Ternyata, saya dengan BRI berkelindan sejak zaman SD hingga zaman now. Saya pernah ikut Tabanas, Simpedes, Simaskot, dan Britama kini. So pasti, diiringi lagu "Menabung" karya Titiek Puspa: Bing beng bang yok kita ke bank/ Bang bing bung yok kita nabung/ Tang ting tung hey jangan dihitung/ Tau tau kita nanti dapat untung ...
Keruan saja rumah dikelilingi tiga 'kantor' BRI, dengan jarak paling jauh 1,1 km (menurut Google Maps). Olala, setahu saya, ada tiga relasi yang jadi 'orang dalam' BRI. Sayang, yang terdekat kerjanya 'muterin'Â ATM BRI se-Jabar. Jadi, sangat jarang bertemu, padahal adik!
Jika saya disuruh/diminta cerita pengalaman atau opini terkait keberadaan BRI yang berusia 122 tahun ini, pasti isinya subjektif, ditambah keawaman saya perihal BRI, apalagi soal perbankan secara umum. Itulah, awalnya, saya ingin meng-konfirmasi artikel ini sebelum dikirim ke Kompasiana; namun dengan ketiga relasi itu, saya 'lost contact'.
Karena itu, saya mencoba se-objektif mungkin berdasarkan 'dongeng' pengalaman saya berinteraksi dengan BRI disertai anotasi 'language game'Â seputar slogan dan visi BRI.
Setahu saya, fungsi 'bank' adalah solisitor (solicitor), yakni menghimpun dan menyalurkan uang masyarakat (nasabah). Fungsi ini sungguh krusial, sehingga dalam memori saya tertanam film-film Hollywood yang merekam posisi bank, jelas menggoda gerombolan koboi (desperado) hingga mobster  untuk 'berkunjung' ke 'rumah uang'.
Konon, kejahatan bank robber kekinian dilakukan para white-collar(spekulan saham, valas, bahkan hacker uang elektronik, bitcoin).
Fungsi bank itu, saya identikkan dengan fungsi dakwah atau politik. Kata kunci dalam dakwah ataupun politik adalah 'proselytize', yakni menarik masuk, menghimpun simpati sekaligus menggunakan 'kekuatan' yang terhimpun itu sesuai tujuan (platform).
Jadi, fungsi bank itu sungguh signifikan. Pertanyaannya: apa tindak-lanjut BRI setelah dana masyarakat (nasabah) terkumpul? Di sini, saya ingin mengingatkan 'hanya' 1/8 bagian untuk BRI, sebagai pengelola ('amil), jika merujuk pembagian sedekah/zakat dalam Islam (lihat Q.s., Quran surat ke-9: 60).
Ada klaim, BRI sebagai bank 'milik' pemerintah (state bank) 'terbesar' di Indonesia yang senantiasa berinovasi menghadirkan 'layanan' dan 'produk' perbankan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Benarkah? Menurut Wikipedia (Akses: 29/12/2017), saham Pemerintah RI di BRI sebesar 56,75% dan Publik: 43,25%.
Mungkin, maksud 'terbesar' itu jika dibandingkan dengan bank BUMN/D lainnya, ya; dan iya untuk eksistensi di seluruh pelosok Indonesia. Tetapi untuk 'kepemilikan', kiranya back to khittah menjadi milik 'priyayi' (priayi) lagi; saya miris elitis atau pilih kasih, misal dalam produk 'pinjaman'.