negara Jepang yang memiliki empat musim bisa swadaya, harusnya Indonesia bisa lebih daripada mereka.

Banyak petani yang menjerit pupuk, obat-obatan pertanian harganya mahal, sehingga pengeluaran untuk sawah bisa jadi lebih besar, apalagi yang terlilit hutang.

Berbeda dengan pekerjaan di perkotaan yang umumnya setiap bulan selalu gajian, para petani mendapat uang apabila waktu panen telah tiba, dan kisaran waktunya juga lumayan lama, yaitu sekitar tiga bulan.

Andaikan dalam rentang waktu tiga bulan panen, bagi para petani kecil hasilnya  keuntungannya menipis, hanya untuk kebutuhan sehari-hari.

Di lain pihak meski ada pelatihan yang diberikan untuk petani dalam mengelola lahan, banyak juga yang menganggap penyuluhan tersebut kurang berarti jika diterapkan, mungkin para penyuluh tersebut menyamaratakan dengan daerah lain, padahal setiap satu daerah memiliki karakteristik sendiri.

Jangan sampai kegiatan penyuluhan tersebut hanya menjadi prasyarat gugurnya tugas dinas terkait, setiap waktu harus ada pihak dinas untuk mendampingi sebagai program pasca penyuluhan.

Dan tentunya para petani tersebut juga diberi perbekalan supaya tidak terlalu bergantung dengan pupuk maupun obat kimia sehingga kandungan tanahnya tidak cepat mati. Memang ada beberapa obat-obatan yang membuat subur, tapi dampak negatifnya juga bisa menghancurkan unsur hara yang berada di tanah.

Obat-obatan tersebut yang sering digunakan bisa jadi fatamorgana supaya pekerjaan terlihat lebih cepat.

Dengan memanfaatkan harmonisasi alam diharapkan hasil pertanian juga bisa menjadi lebih bagus, sehingga tidak selalu bergantung dengan bahan-bahan kimia yang dijual semakin mahal. Jika berkaca di daerah-daerah pedalaman Indonesia para petani masih banyak yang memiliki lahan yang subur.

Dengan adanya pendampingan secara kontinyu dan vibrasi berbagi pengalaman tentunya akan lebih menguatkan dalam hal ketahanan pangan.

***

Tidak bisa dipungkiri jika pekerjaan sebagai petani merupakan sebuah pekerjaan yang vital sehingga harus selalu bersinergi satu sama lain, termasuk dengan para pemerintah, jangan sampai hanya memanfaatkan suara wong cilik ketika menjelang pemilu, akan tetapi lupa ketika kampanye sudah kelar.

Dengan pembangunan waduk-waduk yang ditargetkan mencapai 60 di tahun 2024 harapannya bisa membantu mendompleng kesejahteraan bagi para penduduk, sehingga uang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dari hasil pajak tidak terbuang-buang begitu saja tanpa ada hasil jelas, dan jangan sampai juga malah dikorupsi untuk dinikmati segelintir orang maupun golongan yang rakus rupiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun