Piala sepak bola dunia FIFA di Qatar 2022 ini seakan jadi titik baliku. Terus terang saya bukan penggemar fanatik bola walaupun begitu saya hanya sebatas suka.
Saya tidak  pamer lho di Jogja ada tiga stadion legendaris yang dulu sudah dan pernah haru birukan persepakbolaan nasional.
Saya sangat bangga tiga stadion yang belum rezeki ketiban sampur FIFA untuk piala dunia U20 atau U19 saya tidak peduli sebab ini seakan jadi titik balik bagaimana persoalan manajemem stadion yang baik.
Berkaca dari tragedi Kanjuruhan seakan tasbihkan bahwa "sepi ning sepi "publik bola tidak segempita piala dunia yang lalu.
Piala dunia sepak bola di Qatar benar mampu menantang dua isu dunia yakni resesi dunia yang akibat pandemi covid dan inilah tantangan  dunia ditengah efuiora piala dunia saat ini
Saya jadi teringat bapak saya swargi dan kakak saya yang direwangi melek untuk piala dunia ini dulu.
Tidak seperti sekarang tinggal putar lagi di media bagi video selesai kalau lupa nonton pertandingan bola tim kesayangan.
Itulah kemudahan yang generasi Z temukan saat ini, tidak ada nonton bareng yamg ada nonton sendiri lewat hp atau tablet, tv tersingkir!.
Namun falsafah bola itu bundar semakin yakin kalau semua harus bisa memgalir deras nglinding dan semua mata, pikiran, tenaga dan dana menuju Qatar benar adanya
Nasib bola kita
Bola itu bundar benar namun bagaimana nasib bola kita kelak setelah KLB? Masihkah bundar "proyek" timnas kita dan bagaimana tindakan hukum ditragedi kanjuruhan itu kelak?