Jika ‘dewasa’, kita tafsirkan ‘yang mau bertanggung jawab’, maka yang ‘dianggap’ dan yang ‘menganggap’ makar harus bertanggung jawab; serta jangan lupa, Rakyat diberitahu secara fenomenologis bahwa selalu ada satu delik, dua tafsir; dan nanti, sejarah mencatat siapa dewasa yang sesungguhnya. Sayangnya, saya membaca (hanya) per rezim; ganti rezim, ya ganti pula catatan sejarah!
Terus terang, saya tidak mempelajari trending topic makar terkini. Tetapi, mari membaca sejarah (pohon) Bangsa dan Negara kita. Saya yakin kita semua mempunyai ‘benang merah’ yang sama, meskipun dengan perspektif yang berbeda karena kita berpijak pada ranting yang berbeda.
Begitu banyak isu berseliweran. Justru tanpa isu pun, saya menjadi miris dengan ‘devide et impera’ gaya baru alias penjajahan ekonomi di era global kaitannya dengan posisi Indonesia. Kita ngeri jika saudara sebangsa dianggap musuh, sedangkan orang asing (baca: orang rakus) dianggap saudara. Saya ingin Indonesia mengadu-domba ‘kekuatan dunia’ kalau tak menjadi penebar kasih sayang di seluruh alam (rahmatan lil ‘aalamiin). Saya ingin kita menjadi the right man on the right place; jangan apes menjadi the right man on the wrong place atau GR (gede rasa) menjadi the wrong man on the right place.
Karena itu, saya hanya berharap pada kata ‘silaturahmi’ dan ‘musyawarah’ yang saya yakini dapat terselenggara secara nasional (hanya) oleh legowo sang penguasa, daripada berbiaya besar seperti menunggu tumbal Rakyat. Na’uudzubillaahimindzaalik.
Bandung, 4 Desember 2016.
c.q. jangan saling klaim, mending bekerja sama hadapi musuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H