Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Roman

Jogja 1965 (12)

4 Oktober 2023   13:09 Diperbarui: 4 Oktober 2023   13:11 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu yang menjadi beda


Aku hanya berharap menjadikan semua ini yang terbaik

Baca juga: Jogja 1965

Tentang harapan hidup

Yang harus bisa aku hadapi


Menjadi bimbang karena mencari kata hati

Ragu karena harus menghadapi yang ada saat ini

Baca juga: Jogja 1965 (05)

****

Waktu menjadikan semua seakan menjadi nyata, bahwa angin kemarau tahun ini menjadi tanda bahwa yang akan terjadi adalah akan terjadi di balut dari bapak yang mengerti yang mengerti tanda-tanda alam dan itu menjadi sebuah pepeling bagiku untuk tetap setia padai diri.

Menjalankan diri berjalan di muka bumi ini dengan segala tindakan dan rintangan yang ada yang menjadikan setia kita yang lulus cobaan akan menjadi sebuah kata baru di rumahku.

"Jalan apapun yang kamu pilih akan kamu temui kedepannya itu ujian atau suatu keberuntungan " kata mas Bagus kepadaku

"Ini bukan apa yang aku pilih namun ini keyakinan kita mas" jawabku coba mengerti ucapan kekasih hatinya .

"Namun semua yang terjadi adalah ditanggung tangan kita sendiri" jelas mas Bagus untuk meyakinkan Safitri tentang keteguhannya membela apa yang di yakininya di hidupnya.

"Kemerdekaan untuk berekspresi dan berjuang mewujudkan cita-cita dan cinta kita benar mas namun kata bapk sebaiknya mas waspada bulan-bulan ini sungguh sepertinya bulan yang menentukan kedepannya negeri ini" jawab safitri coba memberi pemahaman kepada sang kekasih hatinya.

Bulan-bulan di tahun 1965 ini banyak yang kau tidak mengerti namun bapak sudah wanti-wanti bahwa berita di radio dan koran semua nampak menuju suatu titik yang saling memojokkan antar elemen bangsa ini semakin kelihatan nyata di ranah sosial dan budaya khusus di Jogja.

Beberapa friksi dan juga kekerasan fisik mulai ancaman, intimidasi antar golongan kiri dan golongan religius semakin nyata, saling menekan dan juga saling sengkarut untuk mencari pengaruh di mata rakyat.

"Aku hanya khawatir mas semua ini menuju pada poros politik Nasakom yang didengungkan pemimpin besar revolusi " kata Safitri kapada mas Bagus

"Biarin aku tidak ikut politik aku hanya senang berpuisi, senang melakonkan drama, main ketoprak dan inilah apa yang aku namakan suka dan cinta" jawab Bagus lebih mencoba memyakinkan Safitri tentang kesenangan kepada seni.

**

"Semua hanya kepada waktu yang aku pasrahkan dan ini tentang misteri waktu yang belum terbuka apa yang akan terjadi kelak"

re

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun