Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Demi Waktu (15) Tukang Jahit Sepatu Pinggir Jalan dan Aku

16 Mei 2022   23:27 Diperbarui: 16 Mei 2022   23:47 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi waktu (15) Tukang jahit sepatu pinggir jalan dan aku

...

Sikap

Kadang lupa kita membawa diri 

Ini tentang rasa yang ada didalam dada

Yang tidak bisa terdeteksi orang lain

....

Lupa perjumpaan itu pernah ada,ketika pasar lama Sentolo itu belum berubah. Pasar yang tepat di belakang Stasiun Kereta Api Sentolo lama ini memang sudah berubah total.

Dulu waktu pasaran jawa wage atau kliwon pasar ini ramai para pengunjungnya sekarang sepi apalagi sejak pandemi covid 19 membuat semua pedagang tidak sesemangat dulu jualannya.

Sebagian pedagang sudah pindah ke pasar Sentolo baru, sementara pasar sentolo lama sudah terbelah jalan provinsi di tengahnya.

"Waktu sudah terasa menelan, pun dangu mas niki "kata mas parkir kepadaku.

Walau masih ada ciri tradisionalnya tetapi gelo kecewa hinggapi rasa hatiku.

"Manut, sebagian sudah pindah ke pasar yang baru, sebagian beahan disini"katanya lagi padaku.

"Beberapa mbok bakul jajanan tradisional sudah banyak yang tidak bisa aku temui lagi"

"Nggih mas, sampun sami pindah kalih pensiun"

"Pensiun?"

"Tua, dan meninggal"

Aku baru tahu dan inilah realita pasar tradisional tergusur pelan tapi pasti oleh pasar modern saat ini.

Sepi

Aku melihat penjahit tua itu dengan seksama dulu di dekatnya ada penjual lele yang sekarang entah kemana perginya.

"Pun dangu, sudah lama penjual lele semua pergi "

"Kapan?" 

"Sejak teteg sepur itu di buntu perusahaan kereta"

"Jadi.."

"Nggih mas pun di sukabumi"

"Pindah, almarhum"

"Innalillahi.."

Aku diam sejak stasiun Sentolo itu tidak difungsikan dan teteg sepur itu ditutup permanen lengkaplah penderitaan penjualnya.

Kadang hidup tidak seperti yang kita harapkan sebuah bantuan kecil bisa jadi membuat orang tidak lupa dengan kita taruh senyum kira tidak akan terlupa karena bahagiakan orang lain.

"Tidak terlupa  kawan ya saudara atau sedulur jauh yang harus tetap kita jaga rasa persaudaraan kita"

Tukang jahit yang ku kenal itu masih bertahan memperbaiki tas, sepatu, sandal yang jebol serta rusak.

Aku masih menjumpainya dengan mesin jahit kuno dan tempat yang sama ketika aku pertama kali memperbaiki sepatu kumalku di situ.

#sayid j

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun