Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kangen Jogja yang Dulu

11 November 2022   10:33 Diperbarui: 11 November 2022   10:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"cerdas pripun mbah?'

'Ojo gumunan  lan ojo kagetan, jangan terpana dan kaget karena perubahan di Jogja menjadi nyata  "

" saya bener-bener kaget dengan perubahan nyata di Jogja mbah"

Simbah Arjuna sang mbah Guru  yang semua orang menghormatinya karena menjadi guru pertama yang pernah mengajar waktu rintisan daerah transmigrasi di Sumatera sana.

Sebagai bagian dari generas Z  Arjuna tahu hanya gatget yang bisa menjadikan solusi hidupnya dan ini sempat entah mengapa hilang percaya dirinya ketika hp dan laptopnya rusak dan tidak bisa memperbaikinya. Namun jiwa pantang menyerah yang pernah embah guru berikan padanya bisa memperbaki gatgetnya yang rusak itu sehingga entah mengapa kepercayaan dirinya semula kembali tumbuh.

Bisa komunikasi dengan kedua orang tuanya dan simbah tersayngnyalah yang membuat hidupny semakin berarti entah kenapa menyusuri jalan Malioboro ini tidak  bosan-bosan di lakukannya karena jalan ini penuh kenangan penuh cobaan juga penuh rasa yang tidak bisa ditulis rasanya.

"aku harusnya dari dulu sudah ke Jogja Jun " kata Gatot kepadanya

"aku haru Tot apalagi rumah simbah dulu juga harus di korbankan untuk sebuah bendungan yang ada di Jogja ini" jawabnya sendu

" ya semua harus aman adanya semua berubah karena tuntutan zaman"

" jogja memang sedang berubah untuk hidupkan lagi senyum dan juga rasa yang pernah hilang tergerus cuaca indahnya dan terbendung oleh motif bisnis dan ekonomi semat itulah yang akau takutkan saat ini Tot, walau ini adalah tuntutan zaman belaka"

"namun semu harus menerima bahwa banyak kota yang tidak pernah abadi karena kita manusia yang membuatnya bagus, nyata dan di tinggalan karena hilangnya motif ekonominya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun