Mohon tunggu...
Alta Karka
Alta Karka Mohon Tunggu... lainnya -

Part time Zombie: http://bit.ly/Merchs | http://maximosh.com | http://ow.ly/9AeWk | Lurah di @Karkatuar & @Bankeray

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mendaki Gunung Lawu di Satu Suro

13 Agustus 2011   04:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:50 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_124382" align="alignleft" width="300" caption="Panorama dari Hargo Dumilah, Puncak Lawu"][/caption]

Apa yang dilakukan warga Magetan, Ngawi, Karanganyar, Sarangan, bahkan dari luar kota untuk mentakzimkan Satu Suro di Gunung Lawu? Pastilah bagi yang hobi mendaki, akan mendaki gunung ini dengan berbagai alasan, baik untuk berziarah, menikmati pesona alam, petualangan hingga berjual makanan dan sayuran.

Gunung Lawu berada di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Memiliki ketinggian sekitar  3.265 m dari permukaan laut.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Dan puncaknya yang tertinggi adalah Hargo Dumilah. Seringkali setiap malam 1 Suro, Puncak Lawu menjadi tujuan utama pendakian oleh baik masyarakat sekitar maupun dari luar kota untuk berziarah. Karena saking populernya kita masih bisa menjumpai warung-warung yang menjual makanan.

Pendakian saya mulai dari Cemoro Sewu, yang memiliki 5 pos dengan jalur yang lebih nge-track dibandingkan melewati Cemoro Kandang. Ada beberapa jalur mendaki untuk bisa sampai ke puncak, masing masing adalah Cemoro Sewu (Sarangan, Jawa Timur), Cemoro Kandang (Tawangmangu,  Jawa Tengah) , Candi Cetho (Ngargoyoso, Jawa Tengah), Ngawi (Jawa Timur) dan beberapa jalur alternatif lainnya yang memiliki tingkat ekstrimitas  medan yang berbeda-beda. Namun, pendakian standart adalah melalui kedua base camp yaitu Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang, yang jarak gerbang masuknya terpisah hanya 200m.

Ini adalah pertama kali saya dan kesekian kalinya bagi teman-teman saya mendaki Gunung Lawu. Kami memilih jalur Cemoro Sewu pada pendakian 1 Suro tahun lalu. Saya dan teman-teman berangkat sudah agak sore, total hanya 5 orang beserta saya. Diawal perjalanan kami melewati Sendang Panguripan yang ada di Pos 1, sementara jarak antar Pos 1 dan 2 bisa dibilang lumayan jauh dan perjalanan kami harus tertunda semalaman di Pos 2 yang pada saat itu hujan turun cukup lebat. Pos 2 masih terletak di hutan yang cukup lebat dan alami, meski sedikit disayangkan banyak penjarah kayu bakar yang sampai kesana.

Perjalanan dilanjutkan pagi harinya, jarak Pos2 ke Pos 3 bisa dibilang lumayan dekat. Meski cukup terjal namun dengan struktur jalur yang dibuat berkelok, sehingga kita masih bisa mendaki tanpa menguras tenaga plus beberapa jalan landai. Kemudian kami melewati  Pos 3 ke Pos 4 jalur Cemoro Sewu yang juga berupa tangga dari batu alam yang ditata sedemikian rupa. Namun, jarak tempuhnya bisa dibilang jauh dan berhasil menguras tenaga. Beberapa orang menyarankan agar beristirahat di Pos 3, dikarenakan pos ini yang nyaman berada di area batu bukit yang tinggi. Sementara gerimis waktu itu ikut rombongan kami mendaki dan perjalanan yang terjal tiada ampun. Akan tetapi tiap-tiap antar Pos ada beberapa titik untuk beristirahat yang telah disediakan dan bisa dimanfaatkan untuk berteduh.

Kami berhenti sebentar di Batu Kapur, terletak di antara Pos 3 dan 4, sembari istirahat dan melihat pemandangan. Di sinilah kami menemui pedagang sayur yang disinyalir penyuplai sayur untuk warung-warung penjual makanan di Hargo Dalem, sebut saja yang terkenal adalah Mbok Yem. Kami juga menemui seorang Dokter yang baik hati bernama Pak Santoso yang berasal dari Semarang. Telah beberapa kali berkunjung di Lawu dan beliau juga sempat mendaki Jaya Wijaya dan Fujiyama (Jepang).

Pendakian dilanjutkan dan hujan kembali menjadi faktor penunda utama kami, beruntung di Pos 4 masih ditemui penjual makanan dengan tendanya, sehingga kami bisa berteduh dan disitulah para pendaki lain ikut berteduh. Disela-sela itu, kami ikut mengobrol-ngobrol dengan beberapa pendaki yang lain, bahkan para pendaki yang tua dari luar kota (Malang) dan pengalaman dengan senang hati menceritakan berbagai pengalaman pendakiannya di berbagai tempat. Setelah hujan reda, Perjalanan di Pos 4 menuju Pos 5  kemudian mulai kami tempuh.

Perjalanan dari pos 4 ini kita akan menemukan sebuah sumur yang diberi nama Sumur Jalatundha, yang memiliki kedalaman hampir 15m dengan lubang masuk sumur yang mirip Gua. Setelah Sumur Jalatundha kami menjumpai sabana luas yang sebelumnya kami terlebih dahulu pindah bukit karena penasaran dengan Gua Sigala-Gala, kemudian tibalah di sebuah sumur lagi yang diberi nama Sendang Derajad, konon sendang ini berisi ketika musim kemarau atau tepatnya di bulan Sura, beruntung kami waktu itu datang tepat waktu sehingga menjumpai kondisi sendang yang terisi air. Setelah Sendang Derajad, kita masih berlenggang di sabana yang luas menuju Pos 5 yang berdekatan denganHargo Dalem.

Setelah sampai di Hargo Dalem yang juga terdapat makam Raden Brawijaya dan juga warung makan, yang paling terkenal adalah Mbok Yem, kami bergegas mencari tempat untuk mendirikan tenda. Di tempat ini, para pendaki biasa menginap dan hampir mirip seperti perkampungan,  karena tempat ini luas, dikisarkan 3 kali lapangan sepakbola lebih. Kami memilih mendirikan tenda di dekat Rumah Botol. Salah satu bangunan unik lainnya yang bahan bangunannya memakai sampah-sampah botol plastik bekas minuman, botol gas, dan beberapa botol bekas lainnya dan bisa masuk kedalamnya jika dikenankan.

Di Hargo Dalem inilah kita juga bisa menikmati berbagai pemandangan, dan beberapa burung yang terbang liar masih terdapat disini, sebut saja salah satunya Jalak Lawu. Setelah malam menjelang, gerimis turun dan kami beserta Pak Santoso malam itu menghangatkan badan di Warungnya Mbok Yem dengan berapi-api. Sementara itu di Makam Brawijaya para peziarah khusyuk berdoa, beberapa diantaranya sibuk menyatai kambing yang dibawanya dari bawah dan sempat kami temui di Pos 3 dan malam Satu Suro itupun cukup ramai pengunjung, baik pendaki yang ingin berziarah maupun yang sekedar penasaran dengan puncak Lawu.

Malam itu hujan turun semakin lebat, sehingga tenda kebanjiran dan kami harus tidur dalam keadaan menggigil karena alas tenda yang basah, yang membuat kami terlambat bangun untuk melihat sunrise karena semalaman sibuk mencari penghangat dan mengantisipasi banjir yang berebihan dengan mengurasnya dan membuat sanitasi di sekitaran tenda. Setelah gagal melihat sunrise, kami juga gagal melihat Edelweiss mekar. Disinyalir memang bukan musimnya, meski banyak tumbuh bunga Edelweiss di Hargo Dalem, bahkan di sabana-sabana menuju Pos 5.

Setelah matahari agak naik sekitar jam 9 pagi, kami bergegas ikut naik ke Hargo Dumilah atau Puncak tertinggi Lawu. Disini bisa ditemui sebuah Tugu yang digunakan untuk menandai titik tertinggi Gunung Lawu. Bahan bangunan untuk membangun tugu ini diantaranya batu, pasir dan semen sengaja asli dibawa dari bawah oleh beberapa pekerja lewat pendakian dan dipikul. Dari atas sana, bisa sangat menikmati pemandangan untuk berbagai arah. Setelah puas mencumbui panorama, kami bergegas turun. Herannya lagi, sinyal radio masih sempat tertangkap oleh radio butut yang dibawa teman saya.

Kami berkemas dan start turun sudah agak siang, sekitaran jam12 dan harus berpisah dengan Pak Santoso yang baik hati. Kami tiba dibawah sekitaran jam4 sore, dan ternyata salah satu teman kami melihat sosok perempuan berambut panjang pada siang hari di Hutan menuju pos 1 yang diduga kuat adalah penampakan Kuntilanak. Dan konon terdapat Pasar Setan namun lewat jalur Cemoro Kandang. Gunung Lawu selain menawarkan keramahan, pertemuan dengan orang tak terduga, tantangan, eksotika panorama dan juga kesakralan ternyata juga memberi pengalaman tak terlupakan buat pendaki pemula seperti saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun