"belikiin juga ya mas?'
"siap ndan" kata mas Ahmad melucu dan kami berbuka puasa sore itu dengan cerianya aku lihat sinar mata mas Ahmad sedang gembira karena gaji THR dari perusahaannya sudah cair seminggu sebelum lebaran tiba dan aku tidak mempunyai firasat sedikitpun bila Allah Swt lebih menyayangi mas Ahmad.
***
Kamar mas Ahmad masih rapi sama seperti sebelum di tinggal  kami untuk menempati rumah baru, di sudutnya masih ada foto pernikahan kami yang  baru berjalan setahun berjalan, sedih, gembira seakan menjadi satu. Aku baru bisa menginjakkan kaki kerumah ini setela hampir setahun mas Ahmad berpulang.Â
Rasa sedih dan gembira menyambur idul fitri tahun ini aku dietrima kembali sebagai anggota keluarga sejak peristiwa berpulangnya mas Ahmad dua tahun yang lalu.
"satu yang ibu mau minta apunya cucu dari anak lelaki ibu satu-satunya" kala kami baru menikah itulah permintaan ibu saat itu
"nggih bu' jawabku serentak bersama, aku tahu ibu mau menimang cucu dari anak lelaki satu-satunya dari dua suadara kakak perempuan mas ahmad, mba Fatimah dan mba Zaenab.
Namun Allah Swt lebih sayang mas Ahmad adalah nyata, hampir setahun aku tidak "diterima" sebagai anggota keluarga ibu karena masalah meninggalnya mas Ahmad yang secara tiba-tiba dan tragis tersebut, kecelakaan di jalan menjelang hari raya lebaran.
"mengapa kamu harus membujuk mas Ahmad untuk membelikan gamis dan mukena itu?'
"mengapa?'
aku tidak bisa menerima kenyataan ini karena aku adalah penyebab dari meninggalnya mas Ahmad sebab permintaanku membelikan mukena dan gamis hitam itu adalah sebagai salah satu sebab yang meninggalnya mas Ahmad.