Sepertinya tak ada tempat yang lebih indah bagi kami selain di warung lesehan dekat rel kereta. Bahkan restoran paling bergengsi yang pernah aku datangi, tak ada apa-apanya dibanding segelas susu jahe ditemani sepoi angin malam, berdua denganmu. Setiap ada kesempatan, berdua kita ke sana. Membicarakan perbedaan-perbedaan kita, jarak-jarak antara kita. Bukannya harapan-harapan untuk dapat bersatu. Unik memang.
Hatiku sering sakit karenamu, mungkin kamu juga. Hatiku sering sakit karena jarak kita, mungkin kamu juga. Begitulah cara kita saling mencintai. Bahkan tidak cukup itu, kita juga menyempurnakan jarak-jarak itu dengan menghadirkan perempuan lain bagimu, dan laki-laki lain bagiku. Yach, hanya untuk saling menunjukkan bahwa kita tidak saling membutuhkan. Tapi nyatanya justru membuat perasaanku semakin sempurna kepadamu, padahal kamu sama sekali tidak mencerminkan tipe pria idaman. Jauh dari kehidupan yang mapan, penampilan yang terkesan seranpangan, tidak romantis dan cuek. Tapi kekurangan-kekuranganmu itu yang mungkin memikatku.
Aku mencintaimu, walaupun moment-moment bersejarah kita hanya sebatas duduk berdua di bangku depan kampus pada malam-malam kita, ngobrol di ruang redaksi majalah, di ruang tamu kostku, dan juga di warung lesehan dekat rel kereta. Tapi aku menikmati setiap jengkal waktu bersamamu. Bercerita, bercengkrama, dan berusaha saling menepis kegelisahan-kegelisahan hati.
Aku masih ingat obrolan-obrolan kita dekat rel itu.
“Setelah selesai kuliah, kamu mau ke mana, May?” Kamu membuka obrolan.
“Pengennya aku ngelanjutin ke S2. Tapi kata ortuku setelah S1 ini sebaiknya menikah dulu, baru boleh melanjutkan ke S2 & S3” Jawabku apa adanya, karena aku selalu terbuka padamu hampir semua hal. Kecuali satu hal mungkin, aku tidak pernah mengakui kepada siapapun apalagi kepadamu tentang perasaanku. Seperti biasa kamu tersenyum tipis.
“Dijodohkan atau nyari sendiri?” Tanyamu sedikit menggoda
“Paling banter dijodohkan” Jawabku ngawur sambil tertawa, walaupun, bisa jadi begitu.
“Kemungkinan dijodohkan berapa persen?”
“Berapa persen ya?” Aku sok mikir “ 70% kali ….” Jawabku semakin ngawur
“Wah seru dong kalo dijodohkan. Berarti peluang untuk nyari pasangan sendiri cuma 30% dong.” Komentarmu antusias.