Suara murid saya yang sedang melakukan presentasi tertelan dengan suara ramai teman temannya, "Interupsi, interupsi. Diskusi pak, harus dibuka diskusi pak. Interupsi."
"Tenang. Kelas tenang!" dengan tegas saya memerintahkan kelas saya untuk menjadi tenang. Mereka menurut. Di kelas saya adalah pemegang otoritas tertinggi, dan murid murid saya adalah mitra. Saya mengajarkan kepada mereka cara cara menghormati otoritas. Tidak boleh semua amburadul memaksakan kehendak. Ada aturannya, tidak boleh grusa grusu.
"Saya telah membuat aturan tidak ada tanya jawab dalam presntasi kali ini. Tetapi, melihat antusiame kelas, saya yakin dapat memenuhi permintaan kelas. Saya pun wajib bertanya kepada presnter apakah dia siap untuk melakukan tanya jawab." Murid saya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.
Tanpa menunggu instruksi saya, seorang murid langsung berdiri.
"Dari presentasi yang Anda sampaikan, buktikan lebih jauh apakah "Golkar" yang menyeret kita untuk kembali ke dosa masa lalu?"
Kelas saya jadi ramai dengan diskusi, debat.
Saya berkewajiban untuk mengarahkan diskusi tetap berlandaskan ilmu pengetahuan bukan menjadi debat kusir tidak keruan. Saya pun anti meracuni pikiran murid murid saya. Saya guru yang memiliki komptensi, kredibilitas dan inegritas yang tinggi.
Saya bukan penggiring angin !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H