Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Jogja sedang Berubah

2 September 2022   11:07 Diperbarui: 2 September 2022   11:22 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika dulu ide menyatukan kali progo dengan kali opak adalah sebuah bentuk perlawanan kepada penjajahan Belanda dan Jepang.

Penyatuan itu akhirnya menjadi nyata demi sayangnya kanjeng Sri Sultan HB IX terhadap rakyatnya yang di kerahkan untuk keperluan penjajah kala itu.

Sungguh inilah bukti nyata apa yang dinamakan membuka Jogja untuk memperjuangkan hak sosial ekonomi budaya serta pertahanan adalah juga nyata.

Dasawarsa UU keistimewaan menunjukkan niat perubahan nyata dan ini terwujud nyata dengan gelontoran dana banyak dari Jakarta.

Perubahan nyata

Jantung kota Jogja Malioboro akhirnya menjadi nyata mendekati kota pedestrian dan juga sebagai wajah kota sudah mulai rapi adanya.

Proyek bandara YIA yang sungguh inilah pintu nasional dan internasional yang sudah terbuka untuk perubahan itu.

Namun perubahan itu ternyata bukan hanya kelebih baik seperti yang kita harapkan.

Masih banyak PR di utamakan perubahan sosial budaya  yang berujung negatif seperti klitih.

Juga ada sisi yang belum optimal masalah pengelolaan sampah yang kedodoran dan belum sadarnya warga untuk urus sampah sendiri adalah persolan lingkungan juga.

Bukan pengelolaan sampah tetapi perubahan sosial budaya dan ekonomi juga membawa implikasi seperti jalan tol yang habiskan kebun dan sawah warga perlu juga di kaji ulang untuk ngijoli atau tukar guling tanah negara jadi sawah itu harapan saya.

Namun ini adalah sebuah realita ternyata niat  orang jogja untuk kuliah semakin menurun benar adanya ini karena ada beberapa faktor X salah satunya kuota dan mahalnya kuliah di Jogja.

Ibarat tikus mati dilumbung itulah anak-anak jogja setelah lulus SMA  pilih kerja karena jelas ke adaan ini.

Perubaan dan lonceng itu

Nampaknya pamor sebagai kota pendidikan akhir-akhir ini semakin kucel karena klitih dan blowup kasus pemaksaan jilbab sungguh bisa membuat nilai sebagai kota pendidikan semakin menurun kualitasnya belum kasus mega korupsi mandala krida oleh oknum dikpora DIY.

Nampaknya lonceng predikat kota pendidikan semoga tidak  memdekati nyata namun marwah kota pemdidikan dan nyaman bisa jadi direbut oleh kota sekitar kita. Solo, salatiga dan Magelang adalah kota "ancaman" bagi kita.

Perubaham mindseat, sosial, budaya dan ekonomi akan lancar bila keamanan terjamin karena bubar nonton bola saja bisa tewas bagaimana jaminannya?

Harapan kami berubahlah kelebih baik adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun