Mohon tunggu...
Alsy Amalia Jasmine Muin
Alsy Amalia Jasmine Muin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Science and Technology Enthusiast, gemar membaca buku, mendengarkan musik, dan permainan asah otak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

AI Otonom: Bagaimana Manajemen Etika Dapat Menjamin Tanggung Jawab dan Keadilan

3 September 2024   23:50 Diperbarui: 4 September 2024   00:01 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interaksi manusia dengan kecerdasan buatan. (Sumber: Freepik.com) 

AI Otonom: Bagaimana Manajemen Etika Dapat Menjamin Tanggung Jawab dan Keadilan

Interaksi antara manusia dan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menjadi semakin kompleks seiring dengan kemajuan teknologi yang pesat. Dalam konteks organisasi, AI tidak lagi sekadar alat bantu, tetapi telah bertransformasi menjadi entitas yang mampu bertindak secara otonom dalam berbagai aspek pekerjaan. Ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang bagaimana manajemen etis harus diterapkan dalam interaksi antara manusia dan AI.

Artikel yang ditulis oleh Teresa Heyder, Nina Passlack, dan Oliver Posegga dalam Journal of Strategic Information Systems edisi Agustus 2023, membahas isu ini secara mendalam. Mereka mengkaji manajemen etika dalam interaksi manusia-AI melalui tinjauan teoretis yang menggunakan pendekatan sosioteknis dan sosiomaterialitas, menghasilkan kerangka kerja yang tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga praktis.

Artikel ini menemukan bahwa semakin otonomnya AI menuntut adanya keseimbangan antara etika deontologis, yang berfokus pada prinsip dan aturan, dan etika kebajikan, yang menekankan nilai moral individu. Dengan menggunakan data dari berbagai studi sebelumnya, artikel ini menyoroti bagaimana entanglement antara manusia dan AI dapat menghasilkan pola interaksi yang etis maupun tidak etis di dalam organisasi.

Penulis juga menyoroti bahwa pengelolaan interaksi manusia-AI harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek etika yang ada, untuk menghindari konsekuensi negatif yang tidak diinginkan. Penelitian ini sangat relevan mengingat peran AI yang semakin dominan dalam lingkungan kerja modern, di mana keputusan-keputusan strategis tidak hanya berdampak pada efisiensi organisasi tetapi juga pada kesejahteraan karyawan dan keadilan dalam distribusi tugas.

***

Dalam artikelnya, Heyder et al. (2023) menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam mengelola interaksi antara manusia dan AI. Mereka menguraikan bahwa AI, yang mampu bertindak secara semi-otonom, memiliki potensi untuk mengubah sifat dasar pekerjaan manusia. Ini terlihat dalam contoh bagaimana AI dapat mengambil alih tugas-tugas rutin, yang kemudian mengubah fokus karyawan dari pekerjaan manual menjadi tugas-tugas yang lebih kreatif. Namun, transformasi ini juga menimbulkan tantangan etis yang signifikan, terutama ketika AI mulai mengambil keputusan yang sebelumnya berada dalam domain manusia.

Sebagai contoh, dalam studi yang dikutip penulis, ditemukan bahwa AI memiliki kontribusi sebesar 30% dalam keputusan perekrutan di beberapa perusahaan teknologi pada tahun 2022. Meskipun hal ini meningkatkan efisiensi, ada kekhawatiran tentang bagaimana bias algoritmik dapat mempengaruhi keputusan tersebut, terutama dalam konteks keadilan dan inklusivitas. 

Selain itu, AI yang bertindak secara otonom sering kali menimbulkan perasaan kehilangan kendali di antara karyawan, yang bisa mengarah pada berkurangnya tanggung jawab individu dan menurunnya kualitas kerja sama antar tim.

Penulis juga menyoroti bagaimana sosioteknis dan sosiomaterialitas, dua teori utama yang digunakan dalam artikel ini, dapat membantu menjelaskan kompleksitas interaksi manusia-AI. Sosioteknis menekankan pentingnya memahami bahwa teknologi dan manusia tidak bisa dipisahkan dalam konteks organisasi; keduanya saling mempengaruhi dan membentuk satu sama lain. 

Di sisi lain, sosiomaterialitas memperdalam analisis ini dengan menunjukkan bahwa setiap interaksi antara manusia dan AI menciptakan entanglement, di mana setiap entitas (manusia atau AI) dipengaruhi oleh keberadaan dan tindakan entitas lainnya. Misalnya, ketika AI digunakan untuk meningkatkan kinerja manusia dalam pengambilan keputusan, ada risiko bahwa manusia akan semakin bergantung pada AI, yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan kritis mereka.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendekatan etis dalam mengelola interaksi manusia-AI tidak hanya perlu berfokus pada pengaturan AI agar bertindak sesuai dengan norma-norma etis, tetapi juga pada pengembangan etika kebajikan di kalangan karyawan. Ini penting karena, meskipun AI dapat diprogram untuk mengikuti aturan tertentu, nilai-nilai moral dan motivasi intrinsik manusia tetap menjadi faktor kunci dalam memastikan interaksi yang adil dan bertanggung jawab.

Dengan kata lain, keberhasilan manajemen etika dalam interaksi manusia-AI sangat bergantung pada kombinasi dari etika deontologis dan kebajikan, yang dapat meminimalisir risiko dan memaksimalkan manfaat dari penggunaan AI di tempat kerja.

***

Penelitian oleh Heyder et al. (2023) memberikan wawasan berharga tentang kompleksitas manajemen etika dalam interaksi manusia-AI. Mereka menekankan bahwa seiring dengan semakin otonomnya AI, organisasi harus mengadopsi pendekatan yang seimbang antara etika deontologis dan kebajikan untuk memastikan interaksi yang etis dan bertanggung jawab. Dengan memahami bagaimana manusia dan AI saling terhubung dan mempengaruhi dalam konteks organisasi, manajer dapat mengambil langkah-langkah proaktif untuk mencegah potensi dampak negatif dari penerapan AI.

Implikasi praktis dari penelitian ini adalah perlunya organisasi untuk mengintegrasikan pelatihan etika yang mendalam dan berkelanjutan sebagai bagian dari strategi manajemen mereka. Ini tidak hanya melibatkan pengaturan prinsip-prinsip etika yang jelas untuk AI, tetapi juga membangun budaya organisasi yang mendukung pengembangan nilai-nilai moral di kalangan karyawan. Dengan demikian, organisasi dapat memastikan bahwa teknologi AI digunakan secara bertanggung jawab, mendukung efisiensi, dan tetap menjaga kesejahteraan dan keadilan di tempat kerja. Penelitian ini menjadi landasan penting bagi pengembangan strategi manajemen etika yang dapat diadaptasi oleh berbagai industri di masa depan.

Referensi

Heyder, T., Passlack, N., & Posegga, O. (2023). Ethical management of human-AI interaction: Theory development review. Journal of Strategic Information Systems, 32(101772). https://doi.org/10.1016/j.jsis.2023.101772 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun