Dunia pendidikan dihebohkan dengan pemberitaan mengenai dugaan adanya sel tahanan di salah satu Sekolah (SMK) swasta di Kota Batam. Menurut pemberitaan berbagai media, sel tahanan di Sekolah tersebut digunakan untuk menghukum para muridnya yang melakukan kesalahan atau tindakan tidak disiplin. SMK swasta tersebut dalam keseharian pembelajarannya menerapkan sistem pendidikan semi militer.
Dugaan adanya sel tahanan di sekolah tersebut diketahui pasca adanya laporan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengenai adanya praktek tindak kekerasan ala militer yang dialami oleh siswa. "KPAI dan KPPAD Kepulauan Riau menerima laporan mengejutkan terkait adanya siswa yang dimasukan dalam sel tahanan di Sebuah SMK swasta di Batam," Kata Retno (Kompas, Rabu/12/9/2018)
Keberadaan ruangan yang diduga sel tahanan tersebut dimaksudkan untuk mendisiplinkan para siswa, terutama bagi siswa yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku di Sekolah.
Menyikapi hal tersebut, maka penting bagi semua pihak yang bertemali dengan bidang pendidikan untuk mencari formulasi jitu sehingga mampu mendisiplinkan siswa yang melanggar aturan tanpa memberikan hukuman atau sanksi yang tidak sesuai dengan yang seharusnya.
Mengubah Hukuman Menjadi Pembinaan
Setiap sekolah pasti mengharapkan semua siswanya memiliki tanggung jawab dan kedisiplinan dalam mentaati semua aturan yang diterapkan di Sekolah.Â
Aturan sekolah dihadirkan supaya seluruh siswa dengan berbagai aktivitasnya bisa berjalan dengan lancar dan teratur. Meskipun demikian, pasti ada saja siswa yang belum terbiasa dengan aturan tersebut, sehingga ada siswa yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan pihak Sekolah.
Peraturan sekolah tertuang dalam tata tertib sekolah yang memuat semua aturan beserta konsekuensi ketika melanggarnya, selama ini hukuman atau sanksi masih menjadi sesuatu yang ditonjolkan dalam mendisiplinkan siswa yang melanggar aturan sekolah.
Hukuman atau sanksi identik dengan sesuatu yang negatif, pemberian hukuman atau sanksi kepada siswa yang melanggar aturan tidak menjamin siswa yang bersangkutan tidak mengulangi kesalahannya lagi. Bahkan tidak jarang ada siswa yang justru berontak atas hukuman yang diterimanya, hal tersebut kemudian berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya karena merasa terlabeli sebagai siswa yang melanggar aturan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu kiranya penggunaan kata hukuman atau sanksi dihilangkan dari sistem persekolahan dan diganti dengan kata-kata yang lebih menunjukkan diksi positif. Penggunaan kata pembinaan dapat menjadi alternatif untuk mengubah kata hukuman dalam konteks yang lebih bersifat positif.
Menurut KBBI, hukuman adalah siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya. Sementara pembinaan dalam KBBI dijelaskan sebagai proses, cara perbuatan membina ; usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa penggunaan kata pembinaan bisa dijadikan sebagai pengganti kata hukuman, karena secara definisi menunjukkan sebuah kontruksi yang positif melalui cara-cara yang efketif dan efisien. Namun demikian definisi pembinaan ini harus diwujudkan dalam bentuk pembinaan yang konkret yang bisa diterapkan di lingkungan Sekolah, sehingga tidak hanya sekedar mengganti nama tanpa melakukan perubahan pada cara-cara yang dilakukan di lapangan.
Bentuk Pembinaan yang bisa Diterapkan Sekolah dalam Menghadapi Generasi Abad 21
Bentuk pembinaan yang dapat diterapkan untuk menghadapi siswa pada generasi saat ini tidak bisa disamakan dengan pembinaan yang dilakukan pada generasi sebelumnya. Pemberian konsekuensi yang bersifat fisik tampaknya sudah tidak efektif lagi diberikan untuk generasi sekarang.
Pembinaan yang dilakukan harus menggunakan cara-cara yang dapat diterima secara logis oleh mereka. Sekolah tidak bisa mengandalkan dan memberikan pembinaan yang sifatnya satu arah hanya dari sekolah kepada siswa, misalnya dalam bentuk perintah.
Pembinaan yang dapat dilakukan untuk generasi saat ini adalah dialog dua arah dengan siswa yang melakukan pelanggaran. Dialog yang dilakukan berisikan penjelasan dan diskusi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan, mulai dari alasan melakukan pelanggaran, bentuk konsekuensi serta dampak atas pelanggaran yang dilakukan, sampai pada komitment untuk tidak mengulangi pelanggaran.
Adanya dialog ini bertujuan untuk membentuk kesadaran siswa akan pentingnya disiplin dan tanggung jawab dalam mentaati aturan yang telah ditetapkan Sekolah. Kesadaran inilah yang diharapkan membuat siswa lebih disiplin dan tidak melakukan pelanggaran lagi.
Untuk menghadirkan bentuk pembinaan yang demikian diperlukan kesiapan regulasi yang akan diberlakukan oleh Sekolah. Selain itu diperlukan juga kesiapan dan keterampilan dari guru untuk melakukan dialog dengan siswa yang melakukan pelanggaran.Â
Guru harus mampu menjelaskan dan memberikan pemahaman yang dapat diterima secara logis oleh para siswa sehingga siswa pun tidak merasa dipojokkan dan terlabeli dengan pelanggaran yang dilakukannya.
Salam,
Bandung, 12/9/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H