Mohon tunggu...
Alsya Carissa Zevanda
Alsya Carissa Zevanda Mohon Tunggu... -

Halo..

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menjadi Atlet, Cita-cita atau Sia-sia?

25 Oktober 2017   21:22 Diperbarui: 25 Oktober 2017   21:36 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pernahkah waktu kecil, atau bahkan sampai sekarang mungkin, Anda ingin mencoba untuk menjadi atlet lari atau pelari maraton? Namun seberapa keras pun anda berlatih berlari masih tetap tidak bisa berlari dengan cepat atau pada kecepatan yang diinginkan? Lalu kita mulai bertanya-tanya, sebenarnya, apakah itu memungkinkan untuk kita sebagai orang normal biasa untuk menjadi atlet maraton tanpa memliki keturunan seorang atlet?

Sebelum kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, marilah kita terlebih dahulu mengetahui tentang bagian-bagian dari tubuh kita yang berperan saat kita melakukan aktivitas seperti saat berlari maraton. Bagian-bagian tubuh itu antara lain adalah tulang, sendi, otot, jantung, dan paru-paru kita.

Bagian tubuh yang pertama adalah tulang kita. Tulang berfungsi untuk menjaga bentuk tubuh kita tetap pada tempatnya. Tulang disatukan oleh sendi. Sendi ini berfungsi untuk membuat rangka kita lebih fleksibel agar bisa bergerak dan menjaga tubuh kita tetap stabil. Yang ketiga adalah otot. Otot adalah jaringan yang membantu kita untuk bergerak dengan cara berkontraksi dan berelaksasi. 

Ada tiga macam jaringan otot, yaitu jaringan otot polos, otot lurik, dan otot jantung. Otot yang paling banyak digunakan saat berlari adalah otot lurik dan otot jantung. Otot lurik adalah otot yang melekat pada tulang rangka yang bersifat sadar sedangkan otot jantung terdapat pada jantung bersifat tidak sadar.

Jantung secara keseluruhan juga penting saat kita melakukan aktivitas, terutama dalam aktivitas yang membutuhkan banyak energi seperti saat berlari. Begitu pula dengan sistem pernafasan kita. Tugas jantung adalah untuk mengedarkan darah ke otot agar terjadi pembakaran yang menghasilkan tenaga. 

Setiap kali kita berlari, penyerapan oksigen, melalui saluran atau sistem pernafasan kita, akan meningkat dan hal ini bisa mengukur seberapa besar anda menggunakan oksigen. Jantung kita berdetak kencang saat kita berlari karena harus memompa lebih banyak darah untuk menyalurkan oksigen ke otot kita, yang pada saat berlari membutuhkan lebih banyak energi untuk bekerja. Maka dari itu saat kita berlari kita kehabisan nafas. Itu dikarenakan tubuh, atau lebih tepatnya otot kita, membutuhkan lebih banyak oksigen untuk bekerja lebih baik lagi.

Tidak hanya tulang, otot, sendi, jantung, sistem pernafasan, sistem gerak, dan sistem rangka kita saja yang berperan saat kita berlari, namun semua bagian tubuh kita berkerja-sama untuk membantu kita untuk melakukan segala bentuk aktivitas fisik kita sehari-hari.

Sekarang untuk menjawab pertanyaan di awal tadi, sebenarnya apakah mungkin bagi kita orang normal biasa untuk menjadi atlet maraton?

Jawabannya adalah, sepertinya belum tentu bisa. Belum tentu kita semua dapat menjadi atlet maraton. Kenapa?

Rupanya atlet lari maraton memiliki gen spesial atau kode genetik khusus yang memungkinan mereka untuk berlari lebih cepat daripada orang lain. Gen ini menghasilkan lebih sedikit kreatin kinase dan mioglobin, yaitu protein dalam darah yang terkait dengan kerusakan otot. Senyawa ini dilepaskan oleh tubuh ketika otot menjadi tegang atau rusak setelah dipakai terus-menerus dalam waktu yang lama.

Ada banyak macam gen di tubuh kita, namun ada dua varian gen, ACE I/D dan ACTN3 R577X. Gen ACE I / I dikaitkan dengan kinerja ketahanan dan gen ACTN3 R / R dikaitkan dengan kegiatan mengenai kekuatan. ACE adalah sebuah gen yang berada pada lengan panjang kromosom 17 yang mengkode suatu enzim (angiotensin I converting enzyme) yang bertugas mengubah angiotensin I yang inaktif menjadi angiotensin II yang aktif. 

Angiotensin II berperan dalam memicu pengecilan diameter pembuluh darah yang mengarah pada kenaikan tekanan darah. Angiotensin II juga berperan mendegradasi zat yang bertugas membesarkan diameter pembuluh darah (kinins). ACE diekspresikan secara luas pada otot skelet dan memainkan peranan metabolik yang penting selama olahraga.

Rendahnya aktivitas ACE dan meningkatnya kinins memiliki efek postif pada metabolisme substrat-susbtrat terkait. Hal ini mengarah pada meningkatnya efisiensi respirasi sel dan fungsi kontraktil otot jantung dan skelet, suatu kualitas yang dibutuhkan pada macam olahraga yang membutuhkan ketahanan fisik (endurance), seperti marathon (Jones, 2002).

Variasi gen ACE yang disimbolkan dengan I dan D. ACE I menyimbolkan terjadinya suatu insertion, atau penambahan, sejumlah 287 pasang nukleotida pada gen ini. Sementara ACE D menyimbolkan suatu deletion, atau pengurangan, sejumlah 287 pasang nukleotida pada ACE. ACE D bertanggung jawab atas tingginya ekspresi dan aktivitas angiotensin I converting enzyme, sementara ACE I bertanggung jawab atas rendahnya ekspresi dan aktivitas gen ini.

Teori ini kemudian ternyata dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa pelari jarak jauh, atau pelari maraton, memiliki frekuensi ACE I yang lebih tinggi daripada populasi biasa non-atlet (Hruskovicova, 2006).

ACTN3 adalah sebuah gen yang berada dalam lengan panjang kromosom 11. Gen ini bertugas mengkode sintesis protein yang bernama alpha-actinin3. Actinin adalah sebuah kelompok protein terkait actin yang sintesisnya dikode oleh banyak gen.

Dalam otot-otot skelet, actinin adalah komponen struktural utama untuk serat Z yang menambatkan serat-serat otot dan memelihara hubungan antar-ruang diantara dua serat otot (Blanchard, 1989). Otot skelet sendiri adalah otot-otot yang kedua ujungnya terikat dengan tulang dan bertugas menggerakkan rangka tubuh

Pada tahun 2004, ditemukan bahwa terdapat keterkaitan signifikan antara gen ACTN3 577R (yang mengkode protein alpha-actinin secara lengkap dengan fungsi yang normal) dengan prestasi pelari jarak pendek (sprinter). Secara bermakna ditemukan bahwa para atlet-atlet pelari jarak pendek (sprinter) memiliki frekuensi ACTN3 dengan 577R yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi biasa non-atlet. Hal ini menunjukkan bahwa alpha-actinin3 memiliki efek menguntungkan terhadap otot skelet, khususnya dalam menimbulkan kekuatan kontraksi pada kecepatan tinggi. (Yang, 2003; MacArthur, 2004)

Selain memiliki gen yang berbeda dengan orang biasa, atlet ternyata juga memiliki struktur tulang kaki yang lebih panjang juga. Dengan kaki yang panjang, para atlet maraton dapat melangkah lebih panjang juga. Dengan langkah yang lebih panjang, dibutuhkan waktu yang lebih dikit untuk mencapai finish lineatau garis finis.Peneliti juga menemukan bahwa tendon Achilles seorang atlet mempunyai struktur yang berbeda dengan orang lain. Tendon Achilles adalah urat besar di belakang pergelangan kaki yang menghubungkan antara otot betis dan tulang tumit yang berfungsi untuk mengangkat tumit. Tendon Achilles milik atlet berukuran lebih pendek dengan tulang jari yang lebih panjang. Tendon yang kecil ini berguna untuk menghasilkan daya kontak yang lebih besar antara telapak kaki dengan permukaan tanah, menghasilkan lebih sedikit energi dan asupan oksigen yang dibutuhkan, dan menghemat tenaga selama berlari.

Lalu, apakah kita hanya membutuhkan gen saja untuk menjadi atlet yang baik?

Profil genetik yang baik bila dikombinasikan dengan lingkungan pelatihan yang optimal sangat penting untuk kinerja atletik atlet. Baik komunitas ilmiah maupun olahraga mengakui bahwa faktor genetik tidak diragukan lagi berkontribusi pada kinerja atletik. Pada tahun 2009, lebih dari 200 varian genetik yang dikaitkan dengan kinerja fisik, dengan lebih dari 20 varian dikaitkan dengan status atlet-atlet. Meskipun beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara faktor genetik dan kinerja atletik pada anak-anak maupun remaja, area penelitian ini sangat relevan bagi populasi anak-anak. Gagasan untuk memprediksi keberhasilan atletik masa depan melalui tes genetik pada anak-anak menjadi semakin umum.

Mengingat jumlah sistem tubuh yang harus berinteraksi (rangka, pernafasan, saraf, dll), kinerja atletik merupakan salah satu sifat manusia yang paling kompleks. Mungkin perbedaan pertama yang terlihat antara atlet dengan orang biasa adalah morfologi tubuh (yaitu komposisi tinggi dan tubuh), dengan jenis tubuh tertentu yang sesuai dengan olahraga tertentu. Di luar morfologi tubuh, daya tahan, kekuatan, dan kekuatan merupakan faktor utama yang mendasari kinerja atletik.

Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk menghasilkan gaya. Kekuatan otot umumnya diukur dengan satu pengulangan maksimal. Kekuatan otot adalah interaksi antara gaya dan kecepatan kontraksi otot (misalnya gerakan eksplosif seperti lompatan vertikal). Kekuatan dan kekuatan otot sangat penting dalam peristiwa atletik seperti berlari cepat, melompat, dan angkat beban.

Komponen tambahan dari kinerja atletik meliputi faktor kognitif dan kerentanan cedera. Penting untuk diingat bahwa lingkungan, misalnya pelatihan dan nutrisi, juga mempengaruhi banyak ciri ini. Kemampuan "melatih," individu atau respons terhadap latihan olahraga, juga sebagian bergantung pada faktor genetik. Pentingnya relatif lingkungan versus faktor genetik pada keberhasilan atletik kemungkinan sangat bervariasi antara olahraga juga (yaitu, senam vs sprint 100m). Status atletik elit, oleh karena itu, berasal dari interaksi kombinasi optimal dari sifat fisik dan mental yang didorong secara genetis dengan lingkungan ideal untuk kesuksesan atletik.

Heritabilitas sifat umumnya dianggap sebagai perkiraan atau prediksi akan pentingnya faktor genetik terhadap sifat tersebut. Misalnya, heritabilitas status atletik (terlepas dari olahraga) diperkirakan 66%. Tinggi, yang penting untuk sukses dalam beberapa olahraga, sangat dinanti, dengan sekitar 80% variasi karena faktor genetik. Tipe tubuh (memiliki somatotipe mesomorphic atau ectomorphic) juga sangat diwariskan. Somatotip ini secara klasik dikaitkan dengan status atlet daya atau daya tahan, masing-masing.

Bukti saat ini menunjukkan bahwa profil genetik yang baik, bila dikombinasikan dengan pelatihan yang tepat, menguntungkan, jika tidak penting untuk pencapaian status atletik elit. Namun, meski beberapa gen sekarang telah berulang kali dikaitkan dengan kinerja atletik elit, asosiasi ini tidak cukup kuat untuk diprediksi dan penggunaan pengujian genetik varian dalam seleksi bakat ini terlalu dini.

"Tidak ada dua orang yang menanggapi pelatihan dengan cara yang persis sama karena gen mereka," kata David Epstein, penulis buku The Sports Gene(buku tentang penelitian dan pengalaman mengenai perbedaan antara seorang amateur dan atlet pro). "Bakat yang sangat penting adalah kemampuan untuk mendapatkan keuntungan lebih cepat, dari satu jam latihan, dibandingkan dengan pria berikutnya, dan itu sangat banyak dimediasi oleh gen Anda." Jadi mendapatkan gen itu sendiri aja tidak cukup. Anda harus berlatih keras juga untuk mencapai kemampun tertinggi.

Jadi kesimpulannya adalah mungkin orang biasa seperti kita dapat menjadi atlet, namun hasil akhirnya saat kita menjadi atlet dibandingkan dengan seseorang yang memiliki gen atlet akan berbeda. Seberapa keras kita berlatih, hasilnya tidak akan sama dengan orang yang memiliki keturunan seorang atlet.

Sekian dari saya untuk kali ini, saya mohon maaf jika ada kesalahan pada perkataan diatas dan terima kasih telah membaca bacaan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun