Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lima Artikel Saya di "Humaniora" Kompasiana

12 Januari 2018   04:15 Diperbarui: 12 Januari 2018   04:26 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah  ini juga, silakan Anda telusuri sejarah kata 'keren'. Kalau versi saya, ia (keren) itu mentok, hanya sampai level dunia alias profan, tidak sakral; tetapi ia telah 'berjasa' kepada saya dengan menunjukkan antitesis atau antonimnya: 'gairah'.

Sebelumnya, saya memohon maaf kepada Irfan Bachdim (IB)--yang saya sebut namanya dan dijadikan contoh--jika dianggap 'model' negatif. Maksud saya, kita atau penggemar selalu melihat (menilai) orang (terutama figur publik, tokoh) karena kekiniannya, karena hasilnya, bukan prosesnya. Kita tidak tahu bagaimana 'proses' IB menjadi sekarang. Tahu-tahu, kita memberi nilai: "IB itu keren!" Kebetulan, IB bertato; ini membuat miris saya.

Saya pun berterima kasih kepada IB karena telah menginspirasi saya menulis esai dengan 9 alinea dan 455 kata ini. 'Kisah' IB itu mengingatkan saya, meskipun hipotesis (belum konklusi), justru--kiranya--Tuhan menilai proses selama kita hidup, bukan hasil alias akhir hidup kita. Karena soal hasil, Tuhan telah tahu sejak zaman primordial (4 bulan di kandungan ibu) kita, yakni apakah happy ending  (masuk surga) atau tertawa sekarang, mewek nanti (masuk neraka)? Tuhan ingat ini, kita yang lupa!

Selanjutnya, lihat di sini.

Artikel Keempat: Esai | Relaksasi Beragama

Esai dengan 14 alinea dan 722 kata ini merupakan respons terhadap 'pengaminan' wacana "relaks dalam beragama" oleh Menteri Agama RI (Menag) Lukman, atasan saya. Tujuan esai ini adalah saling mengingatkan (sesuai Qs 103: 3).

Tentu, maksud Pak Menag adalah jangan jadi 'pemarah', tapi 'peramah' dalam beragama, yakni dikit-dikit  marah, kesinggung dikit:  persekusi! Karena memang tren saat esai ini ditulis, konstelasi kehidupan beragama kita masih 'panas', apalagi jika ditarik ke "212" (2 Desember 2016).

Namun, sebagai penyuluh agama di lapangan (ujung tombak Pak Menag), ucapan 'apa' pun; baik bernada 'meredakan', apalagi 'ngomporin',  akan (selalu) berdampak negatif karena akan diselidiki 'siapa' pencetus wacana tersebut. Saat itu, umat beragama sudah apriori.

Alhamdulillaah,  wacana tersebut sekadar angin lalu. Meskipun demikian, esai saya ini keukeuh  akan saya 'hidupkan' terus karena fakta: Setan online  24 jam nonstop goda kita dan iman kita fluktuatif! Semoga Pembaca budiman mendukung saya, hehe,  terima kasih.

Selanjutnya, lihat di sini.

Artikel Kelima: Esai | Rahasia Umum

Esai ini merupakan anotasi terhadap lagu "Bukan Rahasia" ciptaan Ahmad Dhani, pentolan Dewa 19, pada tahun 2002, dan dinyanyikan Once.

Ada 12 baris dari lagu itu yang saya komentari. Seiring waktu, ternyata komentar saya bertambah karena ditemukannya data 'baru' tentang lagu itu, maka saya tulis lanjutannya dengan judul "Lelaki Pemimpi(n)" (lihat di sini)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun