Di sebuah desa kecil bernama Linawan, hidup seorang nenek tua bernama Buyung. Desa itu adalah desa yang damai dengan pemandangan sawah hijau yang terbentang luas, namun ada satu hal yang sering dilupakan oleh penduduknya: nenek Buyung. Setiap hari, nenek Buyung menapaki jalan setapak menuju rumahnya yang sederhana, seorang diri dan tanpa bantuan dari siapapun.
Nenek Buyung bukanlah wanita sembarangan. Ia memiliki senyum yang lembut dan mata yang penuh kebijaksanaan. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya berbeda: meskipun usianya sudah sangat lanjut, nenek Buyung selalu terlihat tegar dan tidak pernah meminta bantuan. Ia tinggal di sebuah rumah tua yang dikelilingi oleh tanaman-tanaman kecil yang dia rawat sendiri dengan penuh kasih sayang. Tanaman-tanaman itu tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga satu-satunya sumber makanan baginya.
Setiap hari, nenek Buyung makan sayur yang ia petik sendiri dari kebunnya. Sayur-sayuran itu adalah hasil dari kerja kerasnya, dari pagi hingga sore. Tidak pernah sekalipun nenek Buyung terlihat mengeluh atau meminta nasi atau bahan makanan lainnya dari tetangga. Meskipun kadang-kadang ada rasa lapar, nenek Buyung tetap setia dengan menu makanannya yang sederhana.
Warga desa Linawan, yang dikenal baik hati, sering kali merasa bahwa nenek Buyung tidak memerlukan bantuan mereka. Mereka berpikir bahwa nenek Buyung adalah wanita yang sangat mandiri dan tidak ingin merepotkan orang lain. Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyuman lembutnya, nenek Buyung sebenarnya merasa kesepian dan merindukan kebaikan dari orang-orang di sekelilingnya.
Suatu hari, seorang pemuda bernama Andi, yang baru saja pulang dari kota setelah menyelesaikan studinya, datang ke desa Linawan. Andi adalah seorang yang sangat peduli dengan orang lain dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ketika ia berjalan-jalan di desa, ia melihat nenek Buyung yang sedang sibuk merawat kebunnya.
"Selamat pagi, Nek," sapa Andi dengan penuh semangat. "Bolehkah saya membantu?"
Nenek Buyung terkejut mendengar sapaan ramah itu. Ia jarang sekali mendapat perhatian dari orang lain. Dengan senyum penuh rasa terima kasih, ia mengangguk dan menjawab, "Tentu saja, Nak. Bantuanku sangat berarti."
Andi mulai membantu nenek Buyung di kebunnya. Selama beberapa hari, Andi melihat betapa kerasnya nenek Buyung bekerja dan betapa sederhana hidupnya. Setiap kali Andi bertanya tentang makanan, nenek Buyung hanya berkata, "Ini cukup, Nak. Sayur dari kebun ini sudah cukup membuatku bahagia."
Andi merasa hati kecilnya tersentuh. Ia merasa tidak enak melihat nenek Buyung hidup dengan makanan yang begitu sederhana. Maka, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu. Setiap hari, Andi mulai membawa nasi dan beberapa bahan makanan tambahan untuk nenek Buyung. Awalnya, nenek Buyung menolak dengan lembut, tetapi Andi terus bersikeras, sampai akhirnya nenek Buyung menerima dengan hati yang penuh rasa terima kasih.
Lambat laun, warga desa mulai memperhatikan perubahan di sekitar nenek Buyung. Mereka melihat betapa bahagianya nenek Buyung setiap kali Andi datang. Rasa kepedulian Andi menyebar ke seluruh desa. Warga desa akhirnya menyadari bahwa nenek Buyung tidak hanya membutuhkan makanan, tetapi juga rasa perhatian dan kasih sayang.