Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Jogja 1965 (00)

3 September 2023   11:57 Diperbarui: 3 September 2023   12:09 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jogja 1965 (00)

Aku sebenarnya tidak mau disuruh Bapak ke rumah nenek minggu ini Sebab aku ingin berjalan dengan kekasihku setelah seminggu penuh aku kuliah Namun semua harus kujalani bersama adikku kandung dan akhirnya aku mengikuti pesan Bapak untuk ke rumah nenek.

Pagi ini aku beranikan diri untuk menghubungi Kartika Kekasihku bahwa jalan-jalan Pagi ini  kita batalkan dan aku ajak dia ke rumah dengan sedikit alasan ketika akhirnya mau ke rumah dan sekali lagi adikku yang kecil SMA itu senang karena kekasih kakaknya datang ke rumah dan contohnya kembali seperti burung pipit di pagi hari.

Baca juga: Jogja 1965

"Kakak kita mau ke rumah nenek" Katanya penuh dengan  kegembiraan Kartika hanya diam aja memandangku dengan penuh tanda tanya

"Kok memandangku seperti itu "tanya kepadanya

" bener kita mau  ke rumah nenekmu ?"  tanya yang penuh  selidik 

"Maaf aku tadi di telpon bapak untuk kerumah nenek jawabku penuh kejujuran

" kita tidak jadi ke Sunmor UGM pagi ini dan aku ..." jawabnya sedikit marah kepadaku

"Jangan marah sayang, disana nanti kita bisa panen mangga dan kita mau buat lotisan" jawabku meredakan kemarahan Kartika

Sungguh awal September ini musimnya sedikit panas udara di Jogja kalau malam hari menjadi dingin menusuk tulang bila siang panas akan membakar kepala dan badan ini.  September yang sebagian orang mesti selalu mengingat akan apa yang pernah terjadi pada republik ini apakah harus aku berkata untuk menyukai semua ini sementara Kartika Masih kelihatan rencana kami tidak bisa terlaksana hari ini

Jogja pernah menjadi saksi sejak zaman penjajahan hingga perjuangan hingga masa sekarang.  aku yang kebetulan lahir di sini sungguh bersyukur  aku tahu Jogja adalah kota yang sangat aku cinta dan Disinilah semua cerita itu.

 aku bersama Kartika dan adikku menuju rumah nenek  rumah Kenangan dari bapak di Godean Sleman Yogyakarta.  "jangan lupa Bapak berpesan kamu harus membersihkan rumah itu karena Bapak baru keluar kota dan tidak bisa pulang minggu ini"tujuan Bapak sekali lagi di hatiku untuk mengingatkanku ke rumah nenek pagi ini.

"Kartika  Ayo Senyum dong apakah masih kamu tidak suka dengan petualangan hari ini bersama adikku?' godaku padanya sehingga tak sangka tangannya menjepit lengan pun aduh rasanya sakit juga.

" Kakak jadi ndak tuh malah roma-ramalan tuh Bu itu mama mama jadi nggak ke rumah nenek?" saat adikku Sedikit keras menyadarkan kami.

"mas ketahuan tuh adikmu udah ngajak"katamu dengan semangat, semua seperti air hujan aku dan kartika adalah teman sejak SMA yang menjadi kekasih akhirnya dan minat kami sama kepada perkembangan sosial dan budaya di fakultas kami.

"Kakak lekaslah kerumah nenek, kata tetangga sayang buah mangganya di makan kelelawar tuh" sahut ibu kepadaku.

Perjalanan yang menurutku terlalu singkat Godean adalah kota pertanian yang sungguh menawan untuk dilewatkan hijaunya tanah pertanian dan sungguh jangan dilupakan karena disinilah  kami melewati Museum presiden kedua Republik ini bapak Soeharto di Kemusuk Argomulyo.

Perjalanan setengah jam yang kami syukuri masih hijaunya lahan pertanian disini dan tidak terasa sudah sampai dirumah nenek akhirnya rasa capek itu ada  dan akhirnya semua  berhenti tepat didepan rumah nenek rasa lelah dan capek langsung sirna yang kami keluhkan menjadi hilang seketika saat itu

Semua itu berubah ketika kami bertiga sudah sampai di Godean rumah bercat biru yang  masih hijau dan asri di depan samping masih ada banyak tanaman kelapa, pisang dan pohon buah-buahan yang entah mengapa membuat kami bertiga betah disini.

"Jangan lupa kakak tugasnya  adalah membersihkan ruang gudang di belakang rumah gandok eyang ya mas" pesan ibu sebelum berangkat tadi

'Kakak lupa kan gudang itu penuh tikus dan kecoa, nanti kakak bisa  takut lho" olok adikku yang baru  kelas dua SMP di kota Jogja.

" yang takut kecoa itu bukan aku itu kakak lelakimu " ejek Kartika kepadaku

"Aku hanya takut ular tahu" kami semua tertawa  bersama 

Bau udara pengap dan kotor seakan mewarnai rumah bercat biru itu dan aku maklum karena hanya seminggu sekali dibersihkan oleh bapak dan ibu itupun kalau ada waktu senggang kami anak-anaknya  sesekali hanya menengok   juga namun karena kesibukan bapak di  luar kota dan juga ibu bila tidak ada bapak yang ajak tidak mau hanya menyuruh kami yang muda untuk membersihkannya.

Beberapa jendela kami buka agar udara itu kembali baru dan bau pengap itu hilang dan ruangan luas yang masih bagus untuk golongan rumah sekarang penuh kenangan bapak dengan enam bersaudaranya, bapak tegas karena ayahnya dulu adalah seorang tentara dan semua tampak dari kerapian rumah besar peninggalan nenek kami ini.

Aku tidak habis pikir mengapa bapak tidak mengajak kami sekeluarga di Jogja untuk tinggal di rumah Godean ini alasan apa aku tidak tahu hanya sebagian saudara bapak ada yang  jadi orang di Jakarta bapak memilih jadi orang biasa  menjadi guru sekolah dasar di Yogya ini.

Ibu juga dulu sekolah guru hanya membantu sebagai guru biasa di sebuah taman kanak-kanak di desa kami.

"Mengapa bapak tidak pernah mau mengajak kami dirumah nenek untuk tinggal dirumah besar ini?" pertanyaanku  hanya disambut senyum dan bapak hanya berkata

"Suatu ketika kamu akan tahu sendiri nak" jawabnya kepada aku

Aku kaget ketika adik berteriak buat lamunanku buyar sebab mengapa karena masa kecilku ketika nenek masih sugeng aku dilahirkan disini sebagai anak bungsu bapak masih menemani nenek sampai akhir hayatnya dan itu membekas karena sampai umur lima tahun aku disini bersama nenek yang masih sehat kala itu

"Kakak ayo siapkan semua untuk membersihkan  gudang itu "seru Nur kepadaku

Aku dan kartika tidak terduga menemukan beberapa kliping koran dan tulisan dari nenek yang kebetulan juga seorang guru tulisannya masih bisa dibaca oleh kami rapi dan mudah memahaminya.

"Bapak itu lahir tahun 1970an jadi kala terjadi peristiwa itu bapak masih berumur empat tahun ya mas ?' tanya Kartika kepadaku ketika kami menjumpai foto bayi yang baru lahir di album hitam putih yang aku temukan di gudang rumah nenek siang ini.

'Ya sepertinya bapak juga belum tahu tentang peristiwa ini" jawabku kepada Kartika

"Masih Tk sepertinya" jawabku lagi sekenanya

Nur tampak sibuk juga merapikan beberapa benda kenangan nenek yang berdebu dan sedikit banyak ada rumah laba-labanya.

Aku sedikit membolak balikan buku-buku tebal tinggalan nenek sampai ada sesuatu yang membuat aku terbelalak ada sebuah  buku seperti catatan harian nenek yang sungguh disimpannya secara rapi di lemari tua di pojok gudang itu.

Bagian kedua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun