Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tarif Naik, Jangan Tanggung!

6 Januari 2017   17:57 Diperbarui: 7 Januari 2017   19:49 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tarif STNK naik, jangan tanggung. Bagus: 100 persen, 300 persen, atau 1.000 persen dan sekalian rombak kabinet menjadi 100 menteri atau  lebih sebagaimana jumlah idealnya provinsi di negeri kepulauan ini: ratusan provinsi; inilah aktualisasi otda alias desentralisasi alias kemakmuran yang adil dan merata; kecuali mau mengamini tuntutan era digital alias aktualisasi samsat alias efektif-efisien melalui media online. Berkurang tuh macet; hemat tuh bensin; malas tuh punya kendaraan pribadi!

Mengapa jadi merembet? Ini juga sebuah antisipasi feedback. Semoga wacana berikut mencipta dialog harmonis antara Pemerintah dengan Rakyat, meski saya sajikan dalam bentuk trivia dialektis dan zigzag:

1. Bagaimana jika pemasukan dari program tarif STNK dan BPKB naik itu mengalahkan pemasukan program Tax Amnesty? Keranjingan naikin yang lain? Padahal Pemerintah lupa, Rakyat Indonesia ialah Rakyat patuh. Jadi, sukses pajak bukan program berprestasi, tetapi bukti ketidakberdayaan Pemerintah membahagiakan Rakyatnya …

2. Kemarin, Polri begitu cepat-tepat meringkus pelaku pencurian-pembunuhan di Pulomas Jaktim, mengapa tidak fokus urus the real keamanan saja? Jadi, ratio tidak seimbang jumlah antara personel Polri dengan penduduk Indonesia done karena garapan Polri konvergen. Di sini, saya usul redefinisi dan reaktualisasi tupoksi Polri; malah, saya sepakat dengan etimologi dan definisi ‘polisi’, yakni ‘orang bijak’ dan ‘sipil bersenjata’. Wah, warga istimewa karena, keinginan saya, yang pegang senjata itu hanya TNI (militer). Karena sudah kadung ekuivalen dinamika dunia kriminal, mungkin tadi, Polri fokuslah ke kasus pidana dan kasus yang ada ‘senjata’-nya; kemudian kasus-kasus seperti korupsi oleh KPK, narkotika oleh BNN, atau divisi/institusi lain (KPI, KPAI, KPU, BPOM, bahkan YLKI) itu otonom (bertaring) dan bertanggung jawab kepada Presiden saja. Khusus Densus Anti-Teror, saya menganggap, ini garapan TNI.

3. PNS/ASN, karyawan BUMN/BUMD, aparat TNI dan Polri jauhkan dari urusan uang tunai; bagian uang, urusan orang keuangan; serta rekrutmen orang keuangan harus ketat dan laporan harta-kekayaannya di-audit & publish per bulan biar tidak lahir lagi ‘Gayus’ si oknum orang pajak itu—jika masih ada tips/gratifikasi kepada orang keuangan, ciduk-miskinkan langsung! dan the last but not least: nagih pajak bisa kok tanpa senjata atau tanpa ditilang di jalan (orang pajak mudah dan cepat tahu kok ‘siapa’ wajib pajak yang wanprestasi).

Silakan tambah atau kurangi. Aksentuasi wacana di atas adalah saya ingin bukti dari abdi Negara. Fakta: yang dilayani (Rakyat) kok yang menghampiri pelayan (abdi Negara: eksekutif, legislatif, dan yudikatif); giliran dihampiri kok oleh polisi, wadoh! Eh, pihak swasta seperti provider pulsa ponsel/online seenak hati bermain harga dan aturan (kita BUMN-kan saja?). Kemudian kata kunci ‘naik’ tarif harus sinkron dengan kepuasan yang meningkat; jangan sampai Rakyat (yang berdaulat, termasuk konsumen yang disebut ‘raja’ oleh produsen) bernyanyi lagu The Rolling Stones: “I can’t get now satisfaction!”

Jika lagu itu mengabadi (ever lasting) hingga kini, siapa yang gagal paham?

Bandung, 6 Januari 2017

add. Jangan mengira #rakyat_kecil tidak bayar pajak. Coba sebutkan apa yang tidak dibayar dari ujung rambut hingga ujung kakinya plus dari ‘rumah’ hingga ke luar rumahnya? Apalagi ada istilah ‘pajak tidak langsung’ … Justru menjadi penasaran: ke mana perginya denda pajak STNK yang telat, SPP #mahasiswa_abadi, tukang becak yang perokok, yang parkir motor kurang sejam itu, … (wow, mereka ‘pahlawan’ kita lho) … apakah dari mereka yang disebut ‘sumber’ dana hibah/bansos?

n.b. Saya pernah cilaka  dua kali gara-gara #jalan_berlubang (bisa jadi lebih karena momotoran  saya genap 30 tahun). Untung segera dibantu warga sekitar. Ke mana komplain, tanggung jawab asuransi? Kok  kuratif, bukan antisipatif alias orang jalan—termasuk orang pajak pengurus STNK itu—kudu  ada di jalan 24 jam! (masak  saya tidak manusiawi, tentu giliran dong).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun