Andaikan dalam rentang waktu tiga bulan panen, bagi para petani kecil hasilnya  keuntungannya menipis, hanya untuk kebutuhan sehari-hari.
Di lain pihak meski ada pelatihan yang diberikan untuk petani dalam mengelola lahan, banyak juga yang menganggap penyuluhan tersebut kurang berarti jika diterapkan, mungkin para penyuluh tersebut menyamaratakan dengan daerah lain, padahal setiap satu daerah memiliki karakteristik sendiri.
Jangan sampai kegiatan penyuluhan tersebut hanya menjadi prasyarat gugurnya tugas dinas terkait, setiap waktu harus ada pihak dinas untuk mendampingi sebagai program pasca penyuluhan.
Dan tentunya para petani tersebut juga diberi perbekalan supaya tidak terlalu bergantung dengan pupuk maupun obat kimia sehingga kandungan tanahnya tidak cepat mati. Memang ada beberapa obat-obatan yang membuat subur, tapi dampak negatifnya juga bisa menghancurkan unsur hara yang berada di tanah.
Obat-obatan tersebut yang sering digunakan bisa jadi fatamorgana supaya pekerjaan terlihat lebih cepat.
Dengan memanfaatkan harmonisasi alam diharapkan hasil pertanian juga bisa menjadi lebih bagus, sehingga tidak selalu bergantung dengan bahan-bahan kimia yang dijual semakin mahal. Jika berkaca di daerah-daerah pedalaman Indonesia para petani masih banyak yang memiliki lahan yang subur.
Dengan adanya pendampingan secara kontinyu dan vibrasi berbagi pengalaman tentunya akan lebih menguatkan dalam hal ketahanan pangan.
***
Tidak bisa dipungkiri jika pekerjaan sebagai petani merupakan sebuah pekerjaan yang vital sehingga harus selalu bersinergi satu sama lain, termasuk dengan para pemerintah, jangan sampai hanya memanfaatkan suara wong cilik ketika menjelang pemilu, akan tetapi lupa ketika kampanye sudah kelar.
Dengan pembangunan waduk-waduk yang ditargetkan mencapai 60 di tahun 2024 harapannya bisa membantu mendompleng kesejahteraan bagi para penduduk, sehingga uang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dari hasil pajak tidak terbuang-buang begitu saja tanpa ada hasil jelas, dan jangan sampai juga malah dikorupsi untuk dinikmati segelintir orang maupun golongan yang rakus rupiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H