Mohon tunggu...
althafunnisa anna
althafunnisa anna Mohon Tunggu... -

awali hidup meski hanya dari sebuah mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Era Digitalisasi Media (Televisi)

14 Januari 2014   09:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:51 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Era semakin berkembang, semakin maju dengan beragam modernisasinya. Dari era orde lama menuju orde baru kemudian beralih lagi menjadi era reformasi dan hingga sekarang menjadi era pasca reformasi. Jika dilihat secara luas, indonesia sudah semakin maju. Ini membuktikan bahwa indonesia mampu mengikuti perkembangan zaman dan ikut serta dalam berbagai persaingan dunia.

Dalam seluruh kemajuannya, dunia penyiaran indonesia juga turut mengeksiskan perkembangannya. Dimulai sejak masa penjajahan Belanda, satu-satunya penyiaran yang ada di indonesia adalah radio yang bernama Hindia Belanda tahun 1911 yang dimiliki oleh angkatan laut Hindia Belanda sebagai alat informasi bagi pelayaran yang melewati selat malaka. Hingga usai perang dunia 1 dan terus berkembang hingga tahun 1934 radio resmi pemerintah hadir dari bentukan hindia belanda yang bernama Netherlandsche-Indische Radio Omroep Mataaschappij (NIROM). Dari NIROM inilah kemudian berkembang radio-radio di berbagai daerah yang mayoritasnya dimiliki oleh pribumi. Kemudian radio-radio pribumi berkumpul dan memperoleh kesepakatan untuk mendirikan perkumpulan yang bernama Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran(PPRK). Yang kemudian pada masa penjajahan Jepang, perkumpulan tersebut dihapuskan dan digantikan dengan badan penyiaran radio buatan Jepang yang bernama Hoso Kanri Kyoku dengan berpusat di Jakarta. Hingga pada masa kemerdekan radio-radio daerah berkumpul dan mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 september 1945. Di masa era orde barulah radio Indonesia mulai terus berkembang berdasar UU. No. 5/tahun 1964. Dan kemudian Soeharto membuat peraturan pemerintah no. 55 tahun1970 tentang radio non pemerintah yang isinya bahwa radio non-pemerintah harus berfungsi sebagai pendidikan, penerangan dan hiburan, dan bukan sebagai alat politik.

Pertelevisian Indonesia sendiri hadir pada masa maraknya pekan Asian Games IV tahun 1962 yaitu TVRI yang masih menggunakan SDM dari RRI sehingga secara kualitas masih sangat minim dan TVRI sering disebut sebagai radio bergambar, berdiri pada 19 agustus 1962 oleh soekarno dibawah naungan Kementerian Penerangan. Kemudian pada masa reformasi, setelah Kementerian Penerangan di hapuskan, muncul PP No. 36 Tahun 2000 untuk menjadikan TVRI sebagai peusahaan jawatan. TVRI memposisikan diri sebagai televisi publik atas UU. No.32 Tahun 2002 yang secara prinsipnya bersifat independen, netral, mandiri dan program siarannya senantiasa berorientasi pada masyarakat bukan semata-mata mencari keuntungan. Lalu kemudian tahun2003 TVRI berpindah ke Perseroan.

Rajawali Citra Televisi Indosnesia (RCTI) oleh Bimantara Group, sebagai stasiun televisi pertama yang resmi sebagai televisi swasta pada tahun 1990 atas izin siaran dari direktur yayasan TVRI pada 28 oktober 1987. Baru setelah RCTI muncul kemudian stasiun televisi swasta lain yaitu Surya Citra Televisi (SCTV) oleh Hendri Pribadi tahun1993. Kemudian TPI, Anteve, dan Indosiar pada tahun 1995.

Dunia pertelevisian Indonesia terus berkembang hingga saat ini. Dari data yang diperoleh, hingga saat ini telah berdiri, 6 stasiun televisi pada tahun 2008, dan tahun 2012 telah memiliki 62 stasiun (Data Ditjen PPI, 2012). Berdasarkan fungsinya, televisi sendiri sangat penting, sebagai media informasi, hiburan, dll. Namun seiring perkembangan zaman, dunia pertelevisian dijadikan sebagai lahan ‘pengkonglomerasian’ media. Televisi tidak lagi bersifat independen dan mementingkan kebutuhan masyarakat. Sebaliknya, justru para pemangku kepentingan berlomba-lomba untuk mengeruk rating sebagai sumber penghasilan. Program apapun dapat dijadikan program acara ditelevisi, asalkan bernilai jual, menarik dan disukai audien. Kondisi masyarakat yang tidak merasa dijajah padahal sebenarnya dijajah oleh media televisi, situasi tersebut semakin dinikmati oleh para kapitalis. Kebebasan media dipegang sepenuhnya oleh pemilik media, sehingga media hanya dapat mengikuti segala yang dikehendaki oleh pemiliknya.

Hadirnya tekhnologi baru, yaitu Digital. Pertelevisian indonesiapun sudah saatnya bertransformasi dari Analog ke Era Digital. Hal ini dikarenakan, banyak keuntungan yang dapat diperoleh oleh masyarakat. Selain gambar dan suara yang lebih jelas, juga televisi digital dinilai lebih terbuka dan lebih adil. Karena, semua orang yang memiliki lembaga penyiaran berhak untuk turut berpartisipasi dalam menyumbangkan program acara. Setiap satu kanal frekuensi pada TV Analog hanya mampu menyiarkan satu program acara, namun pada sistem penyiaran digital TV satu kanal frekuensi mampu menyiarkan hingga 12 program siaran standard definition (SDTV). Terjadi inefisiensi penggunaan spektrum frekuensi radio pada sistem Analog. Dan sebaliknya, terdapat optimalisasi pemanfaatan kanal frekuensi pada sistem digital. Memang membutuhkan investasi yang besar untuk membangun infrastruktur TV Digital. Namun, apabila hal itu dapat membawa dunia pertelevisian indonesia pada era yang lebih baik dan lebih efisien kenapa harus dipungkiri. Yang amat sangat perlu dikhawatirkan adalah bagaimana proses trnsformasi ini berjalan didalam kondisi yang marak dengan para kapitalis yang lahap memakan uang rakyat, semua kembali kepada egoisme dari para pemilik kepentingan, apakah mereka tetap mengutamakan egoisme dan keserakahan atau dapat berproses dengan damai dan jujur. Berjalan tidaknya proses transmisi dari analog ke digital hingga benar-benar Analog Swicth Off(ASO), kembali kepada para pemangku kepentingan. Apakah mereka berani untuk menghadapi era persaingan yang lebih ketat dalam jaring-jaring frekuensi yang akan semakin memanas di udara. Dan, pentingnya kesadaran masyarakat sendiri untuk bertansformasi dari TV Analog ke TV Digital. Pemerintah sudah seharusnya membimbing dan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait TV Digital, agar masyarakat benar-benar memahami mengapa mereka harus beralih dari Analog ke Digital.

Sumber Ilustrasi

Jurnal Komunikator. Volume 5, nomor 1, Mei 2013

Data Pers Nasional. Dewan Pers, Tahun 2012

tvdigital.kominfo.go.id

http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3464/Konvensi+RSKKNI+Produser+TV/0/berita_satker#.UsupErR1w3Q

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun