Dunia, Kekasihku
Tahukah kamu di setiap ada cahaya
Kita bersenda-gurau, bercanda tak kenal waktu
Kita saling memuja
Tetapi tahukah kamu di setiap mata terhijab gulita
Aku menangis karenamu
Sedangkan kamu tetap jenaka, imut menggoda
Diselingi cekikik-bahak
Kita terpisah tuk sejenak: Kamu lena, aku merana
Betapa tidak: Bayangkan jika kamu jadi pecinta Tuhan
Paman terkasihmu dekat tapi tak dekap
Buah kasihmu menjadi musuhmu
Ayahmu sesatkanmu
Istrimu membangkang
Dan kamu selingkuh!
Ya, itu tugasmu tuk uji kadar cintaku
Di hitam tak nampak kamu
Sungguh, aku rindu surga, tetapi aku takut neraka
Meski aku tak layak
Untunglah blitz menerpa:
Mengapa hitung pahala?
Mengapa lupa dosa?
Mengapa Tuhan, aku duakan?
Sementara umurku berkurang, dosaku bertambah
Kepada Siapa lagi aku berharap?
Ya, akulah Abu Nawas
Yang ingin boncengi keledai Nasruddin Hoja
Susurimu, tapi belakangimu, wahai Buana
Sepertinya dengan Hoja sepakat:
Keledai yang tunggangi kita
Dan kamu tetap memesona
Ujungberung, 20171205, 13.00.
c.q. QS 47: 36; 57: 20; dan syair Abu Nawas, puisi pengakuan (i'tiraf).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H