Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sayap-Sayap Patah Cendrawasih (09) Bumi Damai Bumi yang Ramai

24 Mei 2023   21:41 Diperbarui: 24 Mei 2023   22:01 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayap-sayap patah Cendrawasih (09) Bumi damai bumi yang ramai

"Ramai di Jakarta akan pemilu

Merambah sampai hutan papua

Asa yang diperjuangkan

Berharap lepas

Dalam cengkraman sang garuda


Sang cenderawasih berusaha mengepakan sayapnya

Yang warna-warni seperti pita di kaki garuda

Namun bisa terbang tinggi menuju langit-langit atas negeri ini "

..........

Sungguh perlawanan OPM/KKB dengan sponsor utama pihak-pihak yang mau mengeruk untung di bumi Papua ini semakin nyata, ketika  gembong OPM mukim di negeri Raja Charles adalah isu yang benar adanya.

Menetap dan memproklamirkan Papua merdeka serta mendekat kepada negara-negara donor membuat semakin marak "perjuangan" yang dilakukan para gerilyawan-gerilyawan yang penuh di kepalanya janji surga kemerdekaan penuh dari NKRI karena mereka menganggap republik ini menjadi penjajah di negeri mereka.

OPM/KKB di akhir era Jokowi semakin nyata ingin menunjukkan kepada dunia dengan menyandera pilot susi air yang kebetulan warga negara Selandia Baru yang sedikit banyak negeri ini menyokong kemerdekaan Papua atas Indonesia.

Mereka juga didukung oleh negeri-negeri pasifik timur di kepulauan pasifik yang seakan senasib dan sepenanggungan sesama orang kulit hitam  inilah yang entah mengapa membela para pemberontak yang sudah terorganisir ini dengan nyata dan terang bahkan di forum setingkat majelis PBB!

"Aku  tidak yakin  semua akan berakhir cepat dalam pembebasan pilot susi air ini" kataku kepada Yan.

"Tahu kaka semua harus serba dijalankan dengan baik, korban sudah banyak" jawabmu nyata

"Kemerdekaan semu yang diperjuangkan"

"Belum tentu kayak"

"Sebab mereka sudah pintar Yan"

"Untungnya kami sekolah di Jawa kakak"

"Tidak seharusnya guru dilawan murid"

"Bisa jadi kakak, semua bisa terbalik"

Keadaan membuat kesadaran atas daerah yang kaya dan juga beda dengan suku yang lain nampaknya inilah yang coba mereka perjuangkan dan kebangkitan para orang muda di Papua adalah sebuah hal nyata yang entah mengapa harusnya kita tidak risau mereka ingin menentukan nasib sendiri, bila mau tetap dalam bingkai NKRI.

Syarat yang mungkin mereka para muda disana tidak menerima jejak pendapat di era tahun 1960an dulu atas kakek dan bapak-bapak mereka. Kesadaran yang belum terlambat karena generasi mudanya sudah banyak yang berpendidikan sama dengan orang-orang di Jawa!

Perasaan senasib sebagai bangsa yang berbeda adalah takdir Tuhan inilah yang mereka perjuangkan karena sebuah negara yang pertama diperjuangkan adalah perasaan satu nasib, baru wilayah dan juga penduduk serta organisasinya.

Kesadaran ini mulai tumbuh militan dan juga semakin mengkristal dengan berdirinya OPM yang dulu sempat di basmi era SOeharto sekarang menemukan "kebebasannya" ketika Otonomi khusus untuk mereka di salah artikan "kemerdekaan untuk mengelola daerahnya" mirip di Aceh sesuai adat dan hukum yang berlaku di wilayah mereka.

Kaum keras berupaya untuk merdeka lepas dan sebagian  tetap ingin bersama republik ini untuk memajukan negeri mereka sampai saat ini adalah juga nyata adanya. Masih banyak yang percaya atas republik ini namun kesadaran para garis keras menafikan perjuangan diplomasi dan memilih untuk langkah keras membunuh lawan dan merusak fasilitas umum milik umat.

Aku khawatir isunya berkembang jadi menggila karena menafikan nilai manusia dan mudahnya menghilangkan nyawa seseorang yang dianggap musuh dan lawan sedikitn terbersit di hatiku yang dalam sedemikianlah dan betapa ngerinya "para petualang " demi kata merdeka ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun