Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Adil dan Makmur Versi Raffi Ahmad

19 Oktober 2016   21:27 Diperbarui: 19 Oktober 2016   21:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Omongin Raffi Ahmad (RA), berarti omongin RCTI, Trans TV, dan ANTV. Lantas omongin owner (pemilik) ketiga media massa itu, yang berarti omongin semesta alam. Waduh, sebegitu hebatkah RA? Wah, kita omongin soal adil dan makmur saja.

Siapa RA?

RA itu berkah anak yatim, meski pernah kebablasan masuk bui gara-gara narkoba. Meski dari media massa, kita jadi tahu perjuangan RA yang begitu penuh luka-duka. Kita tahu RA menjadi anak yang berbakti; menjadi tulang punggung keluarga; menjadi teladan keluarga; menjadi andalan keluarga besarnya; begitu banyak pihak yang ‘tergantung’ pada RA.

Apa yang terjadi jika RA menghilang dari media massa seperti Tukul Arwana yang mulai ‘meredup’ atau seperti Emha Ainun Nadjib yang memang sengaja menghilang?

Pertanyaan ‘siapa’ adalah mempertanyakan posisi (nama) berdasarkan fungsinya. Jika fungsinya gaib, apalah posisinya? Jika dulu disebut ‘gila kerja’, lalu hilang ‘kerja’-nya, tinggal apakah?

Menjadi wajar, kita semua mempersiapkan masa depan kita; mempersiapkan diri jika pekerjaan kita gaib. Yang linier, kita mempersiapkan generasi penerus kita; lazim disebut ‘status quo’. Yang zig-zag, dibilang orang sekarang: ‘diversifikasi’ profesi atau bisnis—dan seharusnya—disertai konsekuensi ‘dewasa’ semisal pajak progresif.

Memang kurang ajar jika diversifikasi itu masih dalam status quo meski hanya delegasi ‘nama’ semisal investasi duit karena akan melahirkan istilah monopoli, oligopoli, atau monopsoni. Seperti RA itu, selain melibatkan banyak anggota keluarganya di media massa, juga merambah bisnis keripik singkong. Argumennya sederhana: mempersiapkan masa depan; kita menyebutnya: aji mumpung.

Nah, jika bercermin pada kasus ‘menghilang’-nya Emha Ainun Nadjib dari media massa merupakan pembelajaran bagi kita bahwa mempersiapkan masa depan kita adalah mempersiapkan masa depan di sekitar kita. Karena seperti ‘Emha’ berarti rela menjadi martir untuk menghidupkan Emha-Emha baru. Inilah yang saya sebut ‘dewasa’, yakni tanggung jawab sebagai public figure alias pigur milik publik untuk memberi teladan yang baik (QS 33: 21) dan menjelma penyayang semesta alam (QS 21: 107).

Sesungguhnya Siapa yang Hebat?

RA dan perihidupnya tak salah karena orang bijak bilang: rizki (rezeki) tak lari ke mana atau rizki sudah ada Yang mengatur. Publik pun mengakui bahwa RA ialah sosok muda inspiratif, termasuk bagi saya yang sekadar faktor ‘u’ dan layak dipanggil ‘Om’ atau ‘Ayah’ oleh RA.

Yang menjadi masalah adalah, di era informasi ini, yang menguasai informasi ialah raja, justru informasi yang di-share ke publik tanpa di-filter ala ‘Indonesia’ akan menjadi hoax atau provokasi, apalagi di-endorse oleh pihak ketiga yang mainstream, maka klop alias menjadi tuntunan, bukan lagi sekadar tontonan.

Ini jelas berbahaya bagi perihidup bermasyarakat kita yang menginginkan keseimbangan jiwaraga. Di mana letak bahayanya? Sebenarnya masalah self-explanatory yang bisa dijawab oleh RA sendiri dan terutama oleh owner ketiga media massa itu. Mungkin, di sini maksud saya bahwa yang hebat sesungguhnya itu ialah ketiga owner yang—jika—mau dewasa.

Saya sekadar mengajukan indikator feed-back: mengapa selalu ada kisah pilu ‘mantan’ seleb dan tetap (baca: status quo) media massa yang selalu diuntungkan?

Adil dan Makmur

Informasi itu anak. Layaknya anak bermakna harta dan harta itu amanat. Sungguh hebat orang yang bisa membesarkan anak penyayang semesta alam. Namun, selain harta, anak bermakna pula fitnah (ujian), maka informasi yang hebat itu pun bukan sekadar news yang meningkatkan rating media massa dengan bumbu kontroversial atau sensasional, tetapi kedewasaan mengemban amanat.

Seluruh elemen bangsa mengamini bahwa amanat negeri ini mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Nah, kembali menjadi self-explanatory bagi RA dan terutama bagi owner ketiga media massa itu untuk mewujudkan adil dan makmur versinya.

Sebagai penonton, kita hanya menyaksikan bahwa RA bertanggung jawab menyejahterakan keluarga dan karyawannya atau kita sering menyaksikan RA bagi-bagi rizki-nya kepada siapa saja. Kita pun sering menyaksikan pengumuman ‘kepedulian’ para owner itu semisal CSR (corporate social responsibility)-nya atau diversifikasi ke dunia politik.

Bagi kita, polah mereka itu terserah Tuhan yang menilai keikhlasannya karena yang pasti kita sekadar menonton bahwa RA dan ketiga owner media massa itu berikhtiar baik untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, meski haters menyebutnya ‘pencitraan’.

Mungkin dari semua informasi yang kadung di-share ke publik itu adalah melakukan self-evaluation ala Indonesia biar tidak tayang ulang kisah pilu mantan seleb atau gulung tikarnya media massa; dan bagi kita, penonton, sungguh banyak hikmah dari informasi-informasi itu. Salah satunya ialah hak adil dan makmur itu harus kita jemput sendiri!

O ya, apa kabar Sule, Uya Kuya, Denny Cagur, Irfan Hakim, dan Ruben Onsu? Bagaimana versi adil dan makmur kalian? Bagaimana pula dengan yang punya rangkap jabatan/profesi dengan mengatasnamakan rakyat, umat, Indonesia, atau Islam, yang karena jabatan/profesi itu menyadarkannya bahwa adil dan makmur itu bukan memberi ikan, tetapi kail kepada yang dicatut namanya?

Omongan ini sekadar topong ani alias senandika bahwa adil dan makmur itu bukan hanya untuk diomongkan.

Bandung, 201610018, 07.32.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun