Rasanya semakin rame saja dunia perpolitikan dan hukum di Indonesia. Sebelumnya rame soal pengajuan Komjen Pol BG sebagai cakapolri di tengah rame dan santernya mata publik pada status stabilo merah BG saat penyaringan menteri di kabinet kerja presiden Jokowi. Sontak saja publik semakin kaget dan heran, kenapa presiden Jokowi mengajukan Komjen Pol BG sebagai Cakapolri jika sudah distabilo merah?. Lalu ditetapkannya Komjen Pol BG sebagai tersangka oleh KPK sehari menjelang proses fit and proper test, ini sungguh lebih mengherankan dan mengejutkan publik. Tapi ternyata keheranan dan keterkejutan publik atas "tsunami" proses politik dan hukum di negeri ini belum berakhir yaitu dengan disetujuinya Komjen Pol BG sebagai Kapolri oleh DPR secara aklamasi.
Jika dirunut sampai saat ini, "tsunami" politik dan hukum di Indonesia belum akan surut bahkan semakin kuat, keras dan gelombangnya semakin tinggi yang akan menhempaskan siapa saja yang tidak kuat pegangannya, dan tidak segera melarikan diri ke gunung. Berawal dari ditundanya pelantikan Komjen Pol BG menjadi Kapolri oleh presiden Jokowi, pemberhentian Kapolri Sutarman dan penunjukan Wakapolri ,Badrodin Haiti, untuk melaksanakan tugas kapolri. Lalu "curhatan" mantan presiden SBY tentang isu pembersihan orang-orangnya, semakin menambah riuh gemuruh "tsunami" politik dan hukum. Semua mata akhirnya berpandangan saling curiga.
Tidak kalah santernya adalah proses mempraperadilkan pimpinan KPK oleh pihak Komjen Pol BG yang telah ditersangkakan oleh KPK. Ini sungguh "tsunami" politik dan hukum yang sangat dahsyat. Lalu tidak berselang lama, semakin santer pula isu akan pembubaran KPK dengan cara mengkriminalkan pimpinan KPK. Tidak berselang lama, jumpa pers yang dilakukan elit PDIP terkait dengan pimpinan KPK,AS, yang disebutnya sebagai pengakuan AS yang menyatakan gagal menjadi cawapres Jokowi pada gelaran pilpres 2014 adalah karena Komjen Pol BG. Sungguh "tsunami" politik dan hukum yang sangat dahsyat di republik ini. Luar biasa.
Terkait dengan isu pembubaran KPK, sebenarnya isu ini sudah lama digulirkan oleh anggota DPR yaitu Fahri Hamzah dari PKS. Dan sontak saja, komentar atau isu yang digulirkan oleh Fahri Hamzah yang notabene anggota dari PKS yang saat itu presiden partainya, LHI, sedang berperkara hukum menuai caci maki, olok-olok dan hujatan. Hal ini tentu tidak berlebihan, mengingat kasus yang menyeret LHI bukan hanya masalah kasus korupsi impor daging sapi tapi juga ada bumbu gratifikasi sex berkenaan dengan ditangkapnya AF di hotel bersama dengan perempaun sewaannya dan pernikahan siri LHI dengan DM, seorang remaja. Dan lagi saat itu bahkan sampai sekarang KPK merupakan lembaga yang menjadi primadona rakyat untuk menumpas kejahatan korupsi, tentu isu tersebut memicu kemarahan rakyat yang sudah sangat muak dengan kejahatan korupsi.
Bicara tentang pembubaran KPK, sebenarnya merupakan hal yang biasa, kementerian saja bisa dibubarkan apalagi KPK yang hanya lembaga adhoc tentu saja bisa dibubarkan kapanpun. Namun karena suatu lembaga itu terkait dengan masalah UU, Hukum, politik dan sosial maka pembubaran suatu lembaga tidak bisa sembarangan apalagi jika terkait dengan KPK yang "berprestasi" cemerlang dalam mengungkap kejahatan korupsi sungguh membubarkan KPK adalah pekerjaan yang sangat berresiko hukum, politik dan sosial. Membubarkan KPK di saat lembaga hukum lainnya masih lemah dalam pemberantasan korupsi adalah suatu tindakan kontraproduktif. KPK adalah lembaga yang sangat dicintai rakyat, sesuai dengan harapan rakyat dan menjadi primadona rakyat dalam memberantas korupsi.
Lalu, bagaimana cara "menghabisi" KPK jika pada kenyataannya seperti itu?. Rasanya suatu hal yang sangat sulit untuk membubarkan KPK dan berresiko sangat tinggi. Jika, sekali lagi ini hanya jika, presiden Jokowi ingin "menghabisi" KPK caranya adalah dengan memakai kewenangan sebagai presiden secara konstitusional. Jika menilik pada pidato perdananya sebagai presiden di depan MPR/DPR dengan judul : "Di bawah kehendak rakyat dan konstitusi" maka presiden Jokowi bisa melakukan 2 hal/cara untuk “menghabisi” KPK yaitu sesuai dengan kehendak rakyat dan konstitusi. Jadi dua syarat itu tidak boleh dipisah karena pada judul pidato perdana presiden Jokowi di depan MPR/DPR itu menggunakan kata/operasi "dan" yang berarti kehendak rakyat dan konstitusi tidak boleh terpisah, karena kalau terpisah akan menimbulkan dampak yang luar biasa. Di satu sisi rakyat bisa marah karena kehendak rakyat akan pemberantasan korupsi tidak terpenuhi karena pembubaran KPK, dan disisi lain presiden Jokowi bisa melanggar konstitusi.
Adapun 2 cara untuk menghabisi KPK agar lebih konstruktif dan produktif sesuai dengan Judul pidato perdana presiden Jokowi di depan MPR/DPR yaitu :
1.Penguatan lembaga hukum (Kepolisian, kejaksaan dan kehakiman)
Dengan memperkuat lembaga hukum maka proses-proses terhadap penegakan hukum termasuk kasus korupsi akan berjalan dengan baik dan "ganas" seperti KPK. Tentu ini terkait dengan mental SDM, anggaran, politik will dlsb. Dengan penguatan ini, pada akhirnya kehendak rakyat akan pemberantasan korupsi terpenuhi dan 3 lembaga hukum tersebut mendapat puja dan puji selayak KPK bahkan lebih hebat lagi karena di setiap daerah sudah ada lembaga ini.
2.Penguatan sistem pencegahan (Audit keuangan dan sistem pemerintahan).
Dengan menggunakan audit keuangan dan audit sistem pemerintahan, maka akan tercipta clean governance, sistem pemerintahan yang efektif dan efisien, pelayanan yang prima. Dengan cara seperti ini, maka akan menutup lubang-lubang potensi korupsi di semua lini lembaga pemerintahan. Dan lagi-lagi ini sesuai dengan kehendak dan harapan rakyat, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan rakyat terpenuhi.
Dengan adanya penguatan di 3 lembaga hukum dan sistem pencegahan tersebut serta membiarkan KPK berjalan apa adanya dalam pemberantasan korupsi (sesuai kehendak rakyat), maka pada waktunya KPK akan mengalami “soft landing” (pembubaran sesuai konstitusi) dengan sempurna dan baik tanpa terjadi turbulensi sosial dan politik karena rakyat sudah punya idola baru yaitu kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Selama tidak ada “anomali” pada tindak pidana korupsi maka bisa dipastikan KPK tamat dengan adanya 3 idola baru tersebut yang telah menjangkau seluruh wilayah NKRI.
Salam tebak-tebakan~~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H