Sahabat Kompasiana,
Pada artikel yang lalu kita sudah membahas tentang pentingnya memahami seberapa bernilainya bisnis yang di berikan oleh seorang customer terhadap bisnis Anda. Sekarang saya akan mengulasnya dari sisi manfaat yang akan Anda terima jika Anda secara sadar dan bersungguh-sungguh mengingat customer Anda.
Berikut salah satu contoh pengalaman pribadi yang saya alami yang dapat menggambarkan pentingnya dan manfaat dari mengingat customer.
Saat saya masih bekerja di salah satu institusi keuangan milik pemerintah di pusat Jakarta beberapa tahun yang lalu, di pelataran kantor kami banyak sekali tempat makan untuk para karyawan yang sudah beroperasi sejak pagi untuk mengakomodir sarapan para karyawan yang baru akan mulai bekerja, maupun yang baru selesai bekerja dari shift malam.
Salah satu tempat makan di area tersebut ada yang menyajikan menu untuk sarapan yakni lontong sayur. Saya yakin sebagian dari Anda pasti langsung terbayang seperti apa tampilannya di dalam benak Anda. Nah, meskipun lontong sayur ini punya beberapa kombinasi lauk, saya kerap memesannya dengan kombinasi yang sama setiap kalinya.Â
Si-Abang penjual lontong sayur yang juga merangkap sebagai penyaji ini selalu bersikap ramah dan terkadang suka "sok akrab" dengan memanggil customernya dengan sebutan "boss". Jujur saya pribadi tidak terlalu nyaman dengan sebutan "boss-boss-an" ini entah mengapa, tapi ya tidak masalah juga karena preferensi orang kan berbeda-beda.
Singkat cerita, saya ditugaskan oleh perusahaan untuk berkantor di luar Jakarta dan baru kembali ke Jakarta setahun sekali. Saya masih ingat betul pada hari pertama saya masuk kantor di Jakarta, untuk melepas kangen saya langsung menuju area tempat makan tersebut untuk mencari sarapan lontong sayur, dengan harapan masih berjualan, dan syukurlah ternyata si-Abang masih berjualan.Â
Saat saya menghampiri, si Abang lontong langsung tersenyum dan menyapa saya dengan "apa kabar Boss? Lama gak keliatan nih... yang biasa kan?" ... jujur saya agak terkejut dengan pertanyaannya, tapi di satu sisi saya juga penasaran, apakah ini cuma sekedar basa basi atau memang benar ia masih ingat atau hafal dengan kombinasi lauk saya yang biasanya. Saya kemudian menjawab "iya betul" tanpa mengkonfirmasi ulang apa yang ia maksud dengan "yang biasa" tersebut.
Saat hidangannya datang, saya betul-betul terkesan. Ternyata setelah selang satu tahun saya tidak makan di sana dan diantara sekian banyaknya karyawan kantor yang setiap harinya membeli lontong si-Abang, ia masih ingat betul dengan kombinasi lauk "yang biasa" saya, yakni: lontong separuh, kuah ekstra dan semur kentang serta kerupuk di mangkuk terpisah (tanpa semur telur dan tahu).Â
Meskipun terkesan sepele dan hanya datang dari seorang Abang penjual lontong sayur yang mungkin tidak pernah belajar secara khusus tentang konsep service excellence, perhatian ini betul-betul membuat saya kagum. Sejak saat itu saya jadi punya alasan lain untuk loyal atau setia kepada si-Abang penjual lontong sayur ini, yakni: