Penertiban K3 (kebersihan, ketertiban, dan keindahan) pun sebaiknya bersifat antisipatif, bukan sanksi, yakni kesadaran dari semua pihak (masyarakat dan aparat) untuk mewujudkan K3 bagi semboyan ‘Bandung Bermartabat’ dengan etos kerja ‘Bandung Juara’.
Kata kuncinya: ‘kompak’. Aparat menata, masyarakat menaati. Jalan pintasnya adalah aparat memberi teladan yang baik. Terlalu sering dan sudah lama masyarakat menyaksikan aparat dengan pelanggar kongkalikong. Contoh masyhurnya, ‘pasar tumpah’.
Seiring kemajuan produk iptek, penataan lebih rapi-praktis dapat didukung misalnya dengan pengadaan sarana CCTV dan tentu mudah diakses masyarakat. Nanti bakal ketahuan: siapa sih pelanggar K3 itu. Kita pun senang dengan agenda penataan reklame yang berbasis teknologi, sehingga mempercantik kota.
Memperingati hari jadi Kota Bandung ke-206 tahun ini, Pemkot Bandung mengadakan ‘Bandung Great Sale’ (BGS) mulai 10 September hingga 9 Oktober 2016, yakni pesta diskon, menurut Ridwan Kamil, dari mal besar sampai tukang cuanki, dari pelayanan rumah sakit sampai biaya pijat dapat diskon.
Para pedagang yang berpartisipasi dalam BGS diberikan stiker khusus. Dengan begitu memudahkan pembeli mengetahui penjual yang memberi diskon untuk dagangannya. Tujuannya, ekonomi bergerak karena semua orang senang diskon; juga dalam rangka mendukung Jabar sebagai tuan rumah PON, tentu banyak tamu dari seluruh Indonesia yang datang.
Adapun PON XIX 2016 Jabar diselenggarakan pada 17-29 September 2016, kemudian Peparnas XV 2016 Jabar pada 15-24 Oktober 2016.
Selain itu, ‘Bandros’ (Bandung Tour on the Bus), bus tingkat di Kota Bandung akan beroperasi kembali, sehingga BGS dan PON menjadi ajang promosi Kota Bandung.
Gemericik Air
Memperhatikan “Program Pemkot Bandung untuk Pengentasan Kemiskinan dan Ekonomi Kerakyatan” dari skema tulisan tangan Ridwan Kamil itu, terdapat tujuh progam besar, yaitu di bidang: (1) pendidikan, (2) kesehatan, (3) sosial, (4) tata ruang, (5) hunian, (6) modal ekonomi, dan (7) ketahanan pangan.
Di sini, penulis sekadar mengingatkan pada sebait lagu kebangsaan Indonesia Raya, “Bangunlah jiwanya/ Bangunlah badannya”. Kentara jiwanya dulu, baru badannya; orangnya dulu, baru infrastruktur. Bait lagu ini menjadi filosofi program Pemerintah Pusat: “Revolusi Mental”, sehingga uraian dari atas dapat terwujud karena ada teladan dari ‘mental’ aparat.
Memori penulis tidak menginginkan ada air mancur seperti Bundaran HI di Jakarta; tetapi ada air mancur kecil di tengah Alun-alun Bandung kemudian di sekeliling alun-alun dibuat selokan kecil yang mengalir air dan terdengar gemericiknya. Sungguh sebuah oasis dan wah!