Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Roman

Jogja 1965 (06)

12 September 2023   14:12 Diperbarui: 12 September 2023   14:28 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanda waktu

Aku hanya berharap tidak seperti ramalan-ramalan para orang tua

Tentang ambisi dan kekuasaan yang ada

Berlebih

Baca juga: Jogja 1965 (05)

....

Waktu menjadi berkata lain

Ketika mesin tetap berjalan

Melewati massa

Jogja menjadi saksi bisu

Berbagai peristiwa

Yang pernah ada disini

Jogja 1965

Menjadi semuanya ada dan nyata nenek menjadi saksi diantara perubahan zaman yang aku saja tidak bisa bayangkan bagaimana rasa itu ada di dalam dada dan ketakutan tentang apa yang terjadi saat itu.

" ini memang menjadi sebuah pertanda  semakin nyata pertentangan itu terasa hingga lini kampus dan pendidikan, Malioboro jadi ajang memasang poster di perempatan bear kantor pos Jogja banyak perang spanduk diantara golongan kiri dan dan kanan semakin nyata"

Tulisan tebal di pojok buku  yang menandakan sesuatu sedang terjadi dan akan terjadi kelak, seperti ramalan sang pujangga Ronggowarsito atau Jayabaya yang terkenal itu.

"Aku semakin yakin, dan mas tidak mau tahu keyakinan ku bahwa sesuatu akan terjadi melihat dari berita yang aku  kliping hari ini" tulisan nenek di sebalik lembaran bukunya da kliping koran  lokal yang terkenal itu memberitakan semakin panasnya persaingan antar golongan di negeri ini tiga bulan sebelum peristiwa pemberontakan.

"Ini akurat kartika, akurat" aku seperti menemukan hadiah yang lama aku cari aku melonjak kegirangan sementara Kartika  kaget dibuatnya, lotis, rujak itu hampir saj tumpah di pangkuannya.

"Bila aku jadi nenek akan aku jewer kupingmu cucu" aku ketawa atas  omelan Kartika kepadaku, tulisan  di buku harian nenek semakin membuatku bergetar ketika semua harus membentur bagai tembok baja antara petualangan politik atau keyakinan semu untuk memperjuangkan keyakinan.

Nenek mengetahui tentang sesuatu yang akan terjadi  ketika hati yang gelisah tidak mampu membuat keputusan bagi mas Bagus  untuk keluar dari apa yang dinamakannya hidup untuk kaum rakyat jelata.

"Menjadikan angin dan api seakan  mustahil walau harus berdarah untuk mengingatkanmu, namun bagai batu yang keras tidak bisa terpecahkan tentang masalah kita" tulisan nenek dengan nada sendu dan sedih terasa.

"Musim ketigo beberapa hari ini sudah tidak hujan ada rasa aneh udara Jogja bulan ini apakah kamu rasakan di lubuk hatimu itu mas sedikit panas dan membuat semua berkeringat siang dan malam"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun