Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Jogja 1965 (05)

10 September 2023   16:04 Diperbarui: 10 September 2023   16:07 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari yang terasa panas

Suasana memang berbeda udara Jogja seakan menuju ke panas, suasana sejuk menjadi sedikit terik semua orang tidak menyadari bahwa sebuah kejadian besar akan berlangsung di bumi pertiwi ini.

Alam seakan sudah mengatakan pertanda yang mereka bisa dan semua orang tidak menyadari kelak semua kawan akan menjadi lawan dan semua pertanda alam tidak disadari oleh sebagian kita.

Baca juga: Jogja 1965

Sudah hampir seminggu tak terasa sudah masuk sepuluh hari pertama di bulan september ini, semua orang sudah tahu gegap gempita hari kemerdekaan masih terdengar sayup-sayupnya 

"Nenek menulis tiga bulan sebelum upacara tujuh belasan tahun  1965 dilakukan suasana politik saat itu agak panas dingin di tengah persaingan antar parpol untuk merebut  kepercayaan rakyat" aku sedikit memperkeras bacaanku karena Kartika mendengarkan musik dari hpnya terlalu intens
"Apa yang mas baca itu ?" tanya dia kepadaku

"Masih tentang catatan harian nenek " jawabku 

"Masih juga  itu?"tanay kartika padaku setengah tidak percaya

"Ada kliping dari beberapa koran loka dari kedaulatan rakyat, angkatan bersenjata dan juga dari koran kiri" jawabku membuat Kartika berhenti memainkan gadgetnya

"Seteliti inikah nenek?' tanya dia agak tidak percaya

" kutu perpus dan juga senang membaca" jawabku ringan

"Tidak bisa dibiarkan harus diselamatkan ini" setengah meminta kepadaku

Sebait puisi untuk kekasih tercintanya mas Bagus srengenge terselip diantara halaman buku harian nenek membuatku harus berhenti untuk sekedar memahaminya sementara Kartika coba mengabadikan beberapa lembar kliping koran lama dengan kamera digitalnya

Kepada sang matahari


Aku berjanji akan hilangkan mendung kala pagi

Sehingga tatap wajahmu

Semakin membuatku terang

Bahagia memancarkan 

Pagi membuat senyum mengembang

...

Walau aku tak sanggup lagi

Untuk menatap wajahmu

Ketika kita bertemu lagi


Safitri Juni1965

Puisi yang membuatku tertegun dan haru nenek benar-benar seorang seniman tulis yang keren bisik batinku, bila dulu masih bisa bertemu dan nemahi mungkin aku bisa mendengarkan kisah kasihnya dengan mas Bagus srengenge.

Sebab aku hanya diam membisu bila melihat kecantikan nenek  yang masih terpampang  foto hitam putih di dinding tembok tua rumah Biru di Godean ini, aku hanya bisa menatap haru, tidak salah bapak menyuruh kami untuk selalu membersihkan harta karun keluarga kami ini peninggalan swargi  embah kami

Tanpa aku sadari inikah harta yang tidak pernah aku bayangkan tulisan tangan nenek yang rapi dan kliping-kliping  koran saat itu yang membuatku takjub rapi dan persis  tanggal di koran yang terbit saat itu, di jogja 1965.

'Kakak pada sibuk ya?, ini lotis dn rujaknya sudah jadi" kata Nur  kepada kami

Kami berdua agak terkejut dengan Nur yang tiba-tiba sudah memberi kami rujak lotis buatan sendiri 

"Maaf ini pedas tidak dik ? "tanya Kartika kepadanya

'Hm..tidak cuma empat lombok " jawabnya sekenanya

"Benar-benar buat nafsu makan nih" jawabku enteng

bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun