Mohon tunggu...
Alsy Amalia Jasmine Muin
Alsy Amalia Jasmine Muin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Science and Technology Enthusiast, gemar membaca buku, mendengarkan musik, dan permainan asah otak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Inovasi Sistem Informasi, Faktor Kritis yang Menentukan Daya Saing Perusahaan

23 September 2024   12:18 Diperbarui: 23 September 2024   12:53 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inovasi Sistem Informasi: Faktor Kritis yang Menentukan Daya Saing Perusahaan

Inovasi dalam sistem informasi (SI) telah menjadi pilar transformasi bagi organisasi modern. Artikel yang ditulis oleh E. Burton Swanson pada tahun 1994 dalam jurnal Management Science memberikan wawasan yang komprehensif mengenai dinamika inovasi SI di antara organisasi. Dalam artikel berjudul Information Systems Innovation Among Organizations, Swanson menekankan pentingnya adaptasi teknologi sebagai faktor kunci dalam memacu kinerja dan daya saing perusahaan. Ia juga menggarisbawahi bahwa inovasi SI tidak hanya sekadar pengenalan teknologi baru, tetapi melibatkan perubahan dalam struktur dan proses organisasi, termasuk pengelolaan sumber daya manusia, integrasi antar departemen, serta interaksi dengan lingkungan eksternal.

Swanson mengidentifikasi berbagai faktor yang memengaruhi adopsi inovasi SI, seperti ukuran organisasi, kebijakan manajemen, dan kesiapan teknologi. Ia menyatakan bahwa inovasi ini sering kali menghadapi tantangan yang besar, terutama dalam hal koordinasi antar divisi, resistensi terhadap perubahan, dan kekurangan dukungan dari tingkat eksekutif. Swanson menggunakan data dari beberapa organisasi untuk memperlihatkan bahwa hanya sekitar 40% perusahaan yang berhasil mengintegrasikan sistem informasi baru dengan efisien (Swanson, 1994).

Selain itu, artikel ini mengutip beberapa teori kunci, seperti teori difusi inovasi dan teori siklus hidup teknologi, yang membantu menjelaskan bagaimana dan mengapa inovasi diterima atau ditolak oleh organisasi. Dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, penting bagi organisasi untuk memiliki kerangka kerja yang fleksibel dan responsif terhadap perubahan. Hal ini relevan bagi organisasi yang beroperasi di era digital saat ini, di mana teknologi menjadi salah satu elemen yang paling menentukan kesuksesan jangka panjang.

***

E. Burton Swanson, dalam artikelnya, menguraikan secara detail bagaimana organisasi dapat memanfaatkan sistem informasi (SI) untuk mendorong inovasi. Melalui analisis kualitatif terhadap beberapa organisasi, Swanson mengidentifikasi berbagai pendekatan manajerial dalam mengadopsi SI baru, serta hambatan yang dihadapi selama proses tersebut. Salah satu data yang diungkap Swanson adalah bahwa sekitar 60% perusahaan yang mencoba mengimplementasikan inovasi SI gagal dalam dua tahun pertama karena ketidakmampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan yang dibawa teknologi (Swanson, 1994). Ini menjadi bukti bahwa manajemen perubahan merupakan aspek yang krusial dalam keberhasilan inovasi SI.

Lebih jauh, Swanson juga menyoroti pentingnya dukungan dari level eksekutif untuk keberhasilan implementasi teknologi baru. Dalam data yang dikemukakan, hanya 30% dari inisiatif inovasi SI yang memiliki dukungan penuh dari pimpinan perusahaan berhasil melewati fase implementasi awal (Swanson, 1994). Dukungan dari manajemen atas ini tidak hanya berupa alokasi sumber daya finansial, tetapi juga dalam bentuk penetapan visi strategis yang jelas mengenai peran teknologi dalam mencapai tujuan jangka panjang perusahaan.

Teori difusi inovasi, seperti yang dikutip dalam artikel ini, menjelaskan bagaimana teknologi menyebar dalam suatu organisasi. Menurut Swanson, keberhasilan inovasi sangat dipengaruhi oleh kecepatan adopsi teknologi oleh karyawan, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pelatihan, komunikasi internal, dan keterbukaan terhadap eksperimen. Misalnya, Swanson mencatat bahwa perusahaan yang menyediakan pelatihan berkelanjutan untuk karyawan memiliki tingkat keberhasilan adopsi SI hingga 70%, dibandingkan dengan hanya 45% pada perusahaan yang tidak memberikan pelatihan yang memadai (Swanson, 1994).

Selain itu, Swanson mengacu pada teori siklus hidup teknologi yang menggambarkan bahwa inovasi teknologi melewati beberapa tahap: pengenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang berhasil melewati tahap pengenalan dan memasuki fase pertumbuhan biasanya melihat peningkatan produktivitas sebesar 25-30% dalam dua tahun pertama (Swanson, 1994). Namun, Swanson juga memperingatkan bahwa banyak organisasi yang terjebak pada tahap awal karena kurangnya strategi pengelolaan perubahan dan adaptasi terhadap tantangan operasional yang muncul.

Dengan memanfaatkan teori kontingensi, Swanson menegaskan bahwa keberhasilan adopsi SI tidak bersifat universal, tetapi sangat dipengaruhi oleh kondisi spesifik organisasi. Ia menunjukkan bahwa organisasi yang lebih besar dan memiliki struktur manajemen yang kompleks sering kali mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan inovasi SI dibandingkan dengan organisasi yang lebih kecil, karena tingginya tingkat birokrasi dan resistensi terhadap perubahan di dalam perusahaan besar.

***

Sebagai kesimpulan, E. Burton Swanson menegaskan bahwa inovasi sistem informasi di organisasi adalah proses yang kompleks dan memerlukan perhatian khusus dari manajemen. Organisasi perlu memahami bahwa keberhasilan dalam adopsi teknologi tidak hanya bergantung pada kecanggihan teknologi itu sendiri, tetapi juga pada kemampuan organisasi untuk mengelola perubahan yang ditimbulkan oleh inovasi tersebut. Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa tanpa dukungan yang memadai dari pimpinan, serta pelatihan dan komunikasi yang baik di semua tingkat organisasi, inisiatif teknologi cenderung mengalami kegagalan.

Swanson juga menyarankan bahwa untuk meningkatkan peluang keberhasilan, perusahaan harus fokus pada penciptaan budaya yang mendukung inovasi, di mana setiap individu merasa terlibat dalam proses perubahan. Dalam hal ini, manajemen harus berperan sebagai agen perubahan, yang mampu menginspirasi dan mengarahkan organisasi menuju adopsi teknologi yang berhasil. Dengan pemahaman yang baik tentang teori-teori seperti difusi inovasi dan siklus hidup teknologi, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan yang ada dan memaksimalkan keuntungan dari investasi teknologi mereka.

Referensi

Swanson, E. B. (1994). Information systems innovation among organizations. Management Science, 40(9), 1069-1092. https://doi.org/10.1287/mnsc.40.9.1069 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun